Menuju konten utama

Reformasi Atau Bubarkan BKSP Pimpinan Anies Baswedan

Anies Baswedan jadi Kepala BKSP, badan koordinasi yang dinilai tidak jelas capaiannya.

Reformasi Atau Bubarkan BKSP Pimpinan Anies Baswedan
Gubernur Banten Wahidin Halim didampingi Wagub Andika Hazrumi dan Sekretaris Daerah Ranta Suharta berbincang dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai Sertijab Ketua BKSP Jabodetabekjur di Serang, Senin (8/1/2018). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan belum bisa menginformasikan apa saja yang bakal ia lakukan sebagai Kepala BKSP, kecuali menggelar forum komunikasi untuk mencari solusi bersama atas permasalahan Jakarta dan kota penyangganya.

Lebih spesifik, ia mengatakan akan menyelenggarakan pertemuan rutin dan mengaktifkan sekretariat bersama agar forum tersebut punya banyak kegiatan.

"Kami ingin agar warga Jakarta, Banten, Jawa Barat [umumnya] itu merasakan konsistensi kebijakan. Jadi BKSP ini bisa menjadi forum untuk memastikan konsistensi [penerapan] kebijakan, tidak hanya berkonsentrasi sebatas teritori kita saja," kata Anies.

Senin (8/1/2018), Anies resmi menjabat sebagai Kepala Badan Kerjasama Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (BKSP Jabodetabekpunjur) untuk tiga tahun ke depan. Jabatan itu sebelumnya dipegang Gubernur Banten Wahidin Halim.

Sebelum Anies, pada 2006 jabatan ini juga pernah diemban Gubernur DKI ke-14, Sutiyoso.

Badan ini dibentuk dengan landasan hukum Peraturan Presiden RI Nomor 54 tahun 2008, tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur. Tujuannya agar "perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang daerah tersebut dapat dilakukan secara terpadu."

Tujuh wilayah ini diatur secara terpadu karena ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional.

Tidak Bergigi

Jika dilihat dari landasan hukumnya, maka badan ini sebetulnya punya peran yang cukup sentral. Dalam Pasal 3 dijelaskan bahwa badan ini berperan dalam sektor-sektor yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, yaitu: "pembangunan yang berkaitan dengan upaya konservasi air dan tanah, upaya menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, penanggulangan banjir, dan pengembangan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat."

Pasal selanjutnya menyebut bahwa penataan kawasan ini berfungsi sebagai "pedoman bagi semua pemangku kepentingan yang terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam penyelenggaraan penataan ruang secara terpadu."

Namun demikian, selama ini badan tersebut dinilai tak punya gigi. Pengamat Tata Kota Nirwono Joga menilai kondisinya akan tetap demikian selama Anies tidak berani mereformasinya.

Soalnya, menurut Nirwono, lemahnya peran BKSP selalu disebabkan oleh tiga hal yang saling berkaitan. Pertama, tidak adanya struktur yang jelas; kedua, masalah ketimpangan pembiayaan; dan terakhir, tidak adanya semangat kebersamaan, atau dengan kata lain tingginya ego sektoral masing-masing provinsi.

Ketiadaan struktur yang jelas membuat BKSP hanya menjadi ajang silaturahmi para kepala daerah. Tidak pernah ada solusi konkret dan kesepakatan bersama bagi pembangunan jangka panjang. Ia mencontohkan, misalnya, munculnya resistensi dari kepala daerah penyangga terhadap proyek-proyek strategis ibu kota seperti perpanjangan jalur Transjakarta dan pembuatan depo Mass Rapid Transit (MRT).

"Mau bikin halte dan putaran balik untuk Transjakarta di wilayah Tangerang Selatan saja misalnya, itu susah minta ampun," kata dosen Universitas Trisakti tersebut kepada Tirto.

Selain itu, ia menilai ada pemahaman yang terbatas dari berbagai pihak, sehingga koordinasi tidak berjalan baik. Kerap kali kerja sama justru menghasilkan persepsi yang salah, dianggap sebagai upaya pencaplokan daerah penyangga oleh Jakarta.

"Contohnya zamannya Ahok kemarin sempat soal sampah dengan Kota Bekasi. Ini kan tidak perlu muncul kalau koordinasi antar daerahnya berjalan," tegas dia.

Hal ini pula yang akhirnya membuat Basuki Tjahaja Purnama ketika masih menjabat menyebut BKSP tidak efektif. "Itu [BKSP Jabodetabekpunjur] bubarin saja," kata Ahok saat menjabat plt Gubernur pada 2014.

Lemahnya peran BKSP Jabodetabekpunjur juga diakui oleh Gubernur Banten Wahidin Halim usai serah terima jabatan Ketua BKSP kemarin. Menurut WH, sapaan akrabnya, selama ini isu-isu yang diangkat BKSP masih sebatas transportasi dan lingkungan hidup.

"Ketika Basuki Tjahaja Purnama buat pernyataan bubarkan saja BKSP ini, karena tidak lagi efektif isu-isu yang diangkat juga relatif isu-isu yang itu-itu saja," kata dia.

Selain itu, kerja sama juga tidak sepenuhnya berjalan mulus dan seringkali tak bisa terwujud lantaran banyaknya pertimbangan yang mempersulit eksekusi. Ditambah lagi, para kepala daerah tingkat provinsi lebih sibuk mengurusi wilayah masing-masing.

"BKSP lumpuh walaupun tidak total, tapi mengalami distorsi yang luar biasa sehingga relatif komunikasi tidak lagi seintensif dulu, sesolid dulu," ucap WH.

Reformasi atau Bubarkan

Untuk mengatasi persoalan-persoalan itu, menurut Nirwanto pertama-tama yang harus dilakukan adalah membuat struktur yang jelas.

"Daripada Jakarta harus koordinasi dengan Jawa Barat dan Banten, kenapa tidak koordinasi dengan yang berdekatan langsung dengan Jabodetabek? Supaya lebih mudah," jelasnya.

Dari situ lah nantinya reformasi BKSP bisa dimulai dan menyasar struktur Perangkat Daerah dan Deputi Gubernur, koordinasi pengamanan dan tata ruang ibu kota negara, hingga tax sharing (bagi hasil pajak).

"Badan ini kan tidak punya gigi, jadi dia harus direformasi atau dibubarkan sama sekali. Buang-buang duit. Lebih baik dibubarkan. Buat apa kalau cuma 'say hello', silaturahmi, tetapi tidak langsung masuk ke pokok persoalan," katanya.

Berbeda dengan Nirwono, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo masih menganggap BKSP Jabodetabekpunjur penting. Agar fungsi itu bisa maksimal, ia menyarankan badan tersebut menyelenggarakan forum musyawarah perencanaan dan pembangunan (Musrenbang) bersama.

Dari sana, menurut politisi PDIP-Perjuangan ini, solusi untuk permasalahan Jakarta dengan kota-kota penyangganya dapat dirumuskan dan diejawantahkan ke dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masing-masing.

"Jangan sampai seperti kemarin urusan sampah saja sampai ribet," kata Tjahjo di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta Pusat, hari ini (9/1/2017).

Ia juga menekankan agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta yang besar bisa dinikmati oleh warga di kota-kota penyangganya.

"Jakarta harus libatkan Banten, Kabupaten Tangerang, Tangsel. Melibatkan Jabar, ada Depok, Bekasi, Karawang sampai Bogor. Menyangkut kemacetan, banjir, transportasi. Karena kebanyakan penduduk yang bekerja di Jakarta, termasuk PNS DKI itu, orang-orang yang tinggal di Jabodetabek," kata Tjahjo.

"Saya kira harus ada sinergi antarkota, daerah, provinsi. Harus ada konektivitas seperti arahan bapak presiden, kalau Jakarta mau maju," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait BKSP JABODETABEKPUNJUR atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Politik
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Rio Apinino