Menuju konten utama

PSIM Promosi Liga 1 2025: Sejarah Klub Pendiri PSSI & Rivalitas

PSIM Jogja kembali ke Liga 1 2025/2026 usai penantian 17 tahun. Simak sejarah lengkap PSIM, tim pendiri PSSI. Dan sejarah rivalitas dengan Persis-PSS.

PSIM Promosi Liga 1 2025: Sejarah Klub Pendiri PSSI & Rivalitas
Logo PSIM Yogyakarta. FOTO/PSIM Yogyakarta

tirto.id - PSIM Jogja akhirnya promosi ke Liga 1 2025/2026 setelah penantian 17 tahun lamanya. Kepastian PSIM untuk kembali ke kompetisi teratas didapat usai mereka meraih kemenangan 2-1 kontra PSPS Pekanbaru, di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta, dalam matchday ke-6 babak 8 besar Liga 2 2024/2025.

PSIM terakhir tampil di level teratas Liga Indonesia pada musim 2007/2008 (Divisi Utama atau Liga Djarum). Sejak saat itu, Laskar Mataram hanya nangkring di Liga 2 atau dulunya dikenal sebagai Divisi Utama, nama kompetisi teratas yang turun menjadi kompetisi level 2.

Setidaknya 2 kali PSIM sejak saat itu sempat nyaris kembali ke Liga Indonesia. Musim 2011/2012, Laskar Mataram kalah di babak playoff promosi-degradasi Liga Indonesia (ISL) melawan Persegres Gresik via skor 3-1. Laga playoff degradasi-promosi masih diterapkan kala itu yang mempertemuan tim peringkat terbawah ke-4 ISL vs peringkat ke-4 Divisi Utama. PSIM berstatus tim peringkat ke-4 DU 2011/2012.

Harapan sejengkal PSIM juga pupus pada Liga 2 musim 2021. PSIM lolos ke playoff promosi untuk memperebutkan posisi ke-3 Liga 2 2021 atau tiket terakhir lolos Liga 1 2022/2023. Laskar Mataram kalah dari Dewa United via skor 0-1.

Kegagalan 2021 sempat jadi cerita unik bagi pelatih PSIM kala itu, Seto Nurdiyantoro. Pasalnya pelatih yang mengantarkan PSS Sleman promosi Liga 1 2019 ini, merupakan pemain PSIM saat kalah di playoff ISL 2011/2012. Seto sempat menukangi PSIM musim 2024/2025 sebelum digantikan Erwan Hendarwanto pada Januari 2025.

Sejarah PSIM Sebagai Klub Pendiri PSSI

PSIM Jogja lahir 5 September 1929 dengan nama Persatuan Sepakraga Mataram (PSM). Nama Mataram digunakan sebagai identitas Yogyakarta, mengingat kota tersebut merupakan salah satu pusat kerajaan Mataram Islam yang diteruskan ke Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

PSM berganti nama menjadi Perserikatan Sepak Bola Indonesia Mataram (PSIM) sejak 27 Juli 1930 sampai sekarang. PSIM tak menanggalkan ‘Mataram’ sebagai identitas dari Kota Yogyakarta di nama timnya. PSIM juga dijuluki sebagai Laskar Mataram.

Julukan PSIM lain yang melekat di kalangan suporter ialah ‘Warisane Simbah’, yang mengisyaratkan bahwa tim ini sarat dengan sejarah. Faktanya keberadaan PSIM memang penting dalam perkembangan sepak bola Indonesia.

PSIM merupakan salah 1 dari 7 tim pendiri PSSI pada 19 April 1930. PSIM membidani induk sepak bola Indonesia itu bersama VIJ Jakarta (Persija Jakarta), BIVB Bandung (Persib Bandung), MIVB (PPSM Magelang), MVB (PSM Madiun) SIVB (Persebaya Surabaya), dan VVB (Persis Solo).

Dalam pertemuan tim-tim itu, PSIM diwakili oleh A. Hamid, Daslam Hadiwasito, dan Amir Notopratomo. Setelah melalui berbagai pertemuan akhirnya disepakati berdirinya Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) pada 1930 dan berkedudukan di Yogyakarta.

Sebagai klub tua, PSIM merupakan eks tim Perserikatan. Laskar Mataram pernah sekali menjuarai Perserikatan, tepatnya pada 1932 usai mengalahkan Persija Jakarta dalam final yang berlangsung di Jakarta. Setelahnya, PSIM beberapa kali menjadi runner-up pada 1931, 1939, dan 1940.

Gelar lain yang didapatkan PSIM ialah menjadi juara Divisi 1 2005 (saat ini setara Liga 2). Laskar Mataram dalam final Divisi 1 2005 itu mengalahkan Persiwa Wamena 2-1. Itu sekaligus jadi penanda PSIM kala sempat menghiasi Liga Indonesia pada periode 2006-2008.

PSIM memiliki beberapa kelompok pendukung. Salah satu yang punya basis besar ialah Brajamusti alias Brayat Jogja Mataram Utama Sejati yang berdiri 15 Februari 2003. Ada pula The Maident alias Mataram Independent yang berdiri 1 Oktober 2010.

PSIM dan suporternya itu kemudian memiliki slogan Aku Yakin Dengan Kamu (AYDK), mirip dengan You’ll Never Walk Alone (YNWA) punya Liverpool. AYDK merupakan judul lagu anthem PSIM yang juga diresmikan pihak klub dalam perilisan Oktober 2020. Namun sebelum perilisan itu, AYDK digunakan sebagai anthem beberapa tahun sebelumnya.

Sementara PSIM bermarkas di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta yang berdiri tahun 1984 sejak dibangun 1977. Mandala Krida saat ini punya kapasitas sekira 25 ribu penonton sejak pemugaran pada 2013-2019. Selama proses revitalisasi itu, PSIM sempat bermarkas di Stadion Sultan Agung, Bantul.

Rivalitas PSIM vs Persis-PSS & Perdamaian

PSIM dikenal punya rivalitas dengan tim-tim tetangganya, seperti Persis Solo dan PSS Sleman. Pertemuan tim-tim itu kerap memunculkan tensi tinggi, tetapi belakangan mulai mereda dengan perdamaian bertajuk “Mataram Islah” atau “Mataram is Love” pada Oktober 2022.

Rivalitas PSIM Jogja dengan Persis Solo dikenal sebagai Derby Mataram. Dinamakan demikian, mengingat kedua kota tersebut, yaitu Jogja dan Solo, merupakan dua pusat dinasti Mataram Islam yang dipisahkan Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755.

Namun perseteruan PSIM dan Persis sebenarnya tidak terkait langsung dengan sejarah kerajaan. Rivalitas keduanya justru terbentuk atas beberapa peristiwa di kalangan suporter. Ardian Nur Rizki dalam “Pustaka Sepakbola Surakarta (2018)” menyebutkan, salah satunya ialah Peristiwa Mandala Krida 4 Juni 2000.

Uniknya, rivalitas itu dulunya justru melibatkan PSIM dengan Pelita Solo. Laga kala itu mencekam, bahkan sampai dilanjutkan keesokan harinya. Pelita kala itu didukung kelompok Pasoepati, yang kemudian juga jadi salah satu basis pendukung Persis. Tak ayal, rivalitas itu terbawa kala Pasoepati mendukung Persis di periode berikutnya.

Peristiwa lain menurut Ardian Nur Rizki yang jadi latar belakang rivalitas ialah Tragedi Kandang Menjangan 1998 di daerah Kartasura, Sukoharjo. Peristiwa itu terkait pertemuan PSIM dengan Arseto Solo.

Hubungan PSIM dengan Persis sebenarnya harmonis di awal berdirinya kedua tim itu. Salah satu yang disebutkan Ardian Nur Rizki ialah saat PSIM diundang Raja Solo, Sunan Pakubuwono X sebagai lawan tanding Persis, dalam laga Sunan Beker pada 1933 di peresmian Stadion Sriwedari, Solo.

PSIM bahkan pernah menyelamatkan wajah Persis, kala Laskar Sambernyawa batal bertanding dengan tim milik Belanda, NIVB pada 1935. Persis akhirnya mengajak PSIM sebagai gantinya. Bahkan disebutkan, PSIM mengiyakan ajakan tanding itu meski harus blusukan mencari pemain.

Keharmonisan tersebut kembali terjalin pada Oktober 2022 atau tak lama pasca Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022. Puncaknya, ketika suporter Jogja dan Solo dipersatukan dalam acara doa bersama di Mandala Krida, Yogyakarta, pada 4 Oktober 2022 untuk korban Kanjuruhan. Suporter PSIM mengundang kelompok pendukung Persis, yang akhirnya disambut baik.

Tidak hanya suporter PSIM dan Persis, acara 4 Oktober 2022 tersebut juga mempertemukan suporter lain sekitar Yogyakarta, seperti dari pendukung PSS Sleman hingga Persiba Bantul.

Tak ayal, PSIM sekaligus menjalin rekonsiliasi dengan kelompok pendukung PSS. Sebelumnya, PSIM dan PSS juga kerap kali berkonflik, mengingat kedekatan geografis kedua kota yang masih se-provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu. Rivalitas PSIM vs PSS kerap dijuluki Derby Yogyakarta atau Derby Istimewa.

Saking pernah panasnya, pertemuan terakhir Derby Yogyakarta pada Liga 2 2018 di Stadion Maguwoharjo, Sleman, harus digelar tanpa penonton dari kedua pihak. Kepolisian saat itu mempertimbangan faktor keamanan, ketertiban, dan situasi wilayah DIY.

Kini setelah Oktober 2022 di Mandala Krida, tim-tim di wilayah Mataram Islam telah menjalin hubungan perdamaian. Adapun PSIM belum lagi berjumpa Persis maupun PSS setelah perdamaian pada 2022. Liga 1 2025/2026 berpotensi jadi perjumpaan kembali ketiganya dengan nuansa rivalitas yang baru. Sebagai catatan lain, hal itu terjadi andai PSS dan Persis juga mampu selamat dari degradasi Liga 1 2024/2025.

Baca juga artikel terkait SEPAK BOLA atau tulisan lainnya dari Dicky Setyawan

tirto.id - Edusains
Kontributor: Dicky Setyawan
Penulis: Dicky Setyawan
Editor: Fitra Firdaus