tirto.id - Menjadi kaya, terkenal, dan banyak penggemar barangkali jadi mimpi banyak orang. Idola K-Pop salah satu cara untuk meraih semua itu. Namun, banyak halangan yang harus dilewati oleh para idola K-Pop. Mereka harus menghadapi persaingan masuk agensi, pelatihan ketat setelah dikontrak, hingga harus mengorbankan pendidikan.
Sudah mafhum bila seorang bintang Korea rela menanggalkan studinya karena padatnya jadwal pelatihan. Misalnya Seungri BigBang, Minzy ex 2NE1, Hoya Infinite, G.O MBLAQ. Biasanya, mereka yang putus sekolah memilih melanjutkan pendidikan lewat sistem belajar online sehingga bisa menyesuaikan dengan jadwal dengan kesibukannya.
Sadar akan fenomena putus sekolah para idol Korea, S.M. Entertainment berencana membuka Sekolah K-Pop International Academy di Gangnam, Seoul. Salah satu agensi terbesar di Korea ini telah menandatangani perjanjian dengan Jongro Sky Academy pada tahun lalu untuk merealisasikan pembentukan Sekolah K-Pok Internasional.
Dikutip dari www.sbs.com.au, tujuan pembentukan sekolah ini tak hanya bagi para idola K-Pop yang putus sekolah tapi juga untuk membantu para calon bintang K-Pop untuk menyelaraskan antara jadwal sekolah dan pelatihan. Saat ini proses persiapan sekolah sudah berada di tahap akhir, SM sedang merinci jenis program studi, jenis fakultas, tenaga pendidik, dan jumlah siswa yang akan diterima.
Kurikulum dalam sekolah ini nantinya akan menggabungkan pelajaran formal seperti matematika, bahasa Korea, ataupun bahasa Inggris. Akademi ini juga bisa membantu para siswa mengejar impian menjadi idol K-Pop dengan mengajarkan pelajaran seni seperti keterampilan bermusik, tarik suara serta menari.
Pemerintah Korea juga berharap di sekolah ini para siswa akan mampu bersaing dalam ujian kualifikasi sekolah menengah dan tinggi Korea maupun Amerika. Proses seleksi para siswa akan dilakukan pada Juli, dengan perbandingan 30 persen siswa dari Korea dan 70 persen lainnya siswa asing.
Pada tahun pertama, diprediksi akan ada 50-100 siswa akan diterima, termasuk siswa asing pindahan. Pada tahun berikutnya, jumlah ini diharapkan bisa bertambah hingga mencapai 300-400 siswa. Para tenaga pendidik profesional rencananya akan direkrut berdasar kemampuan merancang kurikulum pendidikan musik di Korea, seperti perwakilan dari perusahaan hiburan dan penyanyi populer.
“Tapi kami juga berusaha menjamin masa depan siswa yang bermimpi untuk masuk bidang lain selain penyanyi,” ujar salah satu tim Task Force (TF) SM Entertainment seperti dikutip dalam insight.co.kr.
Para Calon Idol Drop Out
Ketatnya pelatihan di agensi membuat para calon idol Korea banyak yang harus putus sekolah karena terlalu keras berlatih dan mempersiapkan diri menjadi seorang idol. JYP misalnya, menerapkan pelatihan lima kelas sehari dengan masing-masing kelas berdurasi tiga hingga lima jam. Rata-rata per hari, seorang calon idol harus menjalani pelatihan selama 15 jam secara ketat.
Selama menjadi peserta pelatihan, para calon idol harus menunjukkan bakat maksimalnya karena akan dievaluasi oleh agensi untuk menentukan keberlanjutan pelatihan mereka. Di agensi tak ada teman, yang ada hanya persaingan, bahkan dalam menjalani masa pelatihan, para siswa tak medapat bayaran.
Sebaliknya, jika berhasil menjalani pelatihan hingga debut sebagai idol, mereka harus membayar investasi yang sudah diberikan agensi selama masa pelatihan dengan menyisihkan sebagian bayaran mereka selama beberapa tahun. Ketatnya pelatihan dalam agensi sempat diceritakan oleh salah satu mantan siswa S.M. Entertainment seperti dikutip pada koreaboo.com.
Selain pelatihan seni musik, vokal, dan tari yang digenjot, tapi akan ada pemeriksaan persentase lemak tubuh setiap bulannya dan pelajaran sopan santun serta cara bersikap. Pada pelajaran musik, ada saatnya para peserta harus menebak not-not yang dihasilkan keyboard piano secara acak. Selain itu, jika melakukan kesalahan, para siswa harus dihukum dengan bernyanyi sambil mengitari ruangan selama sepuluh kali, dan bernyanyi sambil sit up guna melatih vokal dan mengembangkan otot perut.
“Semua sesuai jadwal dan pekerjaan rumah, lebih mudah bagi saya pergi ke sekolah selama 30 tahun. Jika kemampuanmu tak meningkat, tapi kamu cukup cantik, maka mereka akan merendammu dalam air selama 5 menit, menyuruhmu duduk membentuk huruf V dan melemparkan bola basket saat kau bernapas. Saya banyak menangis karena tak bisa pergi ke sekolah, makan, dan bergaul,” kata seorang mantan trainee SM.
Pelatihan di YG Entertainment juga memiliki kurikulum ketat bagi para peserta pelatihan. Song Minho, salah seorang anggota boygrup WINNER besutan YG seperti ditulis Soompi mengungkapkan dari luar mungkin YG terlihat seperti perusahaan impian dengan sistem dan segala sesuatu yang diperlukan untuk menjadi seorang idol.
“Anda mungkin berpikir ini tempat yang menyenangkan, tetapi sekali Anda datang sebagai siswa dan mulai berlatih, rasanya seperti hidup di alam liar. Perusahaan mendukung segala sesuatu yang Anda mungkin perlu, tapi itu akan berakhir, tergantung kelanjutan kontrak. Dan apakah siswa bertahan atau tidak, itu bergantung pada dirinya sendiri," jelasnya.
Ia menegaskan, menjadi siswa dan masuk ke YG tidak pasti akan debut sebagai idol. Ada banyak anak seumuran yang bersaing untuk didebutkan, dari sekian banyak, hanya satu dari tiga yang berhasil lolos. Periode pelatihan siswa dapat dikatakan ketat dan sulit, sistem penilaiannya didasarkan pada kurikulum agensi dan ada tes bulanan untuk mengevaluasi perkembangan para siswa. Di kasus YG, sang pemilik, Yan Hyun Suk secara pribadi juga akan datang untuk memberikan tes.
Sisi lain dari fenomena para calon dan idol K-Pop yang sekolahnya terganggu, beberapa lainnya masih ada yang lebih mementingkan pendidikan sehingga memilih mundur dari pelatihan seperti yang diungkapkan oleh seorang mantan peserta dari agen S.M. Entertainment
“Dulu kupikir, menjadi penyanyi adalah satu-satunya jalan, dan aku akan mati jika tak bisa meraihnya. Tapi sekarang aku memilih berhenti, dan keadaan baik-baik saja, bahkan menjadi lebih baik. Ini sudah lama terjadi (menjadi peserta pelatihan SM) tapi aku belum bisa melupakan hari-hari itu.”
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Suhendra