Menuju konten utama

Panduan Perlindungan Anak PATBM saat Pandemi COVID-19 dari KPPPA

Panduan Perlindungan Anak di masa Pandemi Corona COVID-19 dari Kementerian PPPA.

Panduan Perlindungan Anak PATBM saat Pandemi COVID-19 dari KPPPA
Ilustrasi anak dan hukum. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (KPPPA) mengoptimalkan upaya perlindungan anak di masa pandemi COVID-19 yang diwujudkan melalui Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM).

PATBM merupakan gerakan dari kelompok atau jaringan warga pada tingkat masyarakat yang bekerja secara terkoordinasi demi terwujudnya upaya perlindungan anak.

Sejalan dengan amanat pada Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, maka anak berhak atas perlindungan hidup, tumbuh, dan berkembang.

Anak sebagai generasi penerus cita-cita bangsa wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang berdampak pada Hak Asasi Manusia (HAM).

Menurut UU RI Nomor 23 Tahun 2012 pasal 1, anak adalah seorang yang usianya belum menginjak 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

KPPA telah melakukan sejumlah upaya khususnya untuk melindungi anak di Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan oleh KPPPA adalah dengan memberikan informasi layak anak.

Upaya pemberian informasi layak anak, diwujudkan dengan adanya Telepon Sahabat Anak (TeSA 129) dan Pusat Informasi Sahabat Anak (PISA).

Namun perwujudan upaya tersebut tentunya belum cukup untuk mengoptimalkan perlindungan anak dari informasi yang tidak layak.

Upaya perlindungan anak yang lebih optimal oleh KPPPA kembali diuji pada masa pandemi COVID-19.

Apalagi hingga 5 Juli 2020, total kasus pasien terverifikasi COVID-19 bertambah sebanyak 1.607 kasus dengan total jumlah kasus kumulatif adalah 63.749.

“Diperlukan kebijakan yang mengatur informasi layak anak sebagai sarana panduan bagi pihak-pihak terkait, maka pengawasan dapat dilakukan oleh berbagai pihak. Fokus utama informasi layak anak adalah melakukan berbagai cara gagar anak-anak Indonesia dapat terlindung dari informasi yang tidak layak,” kata Asisten Deputi Pemenuhan Hak Sipil, Informasi, dan Partisipasi Anak KPPPA Lies Rosdianty.

KPPPA melakukan bentuk-bentuk perlindungan anak PATBM selama pandemi COVID-19 melalui pencegahan kekerasan terhadap anak serta tanggapan terhadap kekerasan anak.

Berikut penjelasannya:

  • Pencegahan kekerasan terhadap anak. Upaya ini dilakukan untuk:
  1. Perubahan norma atau pemahaman norma yang tidak menudukung, dengan cara menyosialisasikan norma-norma positif tentang antikekerasan.
  2. Terwujudnya relasi yang aman untuk mencegah kekerasan, dengan cara membangun sistem dukungan dan pengendalian tingkat komunitas maupun keluarga, demi mewujudkan pengasuhan.
  3. Adanya peningkatan pada keterampilan hidup dan ketahanan diri anak dalam mencegah kekerasan.
  • Tanggapan terhadap kekerasan anak
Upaya ini dilakukan demi adanya mekanisme yang efektif agar dapat mendetiksi, menolong, dan melindung anak-anak korban kekerasan. Sehingga, anak-anak korban kekerasan dan pelaku Anak dapat mencapai keadilan. Tujuannya:

  1. Kepekaan yang dimiliki masyarakat dalam mengetahui anak-anak korban kekerasan.
  2. Adanya layanan untuk penerimaan laporan yang mudah diakses sehingga dapat membatu anak korban agar segera mendapat pertolongan.
  3. Adanya jejaring kerja dengan berbagai lembaga layanan yang berkualitas dan mudah diakses sehingga korban maupun pelaku, dapat menangani anak dalam resiko kekerasan.

Pada saat pandemi COVID-19, terdapat tata perilaku yang boleh dilakukan saat bekerja dengan anak, yakni:

  1. Tekun dan sabar, berperilaku menyenangkan saaat bekerja dengan anak.
  2. Hormati dan hargai pandangan anak untuk yang terbaik bagi anak.
  3. Identitas Anak Dalam Pantauan (ADP), Pasien Anak Dalam Pengawasan (PADP) dan Anak Positif COVID-19.
  4. Identitas Anak Dalam Pantauan (ADP), Pasien Anak Dalam Pengawasan (PADP) dan Anak Positif COVID-19 harus dirahasiakan.
  5. Pada budaya lokal harus berpakaian, berkomunikasi, dan berperilaku sopan sesuai norma yang berlaku.
  6. Anak yang sedang ada pada pemulihan psikologis dan kebutuhan dasar lainnya mesti didukung.
  7. Martabat dan harga diri anak harus dihormati.
  8. Peka terhadap kebutuhan khusus bagi anak penyandang disabilitas.

Sementara untuk yang tidak boleh dilakukan:

  1. Tidak melakukan kekerasan, eksplotasi, penelantaran dan perlakuan salah lainnya.
  2. Tidak membiarkan anak dalam situasi rentan dieksploitasi.
  3. Sesuatu yang bermakna sarana seksual tidak boleh dianjurkan.
  4. Pendampingan pada anak tanpa pendamping lain, seperti keluarga atau orang tua di tempat dan kondisi apa pun.
  5. Memanfaatkan media apa pun untuk membagikan identitas anak berupa foto, ataupun video.

Baca juga artikel terkait PERLINDUNGAN ANAK atau tulisan lainnya dari Ega Krisnawati

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ega Krisnawati
Penulis: Ega Krisnawati
Editor: Dhita Koesno