Otoritas Turki menangkap 57 orang dalam operasi terhadap bursa saham Istanbul sebagai bagian dari penyelidikan upaya kudeta pada 15 Juli tahun lalu, menurut laporan kantor berita nasional Turki, Anadolu, Jumat (12/5/2017).
Hasil referendum Turki telah menggariskan perubahan besar bagi sistem politik di Turki. Hasil yang menguntungkan Erdogan ini tak lepas dari dukungan para diaspora Turki khususnya di Jerman.
Jika Erdogan mendorong semua perubahan yang akan menambah kekuasaannya, Uni Eropa harus secara resmi menunda perundingan tentang keanggotaan yang telah lama tertunda itu.
Hari Ahad lalu, referendum Turki digelar dan hasilnya Turki akan memakai sistem presidensial. Dengan sistem baru ini, kekuasaan Presiden Turki semakin besar dan Erdogan dimungkinkan berkuasa hingga 2029.
Dua puluh orang pengamat Eropa dikirim untuk menjadi saksi hasil referendum Turki agar sesuai dengan standar. Para pengamat menilai hasil ini tidak adil.
Erdogan mengatakan bahwa 25 juta orang telah mendukung usulan untuk menggantikan sistem parlementer Turki dengan sistem presidensial yang kuat, dengan memberikan "Ya" sebanyak 51,5 persen suara.
Berdasarkan pandangan hasil ketat referendum dan implikasinya yang luas terhadap amandemen konstitusi, Uni Eropa menyeru pihak berwenang Turki untuk mencari konsensus nasional seluas mungkin.
Sebanyak 55 juta orang memberikan suara di sedikitnya 167.140 tempat pemungutan suara di seantero Turki dalam referendum yang dimulai pukul 7.00 pagi waktu setempat.
Swiss menggelar aksi protes untuk menyerukan "Tidak" bagi pemungutan suara di Turki pada referendum 16 April mendatang. Aksi itu dinilai sebagai upaya menyerukan pembunuhan terhadap Presiden Erdogan.
Belanda telah melarang Menteri Luar Negeri Turki mendarat di Rotterdam terkait kampanye politik Ankara di antara para emigran Turki. Larangan Belanda membuat Presiden Tayyip Erdogan menyebut negara sesama anggota NATO itu sebagai "sisa-sisa Nazi".