Menuju konten utama

Panja Pemerintah Serahkan Alternatif Definisi RUU PKS ke DPR

Panja Pemerintah menyerahkan alternatif definisi RUU PKS kepada Komisi VIII DPR hari ini, salah satunya tentang alternatif dari Draf RUU milik DPR.

Panja Pemerintah Serahkan Alternatif Definisi RUU PKS ke DPR
Aktivis dari Aliansi Gerakan Peduli Perempuan melakukan aksi bungkam tolak Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) di kawasan Hari Bebas Kendaraan, Dago, Bandung, Jawa Barat, Minggu (7/7/2019). ANTARA FOTO/Novrian Arbi/hp.

tirto.id - Panitia Kerja (Panja) Pemerintah menyerahkan alternatif dari definisi Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) ke Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Vennetia Danes mengatakan, alternatif tersebut merupakan tambahan dari Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang telah diserahkan pihaknya pada Juni 2017.

Vennetia menyampaikan, definisi yang disampaikan pada hari ini, Kamis (18/7/2019) tersebut merupakan alternatif dari Draf RUU milik DPR, termasuk tentang jenis tindak kekerasan seksual. Dalam DIM sebelumnya, pemerintah hanya memiliki 4 bentuk tindak pidana kekerasan seksual, sedangkan milik DPR, tertulis 9 bentuk tindak pidana kekerasan seksual.

"Nantinya itu kita masukkan DIM, tapi ini, kan, belum pasti, karena ide-ide perdebatan definisi maupun jenis begitu lama dan tidak menemukan titik temu. Jadi kami mengambil posisi mencari alternatif dalam bentuk definisi dari kekerasan ini dijadikan sebagai delik-delik terkualifikasi," ungkap Vennetia kepada Tirto di Ruang Rapat Komisi VIII DPR RI, Jakarta, Kamis (18/7/2019).

Dalam alternatif yang diserahkan oleh Panja Pemerintah tersebut, pihaknya tidak menuliskan definisi secara letterlijk atau secara harafiah, tapi langsung kepada unsur-unsur delik. Cara itu, kata Vennetia, merupakan strategi agar tak menemukan kerancuan dan mengakhiri pertentangan definisi.

"Jadi gini, [kita] tidak bilang pelecehan seksual adalah titik-titik, tapi langsung deliknya. Jadi yang muncul di pasal [begini], jadi setiap orang melakukan tindakan fisik atau non fisik kepada orang lain, berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait hasrat seksual, mengakibatkan korban terintimidasi, direndahkan atau terhina atau dipermalukan, maka langsung [diganjar] dengan tindakan apa saja," tutur Vennetia.

Melalui cara ini, Vennetia yakin bahwa DPR dan Pemerintah bisa menuntaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual sebelum DPR periode 2014-2019 habis masa jabatannya.

Baca juga artikel terkait RUU PKS atau tulisan lainnya dari Widia Primastika

tirto.id - Politik
Reporter: Widia Primastika
Penulis: Widia Primastika
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno