Menuju konten utama

Polisi Klaim Polemik Pelarangan Natal di Cilebut Sudah Selesai

Polisi berharap kedua belah pihak menghormati kesepakatan yang telah dibuat agar tidak terjadi gesekan.

Polisi Klaim Polemik Pelarangan Natal di Cilebut Sudah Selesai
umat memegang lilin saat ibadah malam natal di gereja Immanuel Jakarta, Indonesia, Sabtu, Dec. 24, 2022. (AP Photo/Achmad Ibrahim)

tirto.id - Kapolres Bogor AKBP Iman Imanudin mengklaim polemik larangan peribadatan Natal di Cilebut sudah selesai karena kedua belah pihak telah melakukan kesepakatan. Ia berharap perjanjian tersebut dihormati agar tidak terjadi gesekan.

"Kedua pihak pun telah dibuatkan surat kesepakatan bersama bahwa si pemilik rumah hanya boleh menggelar peribadatan keluarga saja dan warga juga tidak keberatan," ujar Iman dalam keterangan tertulis yang dikutip Selasa 27 Desember 2022.

Iman menyebut polemik ini bermula ketika seorang warga menjadikan rumahnya sebagai tempat ibadah atau gereja pada momen Natal. Si pemilik rumah, kata Iman, mengundang jemaat dari daerah luar. Lantas kondisi ini membuat warga sekitar protes.

"Itulah yang menjadi keberatan warga, karena mendirikan gereja harus memiliki perizinan sebagaimana ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku," terang dia.

Masyarakat dan para tokoh desa juga telah memberikan kesempatan dengan menyiapkan sarana prasarana berupa transportasi untuk keluarga pemilik rumah tersebut agar bisa beribadah di gereja terdekat.

Namun pemilik rumah itu menolak dan bersikeras untuk menyelenggarakan peribadatan di tempatnya dengan mendatangkan jemaat dari luar daerah. Sempat terjadi baku pendapat, namun setelah petugas memediasi, ibadah itu bisa berlangsung.

Sebuah akun mengunggah video seorang jemaat bertanya kepada warga setempat perihal alasan keberatan. "Kerugian kalian apa melarang kami beribadah?" kata si perekam. Diduga dasar pelarangan adalah surat yang ditandatangani sepihak oleh Camat Sukaraja dan Kepala Desa Cilebut Barat.

Jika para jemaat beribadah di HKBP Paledang, Bogor, mereka harus menempuh perjalanan sekitar satu jam dan hal itu dianggap sangat merepotkan bagi anak-anak dan jemaat lansia. Akibatnya, mereka ibadah dari satu rumah ke rumah lainnya dengan kapasitas jemaat sangat terbatas dan suasana yang tidak merdeka.

Baca juga artikel terkait KASUS PELARANGAN NATAL atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky