tirto.id - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono angkat bicara soal janji Sandiaga Uno yang akan menggratiskan tol yang sudah lama dibangun bila terpilih sebagai cawpres di Pilpres 2019. Basuki mengatakan, hal itu bisa saja dilakukan, namun dengan sejumlah pertimbangan yang cukup matang sebelum keputusan diambil.
“Misalnya pertimbangan besar investasinya, besar [biaya] pemeliharaannya, serta rumitnya teknologi yang digunakan untuk pemeliharaan. Banyak sekali. Jadi ini tidak sekadar [keputusan] politik, ada keadilan sosialnya juga,” kata Basuki kepada reporter Tirto di Jakarta International Expo, Kemayoran, Rabu (31/10/2018).
Pernyataan Sandiaga untuk menggratiskan tol itu sebagai respons saat ditanya media soal kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menggratiskan jembatan Suramadu pada Sabtu (27/10/2018) lalu. Sandiaga bahkan mendorong agar kebijakan serupa diterapkan di tol lain.
Karena itu, Sandiaga berjanji apabila dirinya terpilih pada Pilpres 2019, maka dirinya bersama Prabowo Subianto akan menggratiskan lebih banyak jalan tol.
“Untuk tol-tol yang baru memang harus dikenakan tarif. Tapi untuk yang sudah balik modal 30 tahun, sesuai dengan business return atau keuntungannya sudah didapat, mungkin layak digratiskan,” kata Sandiaga, pada Minggu (28/10/2018).
Tak Semudah yang Dijanjikan Sandiaga
Meski enggan menanggapi pernyataan Sandiaga secara langsung, namun Menteri PUPR Basuki Hadimuljono tidak menutup kemungkinan apabila ide untuk menggratiskan jalan tol itu memang bisa dilakukan. Akan tetapi, Basuki menegaskan perlunya sejumlah pertimbangan sebelum keputusan diambil.
Basuki menyebutkan bahwa pengambil keputusan memang memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam menentukan penggratisan jalan tol. Basuki menuturkan, selama ini pembangunan jalan tol di Indonesia menggunakan sejumlah skema pembiayaan, di antaranya dengan dana APBN, KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha), maupun pendanaan dari investor secara penuh.
Apabila pembangunan jalan menggunakan APBN, kata Basuki, pemerintah bisa memiliki kewenangan untuk menjadikan infrastruktur itu sebagai tol yang berbayar atau jalur non-tol. Sementara apabila mengadaptasi skema pembiayaan KPBU, kemungkinan penggratisan tarif tol bisa muncul apabila konsesi sudah selesai.
“Dasarnya kalau sudah selesai konsesi, mestinya bisa gratis. Kecuali dia melakukan pengembangan-pengembangan bisnis yang sudah disepakati lagi, seperti Tol Jagorawi yang tadinya 2 jalur menjadi 4 jalur. Jadi mereka ada investasi lagi, mulai lagi dengan konsesi baru,” jelas Basuki.
Basuki juga menyebutkan alasan pengenaan tarif pada Suramadu sebelumnya. Ia mengklaim bahwa jalur alternatif bagi masyarakat dari Surabaya ke Madura sudah ada saat itu. Apabila Suramadu tidak dijadikan jalan tol, Basuki menyebutkan penyedia kapal feri penyeberangan akan protes.
“Jadi tergantung pengambilan keputusannya. Kalau jembatan di Papua dijadikan tol, siapa yang mau?” kata Basuki.
Apabila mengacu pada pasal 50 ayat 7 Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan, pemerintah memang berhak menetapkan status jalan tol setelah masa konsesinya berakhir.
Selain itu, pada pasal 50 dan 51 dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol, disebutkan bahwa jalan tol yang telah selesai masa konsesinya akan ditetapkan Menteri PUPR atas rekomendasi BPJT (Badan Penyelenggara Jalan Tol) untuk menjadi jalan umum non-tol.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Abdul Aziz