tirto.id - Sejumlah 50 persen dosen pendidikan vokasi harus berasal dari industri dengan pertimbangan bahwa sektor ini memiliki kompetensi yang sesuai untuk dunia kerja.
Di sisi lain, pendidikan vokasi memerlukan perombakan sehingga benar-benar bisa mencetak pekerja yang handal.
Hal itu disampaikan oleh Menristekdikti Muhammad Nasir dalam pembukaan rapat kerja nasional Forum Komunikasi Alumni (Fokal) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di Jakarta, Jumat, (28/08/2016).
"Kebijakan jangka pendek, ke depan sebanyak 50 persen dosen harus berasal dari industri. Hal itu untuk menciptakan tenaga kerja yang bisa berkompetisi," ujar Nasir
Menurut dia, perubahan kebijakan tersebut merupakan bagian dari perombakan pendidikan vokasi. Dia mengakui selama ini, perguruan tinggi tidak mencetak para insinyur yang baik tetapi mencetak calon pekerja yang baik.
"Tapi ternyata, begitu di dunia kerja juga mereka tidak siap," kata dia.
Salah satu solusinya, lanjut dia, adalah dengan membuat kebijakan dosen yang berasal dari industri. Berdasarkan undang-undang, dosen haruslah lulusan strata dua.
"Nanti akan kami atur, kami akan buat peraturan lain mengenai hal itu." Mantan Rektor Universitas Diponegoro mengatakan banyak dosen di kemaritiman yang berpendidikan strata satu tapi memiliki pengalaman di asosiasi kemaritiman cukup lama. Bahkan pengalamannya lebih baik dibandingkan dosen berlatar belakang strata dua.
"Politeknik dan politeknik kesehatan juga akan kami revitalasi. Mudah-mudahan berjalan lancar," harap dia.
Selain itu pihaknya juga akan membuatkan peraturan tentang pendidikan vokasi agar lulusan siap di pasar kerja. Pendidikan di perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi pun harus 70 persen praktik.
Sekjen PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan selain mencetak tenaga kerja, perguruan tinggi harus bisa menciptakan para pengusaha muda.
"Dosen-dosen di perguruan tinggi mengajar kewirausahaan, tapi ketika pulang setelah mengajar jalan kaki. Seharusnya, yang mengajarkan kewirausahaan haruslah orang yang terjun ke dunia usaha itu sendiri," kata Anwar.
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra