Menuju konten utama

PBB: Genosida Rohingya Harus Diputus Akar Kekerasannya

Sekjen PBB Antonio Guterres mendesak genosida terhadap komunitas muslim Rohingya oleh tentara myanmar harus memutus akar kekerasannya.

PBB: Genosida Rohingya Harus Diputus Akar Kekerasannya
Pengungsi Rohingya baru menunggu memasuki kamp pengungsi sementara Kutupalang, di Cox Bazar Bangladesh, Rabu (30/8). ANTARA FOTO/REUTERS/Mohammad Ponir Hossain.

tirto.id - Sekjen PBB Antonio Guterres mengutuk genosida terhadap komunitas muslim Rohingya yang mengakibatkan tewasnya ratusan orang dan ribuan lainnya mengungsi dari Myanmar barat. Ia mendesak bencana kemanusiaan yang dilakukan oleh tentara Myanmar ini segera dihentikan dengan memutus akar diskriminasi di wilayah Rakhine yang memunculkan bibit radikalisasi.

"Sekretaris Jenderal sangat prihatin dengan laporan selama operasi keamanan oleh tentara Myanmar di Negara Bagian Rakhine. Ia mendesak agar pihak Myanmar dapat menahan diri dan bersikap tenang untuk menghindari bencana kemanusiaan," kata seorang juru bicara PBB, seperti dikutip dari AFP.

Guterres mengingatkan bahwa adalah tanggung jawab pemerintah untuk memberikan keamanan dan membiarkan lembaga bantuan internasional menjangkau korban yang membutuhkan.

Menanggapi pesan Sekjen PBB, salah satu aktivis HAM PBB telah menyatakan kekhawatirannya atas situasi yang memburuk di Negara Rakhine, Myanmar. Aksi kekerasan tentara Myanmar ini tidak hanya mempengaruhi populasi Rakhine dan Muslim, tetapi juga komunitas lainnya. Puluhan ribu Muslim Rohingya sekarang dilaporkan melarikan diri ke Bangladesh.

"Situasi kemanusiaan memburuk dengan cepat dan saya khawatir ribuan orang semakin berisiko mengalami pelanggaran berat hak asasi mereka," kata pelapor khusus PBB mengenai situasi hak asasi manusia di Myanmar, Yanghee Lee, dalam rilis Jumat (1/9/2017).

"Siklus kekerasan yang memburuk ini sangat memprihatinkan dan harus segera dihentikan,” tegas Yanghee.

Yanghee mengatakan penderitaan Rohingya sangat memprihatinkan sementara komunitas Muslim dunia merayakan Idul Adha pada 1 September namun komunitas muslim Rohingya justru menghadapi situasi genting.

Data terakhir dari sumber PBB menunjukkan lebih dari 27.000 orang telah menyeberang ke Bangladesh di daerah sekitar Cox's Bazar, sementara 20.000 lainnya masih terdampar di antara kedua negara. Jumlah ini disinyalir akan terus bertambah bila konflik kekerasan tak juga selesai.

Yanghee mengatakan krisis kemanusiaan di Rakhine ini akan berulang jika tidak memutus akar penyebab diskriminasi di wilayah ini yang memicu munculnya kelompok ekstremis.

"Saya prihatin bahwa kejadian ini akan menggagalkan upaya untuk mengatasi akar penyebab diskriminasi sistematis dan kekerasan berulang di Negara Rakhine," kata Yanghee.

"Jika masalah hak asasi manusia tidak ditangani dengan benar, dan jika orang tetap terpinggirkan secara politik dan ekonomi, maka Rakhine utara dapat memberikan lahan subur untuk radikalisasi, dengan orang-orang menjadi semakin rentan terhadap perekrutan oleh ekstremis," ujar Yanghee Lee.

"Kekhawatiran ini diajukan oleh Komisi Penasehat dan saya membagikan hal ini sepenuhnya,” tambahnya.

"Saya bersedih menerima laporan mengenai pihak berwenang membantu Rakhine dan komunitas lainnya yang tinggal di kota-kota yang terkena dampak dievakuasi ke lokasi yang lebih aman, bantuan ini tidak diberikan kepada Muslim Rohingya," kata Yanghee.

Ia mengingatkan otoritas kewajiban hak asasi manusia mereka untuk memberikan perlindungan yang setara pada semua komunitas, baik dari serangan oleh ekstremis atau tindakan berlebihan dari aparat keamanan.

"Saya meminta Pemerintah untuk segera memberikan bantuan segera kepada semua masyarakat yang terkena dampak di Negara Bagian Rakhine, dan memberikan akses yang tidak terbatas kepada PBB untuk memberikan bantuan kemanusiaan, termasuk untuk menangani masalah perlindungan, dan untuk memantau situasi,” ujarnya.

Pernyataan ini telah disahkan oleh Pelapor Khusus PBB untuk kebebasan beragama atau berkeyakinan, Ahmed Shaheed, dan Pelapor Khusus untuk masalah minoritas, Fernand de Varennes.

Kantor kepala militer Myanmar pada hari Jumat memberi korban tewas yang diperbarui, membuat sketsa rincian pemberontakan yang meningkat dengan tajam. "Sampai 30 Agustus, sejumlah besar teroris melakukan serangkaian serangan terhadap pasukan keamanan. Dalam serangan tersebut, 370 mayat teroris ditemukan dan sembilan lainnya tertangkap hidup-hidup," sebuah pernyataan mereka yang dimuat di Facebook.

Lima belas pasukan keamanan dan 14 warga sipil juga tewas dalam delapan hari pertempuran, tambahnya.

Baca juga: Erdogan: Myanmar Melakukan Genosida Rohingya

Baca juga artikel terkait ROHINGYA atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri