Menuju konten utama

Pensiun Dini: Kesempatanmu untuk Jalani Tujuan Hidup Baru

Tak sedikit pekerja muda yang ingin pensiun dini karena mendambakan keseimbangan hidup. Mindset seperti apa yang perlu kamu bangun untuk mencapainya?

Pensiun Dini: Kesempatanmu untuk Jalani Tujuan Hidup Baru
Header diajeng Tren Pensiun Dini. tirto.id/Quita

tirto.id - Pada 2014, aktris Cameron Diaz memutuskan pensiun dari dunia akting. Usianya saat itu baru 42 tahun. Menurut Cameron, ia ingin mengambil alih kendali atas hidupnya kembali.

Dalam wawancara dengan Goop, ia berkata, “Bekerja di level ini terasa amat intens. Saat membuat film, selama berbulan-bulan saya tak punya waktu untuk hal lain. Saya menyadari telah kehilangan banyak hal. Banyak yang perlu saya rapikan dan hubungan yang perlu saya perbaiki.”

Walaupun kelak Cameron kembali syuting untuk film Back in Action pada 2022, ia sadar bahwa keputusan pensiun memang yang terbaik. Terutama karena sekarang ia punya anak balita yang perlu diperhatikan.

Tidak semua orang mau, atau bisa, pensiun pada usia 40-an seperti Cameron. Faktanya, beberapa penelitian menunjukkan semakin banyak yang kini mendambakan untuk pensiun dini, terutama dari kalangan muda.

Riset dari perusahaan manajemen investasi AS Vanguard pada 2020 menemukan bahwa 67 persen Gen Z dan 61 angkatan Milenial yang berusia kurang dari 40 tahun berharap dapat pensiun sebelum usia 65, sementara 31 persen Gen Z dan 22 persen Milenial berencana pensiun sebelum usia 60.

Apa sebenarnya yang mendorong generasi muda untuk pensiun lebih cepat?

Menurut resume and career strategist Julia Toothacre di situs Resume Builder, Gen Z dan Milenial cenderung lebih fokus pada keseimbangan hidup.

Nilai-nilai generasi Milenial mereka telah bergeser. Sebelumnya, mereka mengejar karier dan kenaikan jabatan. Kini, mereka lebih fokus pada keluarga dan ingin punya cukup waktu untuk menikmati hidup. Sedangkan bagi Gen Z, kebutuhan akan keseimbangan hidup justru muncul lebih awal lagi sehingga mereka juga menginginkan pensiun di usia yang lebih muda.

Seiring itu, pensiun dini juga dilakukan oleh generasi yang lebih tua di berbagai negara.

Data Australian Bureau of Statistics menunjukkan, rata-rata usia pensiun pada 2018-2019 adalah 55,4 tahun. Sementara riset Canada Life memperlihatkan 43 persen orang berusia 55-66 tahun di Inggris Raya telah pensiun dini pada awal masa pandemi.

Menurut Dr. Miwa Patnani, M.Si., Psikolog, dosen Fakultas Psikologi Universitas YARSI, ada beberapa faktor utama yang mendorong seseorang pensiun dini, seperti kesehatan, pengaruh lingkungan sosial (misalnya bila lingkungan terdekat berpendapat pekerjaan kita tidak layak dipertahankan), dan faktor personal seperti kebutuhan untuk mencari tantangan dan suasana baru.

Kesehatan fisik dan mental adalah salah satu hal yang sering dikorbankan dalam kesibukan bekerja. Apalagi, tekanan dunia kerja modern tak sekadar menuntut produktivitas namun juga kecepatan tinggi.

diajeng Tren Pensiun Dini

Ilustrasi diajeng Tren Pensiun Dini. (FOTO/iStockphoto)

Dalam komunitas “NewRetirement” yang berbasis di San Francisco, California, topik kesehatan dan pensiun dini pernah ramai dibahas. Sebagian orang mengambil pensiun dini karena mengkhawatirkan kesehatan sendiri. Sebagian lagi karena tergugah setelah melihat pengalaman keluarga atau kerabat dekat.

“Ayahku meninggal dunia pada usia 39 karena sakit jantung. Karena itu, aku memutuskan pensiun dini pada umur 54. Hidup ini lebih dari sekadar bekerja dan aku kini sangat menikmatinya,” kata Tom, anggota yang aktif di dalam grup Facebook "NewRetirement".

Anggota lain bernama Brett berkomentar, “Andai aku tak pensiun pada usia 54, stres dan frustrasi akibat beban kerja pasti sudah akan membunuhku.”

Selain faktor kesehatan, banyak orang pensiun dini untuk memperoleh kebebasan dan mengambil kendali penuh atas waktu mereka.

Ada istilah FIRE (Financial Independence, Retire Early), yakni gerakan menabung dan berinvestasi secara agresif semasa muda demi meraih kebebasan finansial dan bisa pensiun dini secepat mungkin.

Mungkin kamu familiar dengan satu pengikutnya: Raditya Dika. Penulis, komika, dan content creator ini berencana pensiun sebelum usia 40.

Namun, bagi Dika, pensiun bukan berarti berhenti berkarya. Pada dasarnya, Dika hanya enggan menggantungkan diri pada pekerjaan untuk menghasilkan uang. Jadi, bila kelak tak ada yang mau menontonnya tampil di panggung, ia masih dapat hidup layak dari pendapatan pasif yang dihasilkan oleh aset-asetnya.

Sebaliknya, banyak orang yang ingin memanfaatkan masa pensiun untuk melakukan hal yang berbeda dari pekerjaannya atau yang dulu tak sempat dilakukan.

Salah satu anggota “NewRetirement”, Michelle, berkata, “Aku pensiun dini karena ada seribu hal lain yang ingin saya kerjakan. Sekarang saya aktif berenang, berlayar, bersepeda, traveling, dan main pickleball.”

Keluarga juga menjadi faktor penting yang bisa mendorong orang pensiun dini. Mereka ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama pasangan, anak atau orang tua yang semakin sepuh.

Salah satunya adalah advokat gerakan slow living Ukke Kosasih. Ia memutuskan pensiun dari pekerjaan 9 to 5 saat usianya baru 43 tahun.

Dalam wawancara untuk talkshow Kick Andy, Ukke bercerita dahulu ia sibuk bekerja dari pagi hingga malam. Baginya, sibuk sama dengan sukses.

Putri tunggal Ukke—yang saat itu masih SD—protes, “Sebenarnya Ibu bekerja demi aku atau untuk Ibu sendiri? Aku kan butuh Ibu!” Kalimat tersebut menggugah Ukke. Mengapa ia mati-matian bekerja untuk memenuhi kebutuhan putrinya tapi malah kehilangan momen berharga ketika anaknya tumbuh?

Ukke akhirnya memutuskan untuk berhenti dari kerja kantoran, meski sesekali masih mengambil proyek yang jadwalnya lebih fleksibel.

Tren pensiun dini dan pergeseran prioritas ini menunjukkan kesadaran akan pentingnya kesejahteraan holistik dan hidup yang lebih kaya dari sekadar kepemilikan materi.

diajeng Tren Pensiun Dini

Ilustrasi diajeng Tren Pensiun Dini. (FOTO/iStockphoto)

Apa pun alasannya, pensiun dini memerlukan persiapan matang—bukan hanya persiapan finansial, tapi juga mental.

Psikolog Miwa Patnani menekankan pentingnya mempersiapkan aktivitas yang akan dikerjakan semasa pensiun. Tanpa tujuan yang jelas, orang bisa kehilangan arah, demotivasi, dan merasa tak berguna.

Persiapan ini dilakukan oleh Arya yang pensiun dini saat berusia 53. Ia pensiun dari perusahaan swasta pada 2020, namun sejak 2016 sudah berencana untuk menghabiskan masa pensiun di Yogyakarta dan membangun penginapan.

Ia jatuh hati pada kota pelajar ini karena sering mengunjungi anak yang kuliah di sana. Pada 2017 Arya membeli tanah, lalu setahap demi setahap membangun rumah impiannya.

Kini Arya dan istrinya mengelola Omah Kepel, bed and breakfast di kawasan utara Yogyakarta. Arya mengaku tak pernah kangen pergi ke kantor. Dulu ia mengerjakan hal yang sama selama puluhan tahun. Kini ia menjalani hidup yang berbeda dan belajar hal baru setiap hari sehingga membuatnya bersemangat.

“Pensiun dini berarti kita sudah selesai dengan kehidupan sebelumnya. Kita yang dahulu sudah ‘mati’. Kini kita punya kesempatan untuk hidup lagi dengan tujuan yang baru. Jika kita sudah menyiapkan pola pikir ini sebelum pensiun dini, maka kita bisa menjalani hidup yang baru dengan mindful. Kita akan hidup here and now dan tidak menyesali kehidupan lama yang sudah berlalu,” urai Arya.

Kamu setuju dengan Arya?

Baca juga artikel terkait LYFE atau tulisan lainnya dari Eyi Puspita

tirto.id - Diajeng
Kontributor: Eyi Puspita
Penulis: Eyi Puspita
Editor: Lilin Rosa Santi & Sekar Kinasih