Menuju konten utama

Respons Normatif Garuda Usai Didenda Rp1 Miliar soal Tiket Umrah

Garuda Indonesia tidak menjawab secara jelas terkait komitmen pembayaran denda Rp1 miliar sesuai putusan KPPU.

Respons Normatif Garuda Usai Didenda Rp1 Miliar soal Tiket Umrah
Petugas kargo membongkar muat vaksin COVID-19 AstraZeneca di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Kamis (2/9/2021). ANTARA FOTO/FAUZAN/rwa.

tirto.id - Maskapai penerbangan nasional PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk GIAA merespons normatif putusan kewajiban denda Rp1 miliar, usai Mahkamah Agung (MA) menguatkan Putusan KPPU atas perkara praktik diskriminasi pemilihan mitra penjualan tiket umrah menuju dan dari Jeddah dan Madinah.

Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra menjelaskan, saat ini pihaknya masih menunggu pemberitahuan resmi dari MA terkait putusan tersebut. Setelahnya, Garuda Indonesia akan melakukan kajian dan merumuskan langkah dalam upaya kepatuhan terhadap aspek legalitas yang berlaku, termasuk pemenuhan kewajiban terhadap putusan KPPU.

"Hal ini tentunya sejalan dengan komitmen perusahaan untuk senantiasa mengedepankan prinsip tata kelola perusahaan yang baik salah satunya dengan memastikan kegiatan bisnis yang dijalankan perusahaan selaras dengan iklim persaingan usaha yang sehat," kata Irfan dalam keterangan resmi, Rabu (23/3/2022).

Irfan menjelaskan, untuk memperkuat ekosistem industri penerbangan yang kondusif, Garuda Indonesia telah melakukan penyesuaian skema bisnis penjualan tiket umrah sejak akhir 2019.

Di mana seluruh penyedia jasa perjalanan umrah yang telah memiliki izin resmi dari otoritas terkait dapat menjadi mitra usaha penjualan tiket penerbangan Garuda Indonesia untuk perjalanan umrah.

"Kami meyakini bahwa iklim usaha yang sehat merupakan fondasi penting dalam upaya peningkatan daya saing industri penerbangan pada umumnya, termasuk kami sebagai pelaku industri penerbangan nasional," jelas Irfan.

Maka dari itu ia menjelaskan, dalam menjalankan kegiatan bisnisnya Garuda Indonesia menerapkan prinsip good corporate governance (GCG) dalam praktik tata kelola perusahaan, khususnya di tengah tantangan industri penerbangan pada situasi pandemi saat ini yang berdampak signifikan terhadap kinerja Garuda Indonesia.

Sebelumnya, MA menguatkan putusan KPPU atas perkara praktik diskriminasi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terkait pemilihan mitra penjualan tiket umrah menuju dan dari Jeddah dan Madinah. Berdasarkan informasi perkara di MA dengan nomor register 561 K/Pdt.Sus-KPPU/2022 yang diputus pada 9 Maret 2022 tersebut, MA menolak kasasi yang diajukan GIAA.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur menjelaskan, dengan adanya Putusan MA tersebut, maka putusan KPPU telah berkuatan hukum tetap, sehingga GIAA wajib untuk melaksanakan putusan.

“Khususnya pembayaran denda sebesar Rp1 miliar kepada kas negara selambat-lambatnya 30 hari. Apabila terlambat melakukan pembayaran denda, GIAA dapat dikenakan denda keterlambatan sebesar 2 persen per bulan dari nilai denda,” ucap Deswin dalam keterangan remi, Senin (21/3/2022).

Perkara ini bermula dari laporan masyarakat mengenai dugaan praktik diskriminasi yang dilakukan GIAA terkait upaya penutupan akses saluran distribusi penjualan langsung tiket umrah menuju dan dari Jeddah dan Madinah oleh GIAA melalui program wholesaler.

Dalam laporan, masyarakat dan pelaku usaha merasa dirugikan atau didiskriminasi akibat perilaku GIAA yang membatasi akses langsung pembelian tiket untuk tujuan umrah hanya kepada lima pelaku usaha, bahkan awalnya hanya kepada tiga pelaku usaha.

Pembatasan akses tersebut dilakukan melalui terbitkannya GA INFO menyatakan bahwa mulai 1 Maret 2019, pembelian tiket Middle East Area (MEA) yang merupakan rute umrah hanya dapat dilakukan melalui 5 mitra dari GIAA.

Dalam persidangan, Majelis Komisi menilai bahwa tindakan GIAA yang menunjuk keenam pelaku usaha sebagai wholesaler tanpa melalui proses penunjukan yang dilakukan secara terbuka dan transparan.

Selain itu, GIAA dalam menunjuk keenam pelaku usaha sebagai wholesaler dinilai tidak mendasarkan pada persyaratan dan pertimbangan yang jelas dan terukur, serta adanya inkonsistensi dalam rasionalitas penunjukan.

Tindakan ini, menurut Majelis Komisi, membuktikan adanya praktik diskriminasi GIAA terhadap setidaknya 301 pelaku usaha potensial dalam mendapatkan akses yang sama.

Pemeriksaan telah dilakukan oleh KPPU sampai dengan dibacakannya putusan dalam Sidang Majelis Komisi KPPU pada tanggal 8 Juli 2021.

Putusan tersebut pada pokoknya menyatakan GIAA terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan mengenakan denda kepada GIAA sebesar Rp1 miliar.

GIAA mengajukan mengajukan upaya hukum keberatan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 29 Juli 2021 dengan register perkara nomor 03/Pdt.SusKPPU/2021/PN Niaga Jkt Pst.

Keberatan ini kemudian diputus pada tanggal 3 Desember 2021 dengan amar menolak permohonan dari GIAA dan memertahankan putusan KPPU.

GIAA tidak menerima putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tersebut, sehingga mengajukan kasasi pada 3 Januari 2022. Kemudian diputuskan oleh MA pada 9 Maret 2022 dengan amar putusan menolak terhadap permohonan kasasi tersebut.

Baca juga artikel terkait KASUS TIKET UMRAH GARUDA INDONESIA atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Fahreza Rizky