tirto.id - Pejabat Palestina memulai sebuah proyek untuk mengubah sebuah istana kepresidenan menjadi sebuah perpustakaan nasional di dekat Kota Ramallah di Tepi Barat yang diduduki, demikian menteri kebudayaan menyebutkan pada Minggu (27/8/2017) waktu setempat.
Presiden Mahmoud Abbas dan pemerintahannya yang kekurangan uang menghadapi pertanyaan mengenai pembangunan istana senilai 17,5 juta dolar AS. Mulanya gedung itu ditujukan sebagai markas presiden dan lokasi untuk menerima pejabat asing.
Abbas sekarang telah memutuskan untuk mengubah kompleks seluas 4.700 meter persegi menjadi sebuah perpustakaan nasional Palestina, kata Menteri Kebudayaan Ehab Bessaiso seperti dilansir dari Arab News.
"Presiden yakin istana tersebut harus digunakan untuk kepentingan publik dengan mengubahnya menjadi sebuah perpustakaan nasional besar yang diawasi oleh dewan pengawas," kata Mohammed Shtayyeh, kepala Dewan Ekonomi Palestina untuk Pembangunan dan Rekonstruksi (PECDAR).
Pembangunan istana di desa Surda ini dimulai sekitar lima tahun yang lalu dan sebagian besar lengkap. Namun belum jelas berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat perpustakaan itu. Pembangunannya dibayar swadana oleh Kementerian Keuangan Palestina dan PECDAR, sebuah institusi yang menangani dana donor.
Sementara biaya pembangunan istana presiden masih menimbulkan pertanyaan, pejabat setempat sebelumnya juga mengatakan kepada harian Haaretz pada tahun 2015 bahwa fasilitas tersebut didanai oleh donor internasional dan perusahaan Palestina, bukan pembayar pajak.
Keputusan untuk terus maju dengan pembangunan istana ini terus dibuat meskipun ada keuangan Palestina sedang memburuk.
Selama tahun lalu, keuangan Palestina telah memburuk. Pada bulan Maret, pemerintah Palestina di Tepi Barat memberikan suara dalam sebuah anggaran darurat setelah negara-negara yang berjanji untuk menyumbang kepada orang-orang Palestina, mengingkari janji mereka.
Pembangunan istana juga terjadi di tengah spekulasi luas bahwa Abbas akan lengser secepatnya.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari