tirto.id - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) masih mengumpulkan data-data untuk menganalisis pemicu banjir bandang di Masamba, Luwu Utara, Sulawesi Selatan.
"BNPB masih kumpulkan data-data di lapangan, apa pemicu banjir bandang di Masamba dan sekitarnya di Luwu Utara, Sulsel," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati dalam keterangan persnya, Rabu (16/7/2020).
Namun, BPBD Kabupaten Luwu Utara menyebutkan, salah satu pemicu banjir adalah hujan dengan intensitas tinggi selama dua hari terakhir. Debit air hujan mengakibatkan Sungai Masamba, Rongkang dan Sungai Rada meluap, sehingga terjadi banjir bandang.
Mengenai penanganan bencana di tengah pandemi COVID-19, dia mengatakan, Kabupaten Lutra termasuk wilayah dengan kategori risiko rendah atau berada pada zona kuning.
Berkaitan dengan hal itu, BNPB mengimbau pemerintah daerah untuk waspada dan cermat dalam prosedur penanganan warga terdampak banjir, khususnya di tengah pandemi COVID-19.
Banjir Bandang Masamba Terjadi Akibat Degradasi Lingkungan
Direktur Eksekutif Junal Celebes Mustam Arif yang juga aktivis lingkungan mengatakan dari perspektif lingkungan banjir bandang di Masamba Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan adalah bencana ekologis akibat degradasi lingkungan.
Mustam di Makasar pada Rabu (15/7/2020) mengatakan bencana banjir bandang di Masamba ini terjadi hampir sama di semua wilayah di Indonesia yang rentan, akibat perencanaan pembangunan tidak serius memperhitungkan daya dukung lingkungan.
Curah hujan yang tinggi itu adalah pemicu, lanjut dia, risiko alamiah dari perubahan iklim lantaran pemanasan global juga karena kerusakan lingkungan.
Curah hujan tinggi yang merupakan dampak anomali iklim ini memicu terjadi banjir bandang, karena hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Rongkong dengan berapa sungai di sub DAS Luwu Utara, terutama di Masamba dan sekitarnya tak mampu lagi menahan beban hidrologis di tanah yang tutupan hutannya yang sudah kritis.
Secara topografis, Luwu Utara, Luwu Timur, sebagian Toraja sampai ke wilayah Sulawesi Tengah merupakan perpaduan geologis wilayah dataran tinggi Verbeek dengan dataran-dataran rendah yang memiliki tanah subur. Karakteristik tanah subur adalah tanah yang umumnya gembur mestinya tetap direkat oleh tumbuhan atau pepohonan.
Tetapi ketika hutan dibuka untuk perkebunan/pertanian dan industri ekstraktif berupa tambang, akan merusak daya dukung ekologis kawasan tanah-tanah yang subur itu.
Menurut pimpinan lembaga yang fokus pada isu lingkungan ini, kondisi ini menciptakan kerentanan tinggi di wilayah-wilayah dataran rendah seperti di Masamba.
Masamba itu boleh dikata dikepung sungai. Di bagian selatan ada Sungai Rongkong yang besar, sementara tengah Kota Masamba sendiri berada di dataran rendah, serta kecamatan sekitarnya yang juga dilintasi beberapa sungai.
Kondisi ini membuat Masamba dan sekitarnya tergolong berada di areal yang rentan bencana banjir. Secara topografis, Masamba dan sekitarnya berada di titik terendah yang akan menjadi limpahan air ketika curah hujan melebihi batas ideal.
Saat wilayah ketinggian tidak mampu lagi menyimpan dan menahan air karena rusaknya daya dukung lingkungan, otomatis wilayah rendah akan menerima risiko. Itulah yang memicu banjir bandang di Lutra pada Senin (13/7) lalu.
Di wilayah hulu DAS Rongkong tampak kritis ketika dipantau dari satelit, akibat pembukaan lahan perkebunan dan pertanian. Ketika ini terus berlangung, ke depan ancaman bencana seperti ini, tidak tertutup kemungkinan akan kembali terjadi.
Kejadian di Masamba ini merupakan pembelajaran bagi wilayah-wilayah lain, khususnya di gugusan dataran tinggi dan dataran rendah di Luwu Raya bagian utara. Karena berada di satu wilayah, mempunyai karakterisik alam yang sama, dan potensi bencana yang sama.
"Kita masih ingat di tahun 2017 bencana longsor di Maliwowo, Kecamatan Angkona Luwu Timur. Perisitiwanya sama, curah hujan tinggi lalu tanah rentan di bukit tidak mampu menahan beban lalu terjadi longsor menimpa rumah warga satu dusun sepanjang jalan trans Sulawesi," kata Mustam, seperti dikutip Antara News.
Karena itu, lanjut dia, setelah bencana Masamba, Pemerintah Luwu Utara maupun Luwu Timur dan wilayah sekitar, mestinya kembali melihat tata ruang wilayah untuk memulihkan degradasi lingkungan dan kembali merevisi perencanaan pembangunan yang mengakomodasi perbaikan dan keberlanjutan daya dukung lingkungan dan mitigasi bencana.
Masyarakat yang berada di wilayah rentan, mestinya mempunyai daya adaptasi secara sosilogis dan rencana kedaruratan (kontigensi) agar bisa meminimalisir dampak ketika ada bencana.
"Ini harus serius, karena salah satu kekurangan kita sering menyadari ketika ada bencana. Tetapi kemudian akan mengabaikan lagi, setelah bencana berlalu," tandasnya.
Banjir Bandang Masamba Tewaskan 21 Orang hingga Rabu Sore
Banjir bandang Masamba ini, menurut catatn Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) BNPB, telah menewaskan 21 orang. Banjir menerjang enam kecamatan di Kabupaten Lutra, Sulsel pada Senin (13/7/2020) lalu. Data tersebut bersumber dari Basarnas per Rabu (15/7/2020) sore.
Selain korban jiwa, tim SAR gabungan masih mencari korban yang hilang. Para personel terus melakukan pencarian 2 orang yang dinyatakan dalam pencarian.
Dampak bencana teridentifikasi di enam kecamatan, yakni Kecamatan Masamba, Sabbang, Baebunta, Baebunta Selatan, Malangke dan Malangke Barat. Lebih dari seribu lima ratus warga berhasil diselamatkan oleh petugas di lapangan, sedangkan korban luka telah mendapatkan perawatan di beberapa rumah sakit.
Sementara itu, berdasarkan laporan BPBD setempat, sebanyak 156 KK (655 jiwa) mengungsi dan 4.202 KK (15.994 jiwa) terdampak.
Kerugian material tercatat 4.930 unit rumah terendam, 10 unit rumah hanyut, 213 unit rumah tertimbun pasir bercampur lumpur, 1 Kantor Koramil 1403-11 terendam air dan lumpur ketinggian 1 meter, jembatan antar desa terputus dan jalan lintas provinsi tertimbun lumpur setinggi 1 hingga 4 m.
BPBD Kabupaten Luwu Utara dan instansi terkait telah melakukan upaya penanganan darurat, seperti evakuasi dan pencarian korban, kaji cepat kebutuhan, penanganan penyintas dan operasional pos komando.
Di samping itu, alat berat berupa 4 unit eksavator dikerahkan untuk membersihkan lumpur di Kecamatan Masamba, dan 6 unit di Kecamatan Baebunta.
Kondisi terkini, PLN masih melakukan perbaikan jaringan listrik sejak pagi tadi (15/7). Selain itu, jalan lintas provinsi tertimbun material lumpur sehingga menutup akses menuju pos komando utama dan lokasi terdampak. Personel di lapangan harus memutar sejauh 10 km dalam mengakses lokasi terdampak.
Editor: Agung DH