Menuju konten utama

Pilkada Papua: Kotak Kosong dan Pemilih Anak Kelas 3 SD

Dibantu seorang kontributor dari Jayapura, redaksi Tirto merangkum proses Pilkada di Papua dan Papua Barat yang berjalan serentak, Rabu kemarin.

Pilkada Papua: Kotak Kosong dan Pemilih Anak Kelas 3 SD
Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe didampingi istri Yulce Enembe memasukkan kertas suara ke kotak suara TPS 23 Jayapura Selatan, Papua, Rabu (15/2). Enembe melakukan pencoblosan Pilkada Kota Jayapura di TPS 23 Kelurahan Argapura. ANTARA FOTO/Indrayadi/ama/17

tirto.id - Pilkada serentak 2017 juga dilaksanakan di Papua dan Papua Barat. Ada 13 kabupaten dan 2 kota serta pemilihan gubernur dan wakil gubernur Papua Barat. Di antara dua provinsi itu, ada tiga daerah yang menggelar Pilkada dengan kandidat tunggal: Kota Jayapura (Papua) serta Kota Sorong dan Kabupaten Tambrauw (Papua Barat).

Polda Papua mengerahkan 4.532 personel untuk Pilkada serentak kemarin. Jumlah itu terdiri 2.790 personel yang tersebar di seluruh Polres yang melakukan Pilkada, 1.000 personel Brimob, serta 800 personel TNI, dan sisanya dari Mabes Polri. Di Papua Barat, 7.000 personel diturunkan.

Sebelumnya, Badan Intelijen Negara menyatakan di Jakarta bahwa Papua termasuk “daerah rawan Pilkada” terutama di daerah Pegunungan Tengah Papua, antara lain Tolikara, Puncak Jaya, Intan Jaya, Dogiyai, dan Nduga.

Pada Senin, 13 Februari, sekitar pukul 11.30 waktu setempat, terjadi penembakan terhadap warga sipil di Puncak Jaya. Korban tewas adalah Adi Gading, sopir ojek beretnis Makassar, dan Nurhalim, etnis Jawa. Satu korban luka adalah Nus Kogoya, 45 tahun. Hingga kini belum ada laporan kredibel soal motif penembakan tersebut.

Lokasi Pegunungan Tengah Papua dikenal medan yang sulit diakses, dan menghambat pekerjaan wartawan maupun pemantau kemanusiaan dalam mencari informasi yang kredibel dan bisa terverifikasi. Kebebasan wartawan dalam menjalankan tugasnya masih dihalang-halangi di Papua yang dikenal tertutup bagi pemantau luar.

KPU provinsi Papua menganggarkan Rp460 milar untuk menggelar seluruh Pilkada di wilayahnya. Sementara KPU Kota Jayapura menyimpan anggaran hingga Rp46 miliar dari “perjanjian hibah” dengan pemerintah kota.

“Kami sudah gunakan untuk membiayai pelaksanaan Pilkada ini dan kalau ada sisa, akan kami pertanggungjawabkan serta kembalikan,” kata Tjipto Wibowo, anggota KPU Kota Jayapura.

Pilkada Kotak Kosong di Kota Jayapura

Dua hari sebelum pencoblosan, muncul selebaran maupun imbauan di dunia maya, terutama di Facebook, menolak Pilkada di Kota Jayapura dengan sistem boyong partai untuk memperpanjang kekuasaan walikota sekarang, Benhur Tomi Mano, yang berpasangan dengan Rustan Saru, anggota DPR Papua dari Partai Amanat Nasional.

Sementara selebaran menolak kandidat tunggal mulai terlihat sehari sebelum pencoblosan, 14 Februari, di sepanjang jalan Waena dan Abepura, pusat ekonomi dan pendidikan Ibukota Papua.

Kampanye kotak kosong itu berupa mencetak ulang contoh kertas suara dengan logo KPU Kota Jayapura dan Pemda Kota Jayapura. Di dalamnya tertulis imbauan agar mencoblos kotak kosong. Ia dibagikan kepada masyarakat.

Benhur-Rustan didukung oleh mayoritas partai dari PDIP, Nasdem, PKB, PKPI, Golkar, Hanura, dan Gerindra—total mengantongi 33 kursi parlemen kota. Itu bikin kekosongan lawan politik.

Untuk informasi, Kota Jayapura semula akan diikuti oleh tiga kandidat. Dua kandidat lain ialah Abisai Rollo & Dipo Wibowo dan Boy Markus Dawir & Nur Alam. Kedua kandidat ini tak memenuhi syarat dukungan partai, yang ditetapkan oleh KPU Kota Jayapura minimal harus mengantongi 8 kursi parlemen kota.

Abisai-Wibowo maupun Markus-Alam mendaftar ke KPU Kota Jayapura akhir tahun lalu tetapi mereka digugat oleh Benhur-Rustan soal saling klaim dukungan partai. Abisai-Wibowo semula mendapat rekomendasi Partai Golkar, dengan 7 kursi, dan Partai Bulan Bintang (1 kursi). Tetapi belakangan, sesudah saling klaim suara dukungan dari Golkar yang bahkan melibatkan KPU Pusat, partai berlambang beringin itu mengalihkan suara ke pasangan Benhur-Rustan.

Begitu pula pada pasangan Markus-Alam, yang awalnya diusung oleh Partai Demokrat (4 kursi), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (4), dan Partai Persatuan Pembangunan (2). Benhur-Rustan memperkarakan KPU Kota soal dukungan Fraksi PKPI kepada Markus-Alam. Gugatan itu dimenangkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Kota Jayapura, bahkan dikuatkan di tingkat kasasi.

“Sehingga pasangan Markus-Alam kekurangan kursi di DPRD Kota Jayapura. Dan akhirnya tidak ikut dalm bursa ini,” kata Tjipto Wibowo, anggota KPU Kota kepada Arnold Belau, kontributor Tirto di Jayapura, Rabu kemarin (15/2/).

Sebelum gelaran Pilkada kemarin, tiga anggota KPU Kota dipecat karena dinilai tidak becus menangani proses pencalonan kandidat, melanggar kode etik peraturan KPU, yang dikuatkan oleh putusan di PTUN Makassar, Desember tahun lalu. Karena kekurangan komisioner ini, gelaran Pilkada Kota akhirnya diambilalih oleh KPU Provinsi Papua.

Benyamin Gurik dari Komite Nasiona Pemuda Indonesia Kota Jayapura mengatakan kotak kosong itu konsekuensi dari sistem pemilihan nasional sekarang. Hanya saja, kata Gurik, calon tunggal di Kota Jayapura bukan karena sifat, elektabilitas, dan ketokohan sang kandidat. Melainkan lebih karena ia memboyong hampir semua suara partai.

“Kalau lihat Walikota Surabaya itu tokoh. Karena ketokohannya itu partai memberikan dukungan pada dia. Sedangkan di Papua, khususnya di Kota Jayapura, tidak. Sebab sifat ketokohannya tidak benar-benar tampak dalam lima tahun kemarin,” katanya.

Marinus Yaung, dosen ilmu sosial dan politik dari Universitas Cenderawasih, mengatakan Kota Jayapura dengan calon tunggal “sangat buruk dan kacau pelaksanaannya.”

Ia menilai, KPU dan Panwaslu terlihat tidak siap melaksanakan Pilkada dan situasi ini dimanfaatkan oleh pasangan calon tunggal dengan maksimal.

“Yang lebih fatal lagi adalah foto kampanye atau alat peraga pasangan calon Benhur-Rustan dengan keterangan visi dan misinya terpasang di seluruh lokasi TPS di Kota Jayapura. Sesuai aturan PKPU tentang pelaksanaan pemungutan suara, foto contoh surat suaralah yang boleh ditempel di lokasi TPS, bukan foto pasangan calon. Ini bukti paling kuat tentang pelanggaran Pilkada yang dilakukan calon tunggal,” kata Yaung.

Meski ada pelanggaran itu, kata Yaung, petugas di lokasi TPS membiarkannya saja.

“Tapi yang menjadi pertanyaan berikutnya: siapa yang memiliki hak legal di Mahkamah Konstitusi untuk melaporkan atau mengajukan gugatan terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum dalam Pilkada Kota Jayapura kalau calon tunggal?” kata Yaung.

Dalam aturan MK tahun 2015, bila mayoritas jumlah suara memenangkan kandidat tunggal, yang punya wewenang menggugat ke MK adalah pemantau independen.

“Sedangkan Kota Jayapura saat Pilkada berlangsung, tidak ada lembaga pemantau Pemilu yang telah terdaftar di KPU Kota dan terlibat dalam memantau pelaksanaan Pilkada. Jadi, sekalipun Benhur menang dengan cara-cara yang curang dan penuh pelanggaran hukum, tidak ada yang memiliki hak legal untuk gugat ke MK,” jelasnya.

Selain itu, kritik Yaung pada infrastruktur penyelenggara Pilkada Kota yang tidak lengkap dan tidak siap. “Jadi sepertinya Pilkada ini hanya panggung boneka politik yang hanya untuk menyerahkan kembali kursi walikota ke tangan Benhur Tomi Mano dengan cara yang sedikit demokratis dan memiliki asas legalitas,” tambahnya.

“Suatu sandiwara politik lokal yang tidak bermutu dan tidak menyenangkan untuk disajikan karena sama sekali tidak ada nilai edukasinya bagi masyarakat Kota Jayapura,” ia menegaskan.

Tjipto Wibowo dari KPU Kota mengatakan bahwa kalau hasil pemungutan suara berimbang antara calon tunggal dan kotak kosong, maka ada kemungkinan Pilkada ulang. “Tentu saja untuk hasil ini, kami akan lihat nanti. Termasuk untuk Pilkada ulang sendiri, kami akan ikuti keputusan pusat,” kata Wibowo.

Hasil sementara dari pantauan laman Pilkada KPU, Kamis siang ini (16/2), jumlah suara memenangkan pasangan tunggal ketimbang kotak kosong. Data yang masuk masih 38 dari 629 TPS, atau baru 6,04 persen. Ini pun masih sebatas dari Distrik Abepura. Sementara data TPS dari empat distrik lain belum masuk (Heram, Jayapura Selatan, Jayapura Utara, dan Muara Tami).

Total jumlah pemilih sebanyak 308.775 orang. Tetapi angka ini melebihi jumlah penduduk Kota Jayapura, yakni 283.490 jiwa (BPS 2015).

Saat dikonfirmasi soal kejanggalan data DPT ini, Ketua KPU Provinsi Papua Adam Arisoi mengatakan "mungkin saja ada kekeliruan."

"Itu ada kesalahan penempatan orang pada TPS," katanya.

Anak Kelas 3 SD Ikut Diundang Memilih

Dari pantauan kemarin, tak banyak antusiasme dari masyarakat mendatangi sejumah TPS di Kota Jayapura. Dari pukul 8 hingga 10.30 pagi kemarin (15/2), sedikit pemilih yang datang ke sejumlah TPS.

Yang menarik perhatian justru di TPS 05 Hedam, Distrik Heram. Sekitar pukul 10.34 waktu setempat TPS tersebut dikagetkan oleh seorang bocah berusia 9 tahun, Vladmir D. H Rumainum, kelas 3 SD YPK Sion, yang datang dengan membawa surat undangan pencoblosan. Di kertas Daftar Pemilih Tetap tertulis ia lahir pada 30 September 1998, padahal Vladimir lahir pada 30 September 2007.

“Yang saya heran itu di undangan yang diantar pada tanggal 13 Februari lalu, ada nama Vladmir. Padahal kami sudah kasih nama-nama sesuai kartu keluarga. Harusnya ada nama bapaknya. Tapi bapaknya tidak ada nama. Tetapi ada nama anak saya yang berusia menjelang 10 tahun ini,” kata Jois, mama Vladmir.

Mama Vladimir tidak sempat protes karena surat undangan sudah ada dalam bentuk cetakan. Ia diminta untuk datang di hari pencoblosan.

“Jadi kami datang untuk coblos. Tapi saya tidak coblos. Saya pilih golput saja,” katanya.

Saat Vladmir menuju ke meja registrasi untuk mencoblos, Ketua Badan Pengawas Pemilu Papua Pegi Watimena, setelah mendapat laporan, mendatangi langsung TPS 05 Kelurahan Hedam untuk menemui Vladimir serta petugas TPS dan warga sekitar.

Corneles Yom, ketua Kelompok Penyelanggara Pemungutan Suara (KPPS) TPS 5 Distrik Heram mengatakan sudah konfirmasi dengan lurah dan Panwaslu distrik untuk memutuskan apakah Vladmir bisa mencoblos atau tidak.

Setelah Dionisius J. A. Deda dan Panwas Distrik tiba di TPS, mereka pun berkoordinasi dengan KPPS bersama Vladmir dan orangtuanya. Panwas Distrik Hedam, usai melakukan koordinasi dengan Lurah Hedam, KPPS dan orangtua Vladmir, menolak untuk diwawancarai.

“Saya masih sibuk. Nanti saja,” katanya sambil berlalu.

Para pemangku penyelenggara Pilkada akhirnya mengonfirmasi bahwa Vladmir tidak ikut mencoblos.

Infografik Pilkada Papua 2017

Humas Polda Papua: Pilkada di Papua Berjalan Aman

Kabid Humas Polda Papua Ahmad Kamal mengatakan, secara umum Pilkada serentak di 11 kabupaten/kota di Provinsi Papua “berjalan dengan lancar dan aman.”

Meski demikian, ia menyebutkan terjadi beberapa kendala dan temuan saat melakukan pencoblosan.

Di Kabupaten Jayapura, aparat mengamankan tiga orang yang diduga akan melakukan politik uang. Mereka diamankan bersama surat suara dan sejumlah uang, dan kasusnya masih didalami oleh panitia pengawas Pilkada.

Selain itu telah ditemukan granat peninggalan Perang Pasifik di dekat salah satu TPS di Sentani Kota. Ia segera ditangani oleh Brimob Polda Papua.

Di Kabupaten Puncak Jaya, Kamal menyebutkan pada malam Rabu kemarin, 14 Februari, sempat ada orang yang mau mencuri dua kotak suara di Distrik Gurage. Namun mereka segera ditangani oleh aparat kepolisian setempat.

Di kabupaten Tolikara, Papua, proses pencoblosan di di Kelurahan Karubaga tidak terlaksana karena petugas KPPS tidak hadir.

“Jadi sesuai dengan pertemuan tadi yang dipandu Kapolda Papua, Paulus Waterpauw, KPU Provinsi, KPUD Tolikara serta Bawaslu Kab. Tolikara yang dihadiri oleh tiga calon, sesuai dengan komunikasi yang dibangun, akhirnya disepakati bahwa Panwaslu dan KPU akan lakukan pemungutan besok jam 7 pagi,” kata Kamal, menyebut proses pemungutan suara di kelurahan tersebut digelar hari ini, Kamis (16/2).

Di Kabupaten Jayapura, dari data sementara yang dihimpun Rabu kemarin (15/2), pasangan calon nomor (paslon) 2 Mathius Awoitauw & Giri Wijayantoro mengungguli 4 kandidat lain, yakni paslon 1 Yanni & Zadrak Afasedanya; paslon 3 Godlief Ohee & Frans Gina; paslon 4 Siska Yoku & Marselino Waromi; dan paslon 5 Jansen Monim & Abdul Rahman Sulaiman.

Data sementara itu diperoleh dari 57 TPS di mana paslon 2 menang di 51 TPS, mendapatkan rata-rata lebih dari 100 suara di setiap TPS.

Jumlah pemilih di Kab. Jayapura sendiri ada 132.094 orang, dengan 19 distrik dan 348 TPS.

Rincian jumlah pemilih dan TPS di 9 kabupaten lain:

Sarmi: 26.672 DPT dan 104 TPS.

Kep. Yapen: 104.319 & 264.

Intan Jaya: 79.337 & 185.

Dogiyai: 122.128 & 292.

Nduga: 94.071 & 421.

Lanny Jaya: 113.366 & 400.

Tolikara: 216.261 & 582.

Puncak Jaya: 69.809 & 230.

Mappi: 69.809 & 230.

Total untuk 11 kabupaten/ kota di Provinsi Papua itu sebanyak 3.685 TPS dengan jumlah DPT sebesar 1.336.641 orang. Jumlah populasi Provinsi Papua sendiri sebanyak 3.149.375 jiwa (2015) dengan 29 kabupaten/kota.

Beberapa kabupaten seperti Intan Jaya, Nduga, Mappi, Dogiyai, Yapen, Lanny Jaya, dan Sarmi belum ada laporan hasil Pilkada hingga hari ini. KPU Provinsi sendiri menyatakan bahwa rekapitulasi suara baru akan dilakukan dua hari sesudah pencoblosan.

Dominggus Unggul Sementara di Pilgub Papua Barat

Hingga malam kemarin, Rabu (15/2), berdasarkan hitung cepat yang dirilis oleh Lembaga Survei Indonesia dan Jaringan Isu Publik (JIP), pasangan Dominggus Mandacan & Mohamad Lakatoni unggul sementara, yakni 54,31 persen. Ia menggungguli dua pesaingnya, Stepanus Malak & Ali Hindom (28,35 persen) dan Irene Manibuy & Abdullah Manaray (17,33 persen). Mandacan adalah mantan bupati Manokwari, sementara dua pesaingnya, Stepanus adalah Bupati Sorong, dan Irene Manibuy adalah wakil gubernur saat ini.

Peneliti LSI Komar Adrian mengatakan, hasil survei ini dari sampel di 5 dapil: Papua Barat 1 (Manokwari, Manokwari Selatan, Pegaf, dan Bintuni), Papua Barat 2 (Kota Sorong), Papua Barat 3 (Raja Ampat dan Kabupaten Sorong), Papua Barat 4 (Kab. Maybrat, Sorong Selatan, dan Tambrauw), dan Papua Barat 5 (Kaimana dan Fakfak).

Sementara dari pantauan laman Pilkada KPU, Kamis siang ini (16/2), pasangan nomor satu Dominggus-Lakatoni meraih 62,53 persen, dari data yang masuk 295 TPS atau baru 10,33 persen.

Jumlah pemilih di Papua Barat sebanyak 702.124 orang dari total penduduk 871.510 jiwa (2015) di 13 kabupaten/kota. Mereka tersebar di 2.857 TPS. Rinciannya:

Kota Sorong: 158.121 DPT dan 420 TPS.

Kab. Sorong: 85.899 dan 385.

Manokwari: 122.859 dan 400.

Fakfak: 52.089 dan 222.

Sorong Selatan: 39.183 dan 147.

Raja Ampat: 36.695 dan 141.

Teluk Bintuni: 45.465 dan 176.

Wondama: 24.210 dan 99.

Kaimana: 31.277 dan 151.

Tambrauw: 24.998 dan 217.

Maybrat: 12.914 dan 260.

Manokwari Selatan: 20.679 dan 73.

Pegunungan Arfak: 31.735 dan 166.

Kandidat Tunggal di Kota Sorong dan Kab. Tambrauw

Di Kota Sorong, hanya ada kandidat tunggal, yakni pasangan Lamberthus Jitmau & Pahima Iskandar yang diusung oleh 8 partai (Demokrat, Hanura, Gerindra, Golkar, Nasdem, PAN, PDIP, dan PKB). Semula ada tiga kandidat lain yang mencalonkan diri. Mereka adalah Aminadab Asmuruf & Arni Ternatani yang mengklaim didukung oleh Partai Demokrat dan Gerindra, Renold Yumame & Nurhaya Umar yang semula memegang rekomendasi PPP dan PAN tetapi bermasalah, dan Amos Watori & Nurjaha dari jalur independen tetapi gagal dalam proses verifikasi.

Dukungan mayoritas partai juga sama di Kabupaten Tambrauw. Calon tunggal Gabriel Asem & Mesak Metusala Yekwam diusung oleh 9 partai (Demokrat, Gerindra, Golkar, Hanura, Nasdem, PAN, PDIP, PKB, dan PKS). Semula ada pasangan Yohanis Yembra & Yohan Warijo yang hendak mencalonkan diri, tetapi mereka gagal karena sulit mencari dukungan partai.

Baca juga artikel terkait PILKADA SERENTAK 2017 atau tulisan lainnya dari Arnold Belau

tirto.id - Politik
Reporter: Arnold Belau
Penulis: Arnold Belau
Editor: Fahri Salam