tirto.id - Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandiaga, Ahmad Muzani membantah bahwa acara Munajat 212 pada Kamis (21/2/2019) malam berbau politis. Ia berdalih acara itu hanya agenda biasa untuk mendoakan agar Indonesia lebih aman ke depan.
"Ya munajat tadi malam itu kan peristiwa di mana mereka berkumpul dan mendoakan negara dari bencana. Mendoakan pemimpin-pemimpin agar selalu dijaga dari fitnah, selalu dijaga dari wasangka, dan selalu dijaga dari upaya memecah belah kita," kata Ahmad saat ditemui di kompleks DPR RI Jakarta, Jumat (22/1/2019) siang.
Namun sebaliknya, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Ace Hasan Syadzily menyayangkan adanya nuansa kampanye dalam acara Munajat 212.
"Acara doa bersama tentu sangat positif walaupun nuansa politisnya sangat tak bisa dihindarkan karena memakai embel-embel angka itu. Namun, jika doa bersama itu ternyata dipergunakan sebagai momentum untuk menyampaikan pesan-pesan politik, itu berarti sudah keluar dari nawaitunya," kata Ace melalui keterangan tertulis, diterima Tirto, Jumat (22/2/2019).
Ahmad Muzani tak menampik dugaan tersebut. Namun ia mengatakan hal serupa mungkin terjadi di banyak tempat dan selama ini tak pernah terindikasi sebagai kampanye.
"Memang mendoakan bahwa ada seperti kampanye, mungkin. Tapi itu terjadi juga di event olahraga, namanya pertandingan sepakbola di Jalak Harupat, dihadiri oleh Ridwan Kamil, begitu RK datang, suporter mengatakan "Prabowo". Itu kan Ridwan Kamil," kata Ahmad.
"Itu olahraga sama dengan ini. RK kebetulan mendeklarasikan dirinya sebagai pendukung 01. Apa itu terindikasi kampanye? Itu beredar videonya. Ini munajat, berdoa kepada Allah, kemudian ada orang-orang yang kaya gitu, apa indikasi kampanye?" lanjutnya.Ahmad akan mempersilakan Bawaslu RI untuk memeriksa dan mengumumkan potensi pelaranggan kampanye jika memang ditemui."Ya memang bawaslu yang punya kewenangan mengingatkan apakah kegiatan tersebut salah jalur atau dalam jalur yang benar. Saya kira bawaslu akan memberikan respons terhadap masalah," ujar Ahmad.Penulis: Hendra Friana
Editor: Agung DH