tirto.id - Apalah arti sebuah merek?
Saat ini, seluruh bidang yang digeluti manusia nyaris tak bisa dipisahkan dari persoalan merek. CEO Amazon Jeff Bezos menyebut merek yang melekat pada sebuah institusi tak ubahnya reputasi yang menempel pada diri seseorang. “Anda hanya akan mendapatkannya setelah mencoba melakukan hal-hal sulit dengan baik,” katanya.
Pasal 1 Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menyebut: “Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.”
Jelas, dilihat dari definisi di atas, merek bukan sekadar nama, melainkan juga susunan warna, suara, serta entitas-entitas lain yang menunjang tersusunnya sebuah identitas. Dilansir dari Think Marketing Magazine, Apple, salah satu merek terkuat di dunia, tercatat lima kali mengubah desain logonya sebelum menjelma jadi perusahaan mapan yang disegani.
Logo pertama Apple menampilkan Isaac Newton duduk di bawah pohon apel, dibingkai sebaris puisi penyair romantik Inggris William Wordsworth: "Newton... akal yang selamanya berkelana di samudera pemikiran yang asing... sendirian." Lantaran Steve Jobs meyakini citraan demikian sudah ketinggalan zaman dan terlalu misterius, logo itu tidak bertahan lama. Pada 1976 Jobs meminta desainer grafis Rob Janoff untuk mendesain logo baru sehingga terciptalah logo apel tergigit (the bitten apple) yang monumental.
Ada banyak rumor dan spekulasi tentang karya Janoff. Sejumlah orang menyebut perubahan desain dari Newton ke apel lebih sesuai dengan nama perusahaan. Yang lain menduga apel melambangkan Alan Turing, bapak komputasi modern yang meregang nyawa akibat menggigit buah apel bersianida. Dan ada pula pendapat yang menyebut logo Apple terinspirasi—sekaligus mengingatkan orang-orang kepada—kisah Adam-Hawa yang terusir dari Surga.
Lepas dari tanggapan-tanggapan itu, “The Bitten Apple” versi Janoff, yang dibuat penuh warna dengan aksen pelangi, merepresentasikan keunggulan Apple sebagai komputer berwarna pertama di dunia.
Dalam artikelnya di Forbes, Jayson DeMers menyebut saat target pasar tumbuh tidak menarik, atau saat reputasi yang tengah dikembangkan malah dipertanyakan, atau ketika kompetitor baru memberi tekanan, hanya ada dua opsi: berpegang teguh pada standar merek lama yang membawa kekacauan, atau memperbarui citra institusi, lalu mulai membangunnya kembali.
Steve Jobs kembali ke Apple pada 1997 kala reputasi perusahaan yang didirikannya itu jatuh. Selain membentuk tim baru dan meminta mayoritas dewan direksi mengundurkan diri, hal penting yang dilakukan Steve Jobs adalah mengubah warna logo karya Janoff (yang sudah bertahan lebih dari dua dekade) menjadi monokrom.Menurut Jobs waktu itu: menempatkan logo berwarna pelangi di punggung layar komputer hanya akan membuat Apple tampak konyol dan kekanak-kanakan. Sejak saat itu Apple terus berinovasi hingga, seperti yang kita saksikan saat ini, buah apel pada punggung seluruh produknya menciptakan kesan mewah dan elegan, sejalan dengan citra perusahaan.
“Penting untuk menciptakan yang sederhana. Orang-orang tidak bisa mengingat sesuatu yang rumit,” kata Janoff saat dalam sebuah wawancara diminta membagikan kisahnya membuat logo Apple.
Sadar bahwa logo punya kedudukan penting bagi sebuah institusi, bulan ini Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menggelar Sayembara Logo DJKI dengan total hadiah 75 juta rupiah. Sayembara tersebut dibuat untuk mencari identitas baru yang mencerminkan DJKI sebagai bagian dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang fokus pada perlindungan Kekayaan Intelektual (KI).
Kekayaan Intelektual mencakup paten, merek, hak cipta (yang bersifat tak-bendawi atau intangible) maupun informasi, pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan, dan lain sebagainya (yang bersifat bendawi atau tangible). Hal-hal tersebut wajib dilindungi karena berkaitan dengan produk pemikiran manusia.
Selain untuk mempopulerkan Kekayaan Intelektual pada kalangan yang lebih luas—syarat peserta adalah WNI di atas 17 tahun (boleh individu maupun kelompok)—Sayembara Logo DJKI juga bisa dilihat sebagai panggilan negara kepada “Rob Janoff-Rob Janoff” baru untuk ambil bagian membentuk sejarah. Karenanya, pastikan Anda mengikuti kegiatan tersebut. Untuk informasi lebih lengkap sila kunjungi tautan berikut.
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis