Menuju konten utama

Polri Cabut Larangan Media Liput Arogansi Polisi Sehari Usai Terbit

Polri mengakui aturan internal yang dibuat multitafsir terutama pada poin larangan media meliput yang memicu kritik keras hari ini.

Polri Cabut Larangan Media Liput Arogansi Polisi Sehari Usai Terbit
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono (kanan) didampingi Karo Penmas Brigjen Pol Rusdi Hartono (kiri) menyampaikan keterangan terkait peristiwa bom Gereja Katedral Makassar di Mabes Polri, Jakarta, Minggu (28/3/2021). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.

tirto.id - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencabut Surat Telegram Nomor: ST/750/Aiv/HUM.3.4.5/2021 sehari setelah dibuat pada 5 April 2021. Aturan internal bagi humas di lingkungan Polri menuai kritik keras dari banyak lembaga, termasuk Kompolnas yang bertugas mengawasi Polri.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono mengakui surat telegram Kapolri itu menimbulkan multitafsir, namun pihaknya tetap menghargai perbedaan pandangan itu.

"Tentunya dalam Surat Telegram itu hanya menyangkut internal saja, tidak menyangkut pihak di luar Polri. Polri sangat menghargai tugas-tugas yang dilakukan oleh rekan-rekan di bidang jurnalistik. Oleh karena itu, Mabes Polri telah mengeluarkan Surat Telegram 759 yang isinya Surat Telegram 750 dibatalkan," ujar dia di Mabes Polri, Selasa (6/4/2021).

Surat pencabutan bernomor ST/759/IV/HUM.3.4.5/2021 dikeluarkan hari ini (6/4) ditekan oleh Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono atas nama Kapolri.

Dalam poin pertama surat telegram internal mencantumkan larangan bagi media untuk menyiarkan upaya atau tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan dan media diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis. Poin itu dikritik karena multitafsir, sebab tidak dengan jelas menyebutkan media internal Polri atau media umum pers.

Pencabutan menuai kritik dari lembaga profesi wartawan seperti Aliansi Jurnalis Independen hingga regulator pers Indonesia Dewan Pers. Mereka menilai polisi seharusnya merujuk UU Pers, bukan mengabaikannya.

Sebelumnya, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti juga meminta surat telegram dicabut. Meski aturan untuk internal, namun berdampak pada eksternal, khususnya jurnalis.

"Kami berharap STR ini direvisi, khususnya poin-poin yang kontroversial membatasi kebebasan pers serta yang menutup akuntabilitas dan transparansi Polri kepada publik agar dicabut," kata Poengky.

Baca juga artikel terkait SURAT TELEGRAM KAPOLRI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali