Menuju konten utama

Polri akan Jelaskan Keluarnya SPDP Hary Tanoe Tersangka

Mabes Polri akan menjelaskan tentang keluarnya SPDP penetapan tersangka Hary Tanoe dalam kasus SMS ancaman terhadap Jaksa Yulianto.

Polri akan Jelaskan Keluarnya SPDP Hary Tanoe Tersangka
Pemilik MNC Group, Hary Tanoesoedibjo menjawab pertanyaan wartawan seusai menjalani pemeriksaan di Direktorat Tindak Pidana Siber, Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (12/6). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Mabes Polri akan menjelaskan tentang keluarnya SPDP penetapan tersangka Hary Tanoe dalam kasus SMS ancaman terhadap Jaksa Yulianto. Kadiv Humas Mabes Polri Setyo Wasisto belum mau menjawab detail masalah penetapan tersangka Hary Tanoe. Ia menerangkan penetapan status HT akan dijelaskan pada waktu yang akan datang.

"Terkait hal itu (status hukum HT) tunggu tanggal mainnya. Itu akan dijelaskan dalam waktunya sendiri," kata Setyo di kompleks Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (22/6/2017).

Saat dikonfirmasi, pengacara Hary Tanoesoedibjo, Adi Dharma Wicakson mengatakan belum mengetahui adanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang menyatakan kliennya sebagai tersangka dalam kasus dugaan SMS ancaman ke Jaksa Yulianto.

Oleh karena itu, ia enggan berkomentar terkait status penetapan tersangka yang ditujukan kepada Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo) itu.

"Kami belum dapat pemberitahuan apa-apa. Kami belum menerima secara pasti terkait status hukum dan surat penetapan tersangka, jadi saya belum bisa komentar apapun terkait status tersebut," ungkapnya saat dihubungi Tirto, Kamis (22/6/2017).

Namun, jika benar ada peningkatan status dari saksi menjadi tersangka, maka menurutnya hal tersebut adalah pemaksaan yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Sebab, status tersebut dilakukan tanpa memperhatikan prosedur yang ada.

"Kalau benar, berarti ini ada pemaksaan dan pengkondisian kasus ya. Pengkondisian penangan acara yang terburu-buru. yang tidak melalui proses dan prosedural yang ada. Jadi kami prihatin dengan proses penegakan hukum di Indonesia."

Adi menganggap, peningkatan status hukum terhadap Hary Tanoe berkaitan erat dengan kontestasi politik yang akan berlangsung pada 2019 mendatang. Ia menyebut, langkah tersebut dilakukan oleh pemerintah sekarang untuk membersihkan lawan-lawan politiknya di 2019.

"Ini terkait adanya bersih-bersih di 2019 ya. Terkait lawan politik yang dilakukan oleh penguasa sekarang," ujarnya.

Lantaran merasa ada kejanggalan dalam proses hukum, pihaknya mendatangi Komisi III DPR RI untuk menyampaikan keluhan-keluhan dari kliennya. Salah satu kejanggalan yang disampaikan adalah penyebutan status tersangka oleh Jaksa Agung HM Prasetyo yang telah dibantah oleh Kabareskrim dan Divisi Humas Mabes Polri.

Ia mengatakan, keluhan tersebut telah ditampung oleh Komisi III yang diwakili oleh Desmond Junaidi Mahesa dari fraksi Gerindra pagi tadi.

Rencananya, kata dia, DPR akan memanggil Jaksa Agung dan Kapolri untuk menjelaskan masalah tersebut. Selain itu, tim pengacara juga dijadwalkan akan bertemu kembali pada awal Juli untuk menyampaikan kejanggalan-kejanggalan yang selama ini dialami dalam proses hukum tersebut.

"Tentu tadi disampaikan bahwa nanti Komisi III akan memanggil Jaksa Agung Prasetyo dan Kapolri."

"Tanggal 3 atau tanggal 5 nanti nanti kami kembali diterima oleh komisi 3 untuk menyampaikain kejanggalan-kejanggaln itu seperti apa. Ada Rapat Dengar Pendapat (RDP)," imbuhnya.

Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo sempat menyebut HT tersangka kasus pesan kaleng yang dilaporkan Yulianto ke Bareskrim Polri. Ucapan tersebut disampaikan Prasetyo di kompleks Kejagung pada Jumat (16/6/2017) kemarin.

Gara-gara pernyataan Prasetyo, Hary Tanoe melaporkan HM Prasetyo ke Bareskrim Mabes Polri, Senin (19/6/2017). Dalam laporan dengan nomor LP TBL/427/VI/2017/Bareskrim, Prasetyo diduga melanggar UU ITE Pasal 27 jo pasal 45 jo pasal 310 jo pasal 311 KUHP.

Dalam wawancara dengan Tirto, Adi Dharma menjelaskan, pelaporan tersebut dilakukan karena kasus Hary Tanoe saat itu belum ada penetapan tersangka. Namun, Prasetyo menyatakan kalau Ketua Umum Perindo itu sebagai tersangka. Mereka mempertanyakan maksud dari pernyataan politikus Nasdem tersebut.

"Pak HT ditersangkakan dalam kalimat lisan ini apa? Sebagai warga negara, sebagai tokoh, sebagai ketua umum partai perindo merasa dikriminalisasi, dizalimi," ujar Adi Dharma saat dihubungi Tirto, Selasa (20/6/2017).

Mereka menilai, pasal tersebut layak disangkakan karena Prasetyo diduga telah bersewenang-wenang dengan menyatakan HT sebagai tersangka. Padahal, posisi Jaksa Agung bukan sebagai pihak yang menetapkan tersangka. Sementara itu, Adidharma menilai polisi layak menyematkan pelanggaran UU ITE karena pernyataan Prasetyo dikutip di media.

Sementara itu, untuk perkara Yulianto, Adi Dharma mengatakan kalau mereka akan mengikuti proses hukum. Ia mengatakan Hary Tanoe akan patuh dan mengikuti mekanisme hukum yang ada. Akan tetapi, mereka sudah mengantisipasi segala hal yang terjadi di masa depan.

"Yang pasti langkah hukum sudah kami siapkan, apapun itu," kata Adi Dharma.

Kejaksaan Agung angkat bicara mengenai pernyataan Jaksa Agung HM Prasetyo tentang penetapan tersangka Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo. Mereka menyebut kalau Kejaksaan Agung sudah menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Dirsiber Mabes Polri.

Jampidum Kejagung Noor Rachmad menegaskan, Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo sudah menjadi tersangka dalam perkara SMS ancaman kepada Jaksa Agung Muda Yulianto. Hal itu tertuang dalam SPDP yang dikirimkan Bareskrim Mabes Polri kepada Kejagung.

"Belum ada tersangka, tapi tanggal 15 Juni 2017 Bareskrim kirim SPDP atas nama tersangka HT," ka‎ta Noor di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (22/6/2017).

Noor menegaskan, surat tersebut diterima Kejaksaan Agung dengan nomor B30/6/2017 Ditpidsiber. Ia mengatakan, mereka mengacu kepada surat tersebut tentang pernyataan Jaksa Agung HM Prasetyo beberapa waktu lalu. Untuk proses penyidikan sendiri, Noor menyerahkan kepada kepolisian.

Baca juga artikel terkait KASUS HARY TANOE atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri