tirto.id - "Selamat malam, Bandung. Wajahmu mirip perempuan cantik yang dirindukan lelaki manapun." (Romyan Fauzan, Malam yang Biru)
Sebelum bermain dalam sinetron "Preman Pensiun" (2015), Romyan "Uyan" Fauzan lebih dulu dikenal sebagai penyair dan fotografer. Sekira tahun 2010-2013, dalam upaya melakoni hidup sepenuhnya sebagai pelaku seni, Uyan kerap menghabiskan waktu di sekitaran Jalan Braga dan Asia-Afrika, Bandung. “Aku suka memotret Gedung De Vries di seberang Gedung Merdeka,” katanya.
Dilansir dari situs budaya.id, Gedung De Vries adalah toko serbaada pertama di Bandung. Salah seorang pemiliknya, Andreas de Vries—datang ke Bandung pada 1899—tercatat sebagai orang Eropa ke-1500 yang datang ke ibukota Priangan. Sebelum dimiliki Andreas, gedung dengan arsitektur Indis itu kerap dijadikan tempat kumpul dan bersenang-senang Societeit Concordia—nama kumpulan juragan perkebunan (Preangerplanter) dan kaum elite Kota Kembang.
“Sekali tempo di malam Minggu, pintu toko terkunci rapat tanpa penjaga. Vries sekeluarga pergi pesta. Besok paginya pintu toko didapati terbongkar kuncinya. Botol-botol minuman keras licin tandas dari etalage dan rak di gudang. Segepok uang melebihi harga minuman yang hilang, tergeletak di meja kasir. Siapa lagi pelakunya, kalau bukan para tuan kebon slebor yang jadi langganan De Vries. Begitulah kelakuan para Preangerplanter, haus dan gersang seperti cowboy turun ke salon,” papar Haryoto Kunto, dalam Semerbak Bunga di Bandung Raya (1986).
Sekarang, tak ada cowboy slebor di dalam maupun di depan Gedung De Vries. Cagar budaya yang kini dimiliki Bank OCBC NISP tersebut saban malam kerap disambangi orang-orang untuk diabadikan keindahannya.
“Arsitekturnya adalah komposisi yang menarik. Di malam hari, pantulan lampu kendaraan pada kaca-kaca bangunan tersebut membuat gedung itu terlihat semakin cantik,” terang Uyan.
Memotret bangunan cagar budaya atau suasana malam sekarang semakin mudah berkat kehadiran fitur ultra night mode pada Oppo F11. Dilengkapi kamera belakang ganda 48MP + 5MP serta kamera depan model rising camera 16MP, fitur tersebut memungkinkan pengguna mendapatkan gambar jernih berkualitas meskipun dalam kondisi minim cahaya.
Kendala yang biasa dihadapi pecinta kamera telepon pintar saat memotret suasana malam, salah satunya, adalah pendaran cahaya berlebih atau glare. Dengan F11, pendaran cahaya tersebut dapat diminimalisasi bahkan—jika dipotret dengan pengaturan yang tepat—mungkin berbalik menjadi objek foto yang menarik.
Selain De Vries juga Gedung Merdeka, hal lain yang bisa dijadikan objek foto menarik seputar Jalan Asia Afrika adalah lokasi wisata kuliner di Jalan Cikapundung Barat. Deretan gerobak kaki lima, juga kerlip cahaya dan lens flare yang ditimbulkannya, benar-benar menggoda untuk diabadikan lewat mata kamera. Sekali lagi, fitur ultra night mode pada Oppo F11 sungguh dapat diandalkan.
Tanpa aplikasi edit foto tambahan, kinerja kamera F11 sudah sangat memuaskan. Karenya, cukup dengan sekali jepret hasil foto sudah bisa diunggah dan dibagikan ke media sosial.
OPPO F11 memiliki RAM 6GB dan kapasitas penyimpanan internal 64GB yang dapat diperluas hingga 256 GB dengn mircoSD. Prosesornya adalah MediaTek Helio P70 CPU, sistem ColorOS 6 teranyar, serta dilengkapi teknologi Hyperboost yang mampu memaksimalkan mesin akselerasi perangkat. Adapun kapasitas baterainya, 4.020 mAh, dilengkapi dengan teknologi VOOC Flash Charge 3.0 yang sanggup mengisi penuh daya dalam waktu 80 menit.
“Semua spesifikasi di atas disesuaikan dengan kebutuhan dan gaya hidup anak muda sekarang,” kata Aryo Meidianto, PR Manager Oppo Indonesia.
Mengabadikan De Vries dan Kawasan Kuliner Cikapundung dengan F11, pernyataan Aryo juga Uyan—bahwa wajah Bandungmirip perempuan cantik yang dirindukan lelaki manapun—terasa relevan dan kontekstual.
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis