tirto.id - Pengurus Nesar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyampaikan apresiasi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena mau menata ulang kebijakan sekolah seharian delapan jam sehari lima hari sepekan atau yang dikenal dengan full day school.
"Kami berterima kasih kepada Bapak Jokowi dan Pak JK yang aspiratif terhadap sikap penolakan masyarakat terhadap rencana pemberlakuan full day school," kata Ketua PBNU Sulton Fatoni kepada Antara, Senin (19/6/2017).
Menurut Sulton, sikap aspiratif itu sebagai wujud keberpihakan Presiden Jokowi terhadap tradisi dan budaya pendidikan di Indonesia. Ia bahkan mengaku para kiai pengelola pondok pesantren tentu bersuka cita mengetahui sikap Presiden tersebut.
Sulton menegaskan bahwa kebijakan sekolah seharian itu membawa kerentanan pada pondok pesantren dan madrasah diniyah karena akan mengalami ketidakpastian jika kebijakan sekolah lima hari diterapkan.
"Kami yang menaungi pondok pesantren dan madrasah diniyah merasa dilindungi Presiden dari ancaman perusakan dari internal sendiri," kata dia.
Sulton juga meminta NU untuk dilibatkan apabila nantinya ada penggodokan peraturan presiden soal sekolah lima hari, sebagai pengganti peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).
Ia mengatakan bahwa jangan sampai mengabaikan budaya sendiri dalam membuat peraturan. Keberadaan pondok pesantren dan madrasah diniyah, kata dia, adalah fakta sejarah yang telah berkontribusi membangun peradaban Indonesia.
"Kita harus melihat bahwa pondok pesantren dan madrasah diniyah itu kekayaan kita yang telah melahirkan generasi berkarakter kuat. Tak bisa dipungkiri," tutur dosen Universitas Nahdlatul Ulama Jakarta tersebut.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo akan menata ulang rencana kebijakan lima hari delapan jam di sekolah yang digagas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
“Presiden akan melakukan penataan ulang terhadap aturan itu dan juga akan meningkatkan regulasinya dari yang semula Peraturan Menteri (Permen), mungkin akan ditingkatkan menjadi Peraturan Presiden (Perpres),” kata Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) K.H. Ma’ruf Amin usai diterima Presiden Jokowi, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (19/6/2017) siang.
Penataan ulang terhadap aturan kegiatan belajar mengajar lima hari itu, lanjut Ma’ruf, nantinya akan melibatkan sejumlah menteri terkait dan juga masyarakat, sehingga apa yang diinginkan oleh masyarakat dapat dituangkan dalam aturan yang akan dibuat itu.
Dalam penataan itu, menurut Ketua Umum MUI, selain akan melibatkan menteri-menteri terkait seperti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Agama (Menag), mungkin juga ada kaitannya dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
“Juga akan melibatkan nanti ormas-ormas Islam termasuk melibatkan MUI, NU, Muhammadiyah, dan ormas-ormas yang lain,” sambung Ma’ruf.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto