Menuju konten utama

Mewaspadai Risiko Agar Tak Terjebak Pinjaman Online Saat Lebaran

Ketua Harian AFPI, Kuseryansyah mengatakan ada beragam aspek yang perlu diperhatikan sebelum seseorang memutuskan untuk melakukan pinjaman online.

Mewaspadai Risiko Agar Tak Terjebak Pinjaman Online Saat Lebaran
Ilustrasi pinjaman online. FOTO/Istockphoto

tirto.id - Dianur Anita (26 tahun), bukan nama sebenarnya, mesti memutar otak agar bisa memenuhi kebutuhan saat hari raya Idul Fitri tahun ini. Sebab, gaji dan tunjangan hari raya (THR) yang ia terima tak cukup untuk membiayai berbagai kebutuhan saat lebaran.

"Beli kue, baju, bagi-bagi [uang] untuk sepupu. Nah, biasanya hari ke tiga selanjutnya suka agak berat," kata Dian kepada reporter Tirto, Jumat (17/5/2019).

Karyawan swasta salah satu perusahaan swasta di Jakarta ini berencana menutupi 'bolong' keuangannya dengan utang dari pinjaman online (fintech P2P lending). Dian mengatakan uang pinjaman tersebut akan digunakan sebagai uang cadangan.

"Buat pegangan saja saat Lebaran. Kan, durasi liburan di kampung lebih lama. Takutnya uang THR sama gaji kurang. Jadi bisa pakai itu [pinjaman online] dulu. Uangnya buat jaga-jaga sekitar Rp1,5 jutaan," ujarnya.

Dian mengaku sudah lima kali meminjam uang ke salah satu fintech p2p lending. Akses yang mudah dan persyaratan yang tidak ribet jadi alasan Dian memilih pinjaman online.

"Enggak sampai sehari, sih, beberapa jam, kok. Malah hanya 2 jam langsung cair, enggak ada potongan," kata dia.

Dian pun tak keberatan dengan bunga pinjaman online yang mencapai Rp250 ribu per bulan untuk biaya jasa pinjam uang senilai Rp1 juta.

"Kena bunganya enggak besar. Kalau sudah lewat sehari kena denda Rp10 ribu," jelasnya.

Dian hanya salah satu dari jutaan nasabah pinjaman online yang tercatat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hingga Maret 2019 saja, OJK mencatat jumlah nasabah pinjaman online mencapai 6.081.110 akun.

Nasabah pinjaman online paling banyak berasal dari Pulau Jawa dengan 5.056.078 akun. Sedangkan nasabah dari luar Pulau Jawa hanya 1.025.032 akun. Jumlah itu belum termasuk dari p2p lending yang tak terdaftar di OJK.

Pada periode yang sama, jumlah transaksi yang tercatat pun cukup tinggi dengan 19.756.696 kali transaksi. Transaksi didominasi nasabah dari Pulau Jawa sebanyak 14.527.743 kali transaksi.

Volume pinjaman yang telah disalurkan ke nasabah pun tak bisa diremehkan. Pada Februari 2019 saja, OJK mencatat jumlah pinjaman yang yang telah disalurkan pinjaman online mencapai Rp28,36 triliun.

Faktor Kegentingan dan Keamanan

Namun, pinjaman online tentu bukan sekadar urusan 'klik-klik' layar ponsel dan mendapatkan uang saja. Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kuseryansyah mengatakan ada beragam aspek yang perlu diperhatikan sebelum seseorang memilih pinjaman online.

Menurut Kus, faktor kegentingan atau urgensi harus menjadi pertimbangan. Ia mengatakan pinjaman yang dilakukan harus benar-benar untuk kebutuhan yang penting.

"Jangan dijadikan pola hidup, itu akan berat kalau peer to peer [untuk gaya hidup]. Utamakan pinjaman yang bersifat penting," kata Kuseryansyah.

Setelah yakin bahwa kebutuhan berutang sangat mendesak, kata Kus, tahap selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah keamanan. Kus mengimbau masyarakat memastikan terlebih dahulu aplikasi fintech yang dituju aman.

"Masyarakat seharusnya hanya menggunakan layanan yang sudah terdaftar di OJK," ujarnya.

Kus juga mengingatkan masyarakat yang akan meminjam untuk teliti. Pasalnya, ada fintech abal-abal yang mendompleng nama fintech resmi hanya dengan menyematkan spasi, tanda titik (.), tanda strip (-) dan spasi bawah (_).

"Hati-hati sama nama-nama fintech yang hampir mirip," tegasnya.

Kus mengatakan keberadaan fintech abal-abal memang cukup meresahkan baik bagi konsumen, maupun industri fintech nasional yang tengah tumbuh.

Sementara itu, financial planner yang juga CEO Rizkanna, Bareyn Mochaddin menjelaskan, pinjaman online merupakan pilihan terakhir jika masyarakat membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan Lebaran.

"Kita lihat dulu apa yang kita punya. Karena, kan, lihat bunga juga, kan, kalau yang pinjaman online bunganya kan 0,8 persen/hari," jelas dia kepada reporter Tirto, Senin (20/5/2019).

Bareyn menjelaskan, ia tidak merekomendasikan jika ada kebutuhan mendesak pinjam ke aplikasi online. Masyarakat tentu masih memiliki pilihan lain, seperti menggadai beberapa barang elektronik atau perhiasan yang hanya memiliki nilai bunga 0,75 persen/15 hari.

Ia mengingatkan, sebelum meminjam ke P2P Lending, sebaiknya masyarakat untuk melihat besaran bunganya. "Karena semakin tidak ada anggunannya, semakin besar bungannya," jelas dia.

Selain itu, kata dia, calon peminjam juga mesti pastikan uang yang dipinjam merupakan kebutuhan primer. Pasalnya selepas lebaran masih ada tagihan lain berupa biaya sekolah anak, cicilan rumah sampai kendaraan.

"Pastikan beli yang penting-penting saja," jelas dia.

Baca juga artikel terkait PINJAMAN ONLINE atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Gilang Ramadhan