tirto.id - Malang betul nasib Nasoem Sulaiman alias Joker. Warga RT 11 Blok F Rumah Susun (Rusun) Pulogebang, Jakarta Timur, itu dikeroyok empat orang tak dikenal pada Minggu sore (24/9/2017) lalu.
Kejadian itu terjadi sekitar pukul 18.10 WIB, ketika Nasoem hendak pergi ke mushala yang berjarak 2 blok dari kediamannya. Akibat pengeroyokan itu, wajah Nasoem lebam dan bibirnya bengkak.
"Dipukul pertama kali itu langsung kena pelipis kirinya," kata Nur Afifah, istri Nasoem pada Senin (25/9/2017).
Nur sempat berupaya menghalangi empat pengeroyok suaminya. Namun, pukulan demi pukulan terus diarahkan ke bagian wajah dan tubuh Nasoem.
"Yang dari belakang itu nendang kena punggungnya suami saya," jelas Nur.
Setelah membuat Nasoem pingsan, empat orang tersebut segera kabur dari lokasi pengeroyokan. Beberapa menit kemudian, banyak warga mendatangi rumah Nasoem. Pada Minggu malam, Nasoem dilarikan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk menjalani visum dan rontgen.
"Alhamdulillah enggak kena bagian-bagian vital. Cuma muka memang memar dan ada pembekuan darah di bagian mata," kata Nur.
Sebelum kejadian, Sulastri, tetangga Nasoem yang memiliki kios di lantai dasar blok F, melihat beberapa orang tak dikenal menaiki tangga menuju lantai 3 rusun Pulogebang, lokasi kediaman Narsoem.
"Ramai bang, sekitar lima belasan orang ada," kata Sulastri.
Tiga puluh menit kemudian, kata Sulastri, belasan orang itu turun dari tangga tengah blok tersebut dengan bergegas. "Karena sepi pas Maghrib itu, jadi enggak ada yang tahu ada apa di atas," katanya.
Media Sosial yang Memanaskan Situasi
Sehari sebelum pengeroyokan itu, Sabtu malam (23/9/2017), wajah Nasoem viral di media sosial lantaran bersitegang dengan Jemaat KGPM Sidang Daniel yang mengadakan kebaktian di kediaman Boy dan Inggrid Palandeng, di lantai 3 blok F Rusun Pulogebang.
Dalam unggahan rekaman video itu, Nasoem terlihat berang dengan kampak dan gergaji besi di tangannya. Ia disebut-sebut ingin membubarkan kebaktian yang dihadiri oleh sejumlah anak-anak itu.
Masalah antara Nasoem dan Jemaat KGPM Daniel sebenarnya telah diselesaikan melalui jalan damai. Pada Sabtu sore, Polres Jakarta Timur memediasi Nasoem, Boy dan di hadapan Jaelani, ketua RT 11, serta beberapa warga lainnya.
Atas perbuatannya itu, Nasoem diminta menandatangani surat pernyataan di atas materai yang isinya berupa permohonan maaf dan komitmen tidak akan mengulangi kembali kelakuannya tersebut.
Keesokan harinya, surat pernyataan itu viral di media sosial. Beberapa komentar provokatif muncul dari warganet. Misalnya, Fan page akun Facebook Denny Siregar, yang memiliki ratusan ribu pengikut, ikut mengunggah surat pernyataan tersebut.
"Pria yang ngamuk sambil bawa kampak dan gergaji membubarkan ibadah, akhirnya ditangkap. Tapi kemudian dilepaskan karena dia "khilaf" katanya. Entah kenapa kok dilepaskan, sehingga tidak ada efek jera.. Pak Polisi, apa kabarnya?" Tulis Denny di fan page itu.
Tak lama usai surat itu tersebar di media sosial, nomor telepon Nasoem yang tercantum di surat pernyataan tersebut pun dihampiri sejumlah pesan ancaman.
"Akhirnya nomor teleponnya dibuang sama suami saya. 'Udah enggak usah dipakai lagi' katanya. Daripada nanti jadi kenapa-kepana juga kan mikirnya," kata Nur.
Warga Khawatir Kasus Nasoem Jadi Isu SARA
Jaelani, ketua RT 11, sadar bahwa masalah yang terjadi di rusunnya bisa menjadi isu yang sensitif di media sosial. Ia berharap berbagai pihak, terutama media, menahan diri untuk memberitakan kejadian di Blok F, Rusun Pulogebang, tersebut agar ketentraman antar umat beragama tetap terjaga di sana.
Pengeroyokan terhadap Nasoem juga membuat khawatir beberapa warga yang tinggal di Rusun Pulogebang, Jakarta Timur. Pasalnya, Nasoem merupakan tokoh masyarakat yang cukup populer di lingkungan rusun dan di Jakarta Timur.
“Tadi sore aja, ada yang menelepon saya dari mana-mana, katanya mau silaturahmi, mau jenguk, saya tanya berapa orang, dijawab empat puluh orang. Aduh. Saya bilang jangan. Takutnya nanti dikira pengerahan massa, gimana," kata Jaelani.
Hingga tulisan ini dibuat, berbagai pihak masih terus mencoba berdialog agar kejadian tersebut tidak merusak kohesi sosial di masyarakat.
"Jam delapan ini, di kantor pengelola (Unit Pengelola Rusun/UPRS) ada pertemuan FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama," kata Jaelani. "Jangan sampai lah ini jadi isu SARA, karena masalah kemarin itu sudah selesai."
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom