Menuju konten utama

Menyambut Kematian Taylor Swift

Karena Taylor Swift terus berevolusi, setiap penggemar bisa memiliki Taylor versinya masing-masing.

Menyambut Kematian Taylor Swift
Konser Taylor Swift di MTV Video Music Award di Los Angeles, California. GETTY IMAGES/Christopher Polk

tirto.id - Ujung pekan ketiga Agustus, Taylor Swift jadi perbincangan di jagat Instagram. Semua foto lamanya dihapus. Diganti sebuah video singkat berisi ekor ular. Disusul dua video lain yang masing-masing diunggah selisih sehari. Ketiganya membentuk video ular hitam bersisik tajam. Taylor Swift adalah orang keenam yang punya pengikut paling banyak di Instagram. Tingkah itu tentu saja langsung jadi topik pembicaraan.

Baca juga: Para Perebut Hati Pengguna Instagram

Sehari kemudian, Taylor kembali mengunggah tiga foto baru. Rupanya ia hendak merilis sebuah album baru yang berjudul Reputation.

Di antara sembilan unggahan terbaru itu, hanya ada satu foto Taylor. Ia mendongak sambil menatap tajam arah kamera. Separuh mukanya ditutupi sentuhan grafis serupa koran yang menerawang, dengan bibir bergincu gelap. Rambut klimisnya terkesan basah, disisir ke belakang. Foto itu disetel hitam-putih dengan tulisan ‘Reputation’ di ujung kiri atas. Jenis hurufnya seperti yang sering tampil dalam album-album band metal.

Selain di Instagram, Taylor juga menghapus foto profilnya di Twitter dan Facebook. Aksi ini tak lain dan tak bukan adalah bagian dari strategi pemasarannya. Taylor seperti ingin menyatakan bahwa album terbarunya nanti adalah bagian dari keseriusannya membentuk reputasi baru.

Gonta-ganti reputasi begini bukan kali pertama dilakukan biduan berumur 27 tahun ini. Pada 2014, ia juga menegaskan perpindahan genre musiknya lewat album 1989. Secara tegas, ia melabeli album itu sebagai album Pop.

“Karena dengan album ini aku mengubah seluruh bunyi yang pernah kubuat sampai sekarang [...] Intinya, album ini adalah tantangan terhadap diri sendiri sebagai seniman,” katanya pada Vogue, 2014 silam.

Sebelumnya, Taylor dikenal sebagai “cewek pirang-keriting bergitar” yang membuat genre country kembali naik daun, bukan cuma di Amerika Serikat tapi juga secara global. Lewat album pertamanya yang dijuduli nama sendiri pada 2006, Taylor muda mulai mencuri perhatian kancah country. Album itu laris secara internasional, mendapat Platinum di Australia dan Kanada, Gold di Inggris, dan lima kali Platinum di Amerika Serikat.

Dua tahun kemudian, ia melebarkan pamornya lebih luas lagi lewat album Fearless. Dengan lagu andalan Love Story, album itu laris di Kanada, Jepang, Inggris, Irlandia, Singapura, Afrika Selatan, Rusia, Taiwan, Indonesia, Norwegia, Selandia Baru, Filipina, Malaysia, bahkan di Negara Arab di Teluk Persia. Nama Taylor masuk ke dalam jejeran musisi termahal.

Baca juga: Mereka yang Muda dan Kaya Raya

Kesuksesan itu makin terasa ketika pada 2008 ketika ia menang kategori Artis Baru Terbaik dan penyanyi country perempuan terbaik di ajang musik tertinggi di Amerika Serikat, The Academy Awards.

Kala itu, citra Country makin lekat pada Taylor. Ia bahkan dijuluki sebagai Ratu Country setelah berhasil menang video musik perempuan terbaik di MTV Music Awards 2009, mengalahkan Beyonce sekaligus jadi penyanyi country pertama yang menang dalam kategori itu.

Nama besar dan julukan megah itu berhasil dipertahankan Taylor sampai album selanjutnya: Speak Now dan Red. Namun, para pendengar mulai menyadari perubahan gaya musik sang Ratu Country. Sambasan gitar khas musik tradisional Amerika itu sudah mulai berkurang. Musik elektrik dan hentakan khas pop lebih kental. Rolling Stones mencatat "Back To December" (2010) dan "We Are Never Ever Getting Back Together" (2012) sebagai contoh perubahan gaya musik itu betul-betul terasa.

Kejayaan di musik country rupanya tak membuat Taylor cepat puas. Kesuksesan luar biasa itu rela diakhirinya demi ambisi baru. Kini ia ingin dikenal sebagai penyanyi pop. Album 1989 jadi bukti keseriusan itu. Hasilnya? Dewi Fortuna masih bersama Taylor. Ia ditahbiskan sebagai Ratu Pop baru sejak kesuksesan 1989, yang menjadi album terbaik pada helatan Grammy 2016. Kemenangan itu juga menambatkan Taylor sebagai satu-satunya perempuan dalam sejarah yang pernah dua kali memenangi kategori itu.

Keputusan Taylor merombak reputasi sebenarnya bukan tak berisiko. Tak semua pekerja seni seberuntung dirinya.

Contohnya Eddie Vadder. Ia lebih dulu populer sebagai vokalis band grunge Pearl Jam. Ia kemudian ganti haluan musik di album solo keduanya. Lewat "More Than You Know" yang diiringi okulele, Vedder berubah lebih santai dengan genre akustik. Penggemar tak senang, dan nama Vedder sebagai solois tak secerah kecemerlangannya saat bersama Pearl Jam.

Di dunia musik, perombakan citra ini sebenarnya hal biasa. Bob Dylan, dewa folk Amerika mengejutkan penggemarnya ketika mengeluarkan album Bring It All Back Home, pada Maret 1965, yang separuh isinya dialiri musik elektrik. Satu dekade sebelum tenar dengan tembang disko legendaris “Staying Alive”, Gibb bersaudara ternyata lebih sering tampil dengan lagu-lagu genre pop psikedelik. Katy Perry yang pernah merajai puncak Billboard dengan lima lagunya dalam album yang sama (Teenage Dream), rupanya dulu adalah penyanyi rohani. Sementara itu, biduan balada-pop era 80-an, Michael Bolton, memulai karier musiknya sebagai vokalis band Rock, Blackjack.

Baca juga: Dua Nada Kemenangan Bob Dylan Meraih Nobel

Tapi yang dilakukan Taylor Swift sedikit berbeda. Nama-nama di atas merombak citranya sebelum mereka sungguh-sungguh meledak sebagai musisi internasional, tentu saja kecuali Bob Dylan. Taylor melakukan hal sebaliknya. Ia mirip dengan Dylan, mengganti citra di tengah kejayaan. Cuma sedikit cerita sukses yang hadir dari kasus demikian.

Misalnya David Bowie. Tak ada yang pernah segila Bowie soal gonta-ganti genre musik, dan tetap keren. Album-album awalnya bergenre hippie-folk dan psychedelia. Selanjutnya, ia muncul dengan genre glam-rock dan “plastic-soul”. Kemudian, membuat album Krautrock, dan ditutup dengan avant-jazz pada 2016, lalu pergi selamanya meninggalkan nama baik.

Baca juga: David Bowie Sukses Boyong Lima Piala Grammy 2017

infografik selebritas merombak imej

Nama lain, selain Taylor Swift yang berusaha coba menjejaki nasib Bowie adalah Miley Cyrus dan Lady Gaga.

Miley Cyrus tampil dengan rambut cepak dan tampil telanjang dalam video musik "Wrecking Ball" untuk album Bangerz 2013. Citra ‘nakal’ itu dirombak habis-habisan jadi lebih country dalam lagu Malibu yang dirilisnya tahun ini. Gaga juga punya citra serupa. Tampilan eksentriknya berubah makin kalem hari ini.

Reputasi baru Taylor sendiri masih belum jelas berganti bentuk macam apa. Mungkin perubahan itu baru benar-benar terlihat ketika Reputation dirilis 10 November nanti. Tapi setidaknya dalam "Look What You Made Me Do," lagu pertama yang jadi teaser dari album itu, Taylor meninggalkan sedikit petunjuk. Katanya dalam sebait lirik lagu itu:

“Maaf, Taylor yang lama tak bisa menerima telepon saat ini. Kenapa? Oh, karena dia sudah mati!”

Baca juga artikel terkait PENYANYI atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Musik
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Maulida Sri Handayani