Menuju konten utama
Dampak Pandemi COVID-19

Nasib Pedagang Saat PSBB: Tetap Bayar Sewa Toko & Dirazia Satpol PP

Di tengah pandemi Corona, pedagang tetap harus membayar biaya sewa toko dan kerap dirazia Satpol PP DKI Jakarta.

Nasib Pedagang Saat PSBB: Tetap Bayar Sewa Toko & Dirazia Satpol PP
Petugas Satpol PP membubarkan aktivitas masyarakat di pusat pertokoan saat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka mencegah penyebaran COVID-19 di kawasan Glodok, Jakarta, Kamis (23/4/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nz

tirto.id - Pedagang pasar dan pemilik toko tengah dipusingkan oleh dampak pandemi COVID-19 pada aktivitas perekenomian. Penjualan sepi, omzet pun menurun drastis.

Nestapa mereka pun bertambah dengan biaya sewa toko yang terus berjalan tanpa pandang bulu. Mereka pun memilih untuk tetap berjualan untuk menambal biaya sewa toko.

Namun, saat para pedagang ini nekat berjualan, mereka harus berhadapan dengan aturan ketat penanganan pandemi seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta. Mereka terpaksa kucing-kucingan dengan Satpol PP untuk tetap berjualan.

Jumat (24/4/2020) lalu contohnya, Satpol PP Kecamatan Sawah Besar menutup toko-toko di luar 11 sektor yang dikecualikan dalam PSBB. Dilansir dari Antara, Satpol PP harus memberikan teguran pada 124 pemilik kios di Plaza Harco Mangga Dua dan 28 pemilik ruko di Komplek Harco Mangga Dua. Bahkan tiga ruko di Komplek Ruko 117, Pangeran Jayakarta, Jakarta Pusat terpaksa disegel karena sudah sempat diberi imbauan untuk tutup selama PSBB.

Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Sarman Simanjorang mengatakan kondisi yang dialami anggotanya cukup sulit. Akibat pandemi COVID-19, omzet mereka rata-rata turun 80 persen dari biasanya lantaran toko sepi bahkan harus ditutup. Hal ini umumnya menimpa pedagang non-pangan atau sembako seperti elektronik, tekstil, mainan sampai alat rumah tangga.

Untuk pedagang makanan-minuman yang masih dicari warga saja, omzet mereka sudah turun minimal 50 persen. Meski ada yang beli, jumlahnya juga turun signifikan karena sebagian masyarakat tak memiliki daya beli, lebih suka memesan makanan siap saji, dan menunggu bantuan sosial dari pemerintah.

Sarman pun sudah menyampaikan perlunya ada keringanan biaya sewa kios. Hanya saja permintaannya pada pengelola seperti PD Pasar Jaya kabarnya masih diproses. Ia pun memahami bila PD Pasar Jaya membutuhkan persetujuan dari gubernur hingga wali kota sebagai atasan mereka.

“Kami berharap lah pemda merespons permintaan dari pedagang pasar. Sekarang kan, ada pembatasan di pasar,” ucap Sarman saat dihubungi reporter Tirto, Sabtu (25/4/2020).

Reporter Tirto menghubungi Direktur Utama PD Pasar Jaya Arif Nasrudin untuk meminta tanggapan terkait keringanan bagi pedagang. Namun Arif belum merespons usai dihubungi via telepon maupun menjawab pesan melalui aplikasi WhatsApp.

Tak hanya PD Pasar Jaya, menurut Sarman keringanan biaya sewa toko juga perlu diberikan oleh mal atau pertokoan yang dikelola swasta seperti di Harco Mangga Dua ataupun di Harco Glodok.

“Kami minta tidak hanya pasar yang dikelola Pasar Jaya saja, tapi di pusat perbelanjaan swasta juga memberi dispensasi bagi para penyewa toko,” ucap Sarman.

Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budiharjo Iduansjah mengatakan keringanan biaya sewa ini cukup penting bagi nasib peritel. Ada atau tidaknya keringanan biaya sewa toko bakal berpengaruh pada kelancaran kas perusahaan yang makin menipis karena tiadanya penjualan.

Di Jakarta saja, menurut Budiharjo omzet peritel bisa turun sampai 95 persen akibat bencana banjir awal tahun 2020 disusul adanya pandemi Corona mulai Maret 2020.

Menurut perkiraan, toko sudah seharusnya bisa buka lagi pada Juni 2020. Ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tak akan terhindarkan bila peritel tidak lagi memiliki kekuatan untuk membuka tokonya.

Klaim Budi para peritel masih ingin mempertahankan karyawannya, meski saat ini sudah banyak yang terpaksa memotong gaji hingga 50 persen demi efisiensi keuangan.

“Tujuan keringanan ini biar tenant mampu mempertahankan karyawan, setelah Corona bisa langsung berusaha kembali. Kalau sampai tutup dan enggak ada karyawan, enggak ada kekuatan lagi untuk membuka [toko],” ucap Budi saat dihubungi reporter Tirto, Sabtu (25/4/2020).

Untungnya, Budi bilang sebagian peritel sudah ada yang menerima keringanan biaya sewa toko. Keringanannya pun menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah terkait sejumlah sektor yang wajib tutup selama penerapan PSBB.

Kendati demikian, masih ada peritel yang belum mendapat keringanan meski sudah mengajukan ke pengelola mal. Hippindo, kata Budi masih memperjuangkan itu termasuk meminta pemerintah memberikan insentif pada pusat perbelanjaan biaya listrik, pajak bangunan, hingga parkir agar keringanan bagi peritel bisa terealisasi.

“Sudah ada anggota meminta. Bagi yang belum mendapat masih ada,” ucap Budi.

Pemilik Mal Juga Merugi

Di tengah pandemi COVID-19 saat ini, kesulitan rupanya tidak hanya dialami para peritel atau penyewa toko, tetapi juga oleh pengelola mal.

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan mengatakan masalah keringanan biaya sewa itu sebenarnya bergantung pada kebijakan masing-masing pusat perbelanjaan.

Menurutnya. bila penyewa mau memberikan keringanan, mereka harus berunding dengan penyewa untuk menemukan win-win solution bagi kedua pihak.

Ia bilang para pemilik mal masih harus menanggung biaya listrik, keamanan, dan petugas kebersihan, bahkan biaya penyediaan kelengkapan pencegahan Corona seperti handsanitizer, disinfektan, sampai masker buat karyawannya.

Ia sendiri pun tak yakin ada insentif tambahan dari pemerintah seperti keringanan biaya listrik melalui PLN. Belum lagi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga masih dipungut dengan tarif seperti tahun lalu meski pemasukan mereka saat ini jauh menurun.

“Mereka pasti mengertilah. Jadi berunding saja, tapi mesti diingat tidak hanya retailer saja yang sulit, saya kira mal juga,” ucap Stefanus saat dihubungi reporter Tirto, Sabtu (25/4/2020).

Stefanus menilai keadaan tiap mal atau pusat perbelanjaan berbeda satu sama lain. Ia bilang mal yang dekat dengan permukiman tentu masih bisa bertahan, sementara mal di kawasan perkantoran tentu beda kondisinya.

Menurutnya tidak semua gerai sepi, seperti supermarket dan apotek menurutnya masih relatif stabil pemasukannya.

“Saya kira itu business to business ya. itu masing-masing perjanjian beda. Kondisi tiap daerah tiap toko beda. Enggak bisa pukul rata semua,” ucap Stefanus.

Baca juga artikel terkait DAMPAK CORONA atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Bayu Septianto