tirto.id - Penerapan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2018 diprotes oleh ratusan wali murid yang bermukim di Kelurahan Sidomluyo Timur, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru.
Aksi protes yang mayoritas didominasi oleh ibu-ibu tersebut digelar di SMP Negeri 21 Jalan Soekarno Hatta Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, Kamis (5/7/2018) pagi.
Dalam aksinya, mereka memprotes penerapan sistem zonasi PPDB yang justru menyebabkan banyak anak mereka tidak dapat melanjutkan pendidikan di sekolah tersebut.
Padahal, kata mereka, seharusnya sistem zonasi PPDB memberikan kesempatan lebih besar kepada warga tempatan untuk mendaftar dan melanjutkan pendidikan di sekolah terdekat.
"Kenyataannya, banyak anak kami yang tidak diterima di sini. Saya tidak mengerti apa makna zonasi ini kalau malah lebih menyusahkan kami," kata Alex, salah seorang wali murid yang cukup vokal memprotes kebijakan tersebut.
Alex merupakan salah satu dari seratusan wali murid yang tinggal di sekitar lingkungan SMP Negeri 21 Pekanbaru. Dia mengatakan rumahnya hanya dibatasi tembok sekolah.
Selama ini, dengan tanpa sistem zonasi PPDB anak-anaknya bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah tersebut tanpa kesulitan. Akan tetapi, tahun ini Alex yang mendaftarkan cucunya untuk melanjutkan pendidikan justru terhalang dengan kebijakan yang sama sekali tidak ia pahami.
Padahal, dia mengatakan syarat untuk mendaftar dengan mencantumkan kartu keluarga serta surat keterangan domisili dari kelurahan setempat telah dipenuhi.
"Katanya pemerintah wajib pendidikan sembilan tahun. Kenapa sekarang kami mau menyekolahkan anak-anak justru dihambat. Ini maunya bagaimana?," ujarnya.
Hal senada disampaikan oleh Bangun. Pria paruh baya yang menjabat sebagai ketua RT di sekitar sekolah itu berada meminta kepada pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru agar lebih peka terkait polemik yang dihadapi masyarakat tersebut.
"Yang saya tahu sistem Zonasi itu agar masyarakat tidak perlu sekolah jauh sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya besar. Sekarang kenapa jadinya seperti ini," tuturnya.
Di tempat terpisah, Kepala SMPN 21 Pekanbaru, Asmar, mengatakan alasan tidak diterimanya anak-anak warga tempatan itu merupakan wewenang dari Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru.
Dia menjelaskan tahun ini SMPN 21 Pekanbaru membuka enam lokal dengan satu lokal menampung 32 siswa. Saat pendaftaran, dia mengatakan hanya menerima nama-nama siswa untuk kemudian diserahkan ke Dinas Pendidikan Kota.
"Kami tidak bisa memberikan kebijakan. Ini sudah dari atas," ujarnya.
Asmar sendiri mengaku bahwa dirinya merasa kesulitan dengan sistem yang diterapkan saat ini. Dia mengatakan seolah-olah sekolah yang ia pimpin menolak siswa tempatan, sementara pada dasarnya seluruh keputusan ada di tangan Dinas Pendidikan.
"Kalau kesulitan kami juga merasa kesulitan. Setelah ini kami akan informasikan permasalah ini ke Dinas, nanti bagaimana Dinas mencarikan solusinya," jelasnya.
Lebih jauh, Asmar mengatakan dirinya mau menerima seluruh peserta didik yang mendaftar. "Bahkan kalau perlu pagi siang kami siap, tapi kan harus ada arahan dulu dari atas," lanjutnya.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru Abdul Jamal belum berkomentar terkait polemik tersebut.
Namun, beberapa waktu lalu Jamal meminta agar orang tua siswa tidak perlu bingung. Sebab penerimaan siswa baru dengan sistem zonasi sudah jelas, bahwa zonasi ditetapkan berdasarkan alamat tinggalnya sesuai yang tertera di KK.
"Jadi zonasi itu ditetapkan sesuai dengan alamat tempat tinggalnya yang dibuktikan dengan KK," katanya.
Pihaknya juga meminta agar pihak sekolah tidak menolak setiap orang tua yang akan mendaftarkan anaknya di sekolah.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Yantina Debora