tirto.id - Sven-Goran Eriksson meninggal dunia pada Senin, 26 Agustus 2024 dalam usia 76 tahun. Sosok yang membawa Lazio meraih scudetto juara Liga Italia 2000 tersebut memiliki sejarah panjang sebagai pelatih dengan menangani 12 klub dan 4 tim nasional termasuk Filipina.
Sven Goran Eriksson wafat di Bjorkefors, Swedia, pada pagi hari Senin (26/8) waktu setempat. Ia telah bertarung dengan kanker pankreas sejak Januari 2024. Saat itu, Eriksson disebutkan "kemungkinan maksimal bertahan hingga setahun lagi".
Usai pengungkapan kanker tersebut, Eriksson mewujudkan mimpi seumur hidupnya menangani Liverpool pada Maret 2024. Sang juru taktik menjadi pelatih Liverpool Legends untuk laga amal kontra Ajax.
Sepanjang kariernya melatih, Sven Goran Eriksson terbukti memiliki tangan dingin. Ia melatih klub elite seperti Benfica (1982-1984), AS Roma (1984-1987), Sampdoria (1992-1997), dan Lazio (1997-2001).
Satu yang paling dikenang penggemar Serie A adalah ketika ia membawa Lazio juara Liga Italia 1999/2000 dengan menyalip Juventus di giornata terakhir. Ia juga bertanggung jawab menukangi generasi emas Inggris yang kala itu bertabur bintang seperti Paul Scholes, Frank Lampard, hingga Steven Gerrard.
Daftar Prestasi Eriksson: Lazio Scudetto, Hancurkan Jerman 5-1
Sven Goran Eriksson yang kelahiran 5 Februari 1948, menjalani karier profesionalnya sebagai pemain sebagai bek kanan. Ia tercatat membela 3 klub berbeda, yaitu Torsby, Sifhalla, dan Karlskoga.
Karier pro Eriksson memang tidak istimewa karena ia hanya berkutat di Liga Swedia. Itu pun tak pernah masuk divisi paling atas. Eriksson gantung sepatu pada usia muda, 27 tahun.
Tapi, itu tidak menghentikan gairahnya dengan sepak bola. Sebaliknya, di klub terakhirnya, Eriksson berjumpa Tord Grip yang menjadi inspiratornya masuk ke dunia kepelatihan.
Dari Grip, Eriksson belajar taktik dan manajemen klub. Ketika Grip menjadi pelatih Degerfors, Eriksson diplot sebagai asisten. Lantas, saat Grip ditarik sebagai asisten pelatih Swedia, mulailah Eriksson mengurus Degerfors, membawa tim tersebut promosi ke divisi 2 Liga Swedia.
Nama besar Eriksson dimulai saat ia menukangi IFK Goteborg. Sang pelatih yang kental dengan formasi 4-4-2, dan belakangan 4-5-1, mampu mengantar klub itu meraih treble pada 1982 sebagai juara Liga Swedia, Piala Swedia, dan UEFA Cup.
Benfica menarik Eriksson ke Liga Portugal. Di sana sang juru taktik yang terkenal pragmatis ini membawa The Eagles juara Primera Division 2 kali dalam 2 musim. Tibalah saatnya Eriksson mengepak sayap ke Liga Italia, tempat ia melatih 4 klub berbeda dalam rentang 14 tahun: Roma, Fiorentina, Sampdoria, dan Lazio.
Prestasi puncak Sven Goran Eriksson terjadi pada musim 1999/2000 atau musim ketiganya menangani Lazio. Biancocelesti punya dendam kesumat karena musim sebelumnya, mereka gagal juara Liga Italia, ditelikung oleh AC Milan ketika kompetisi tinggal bersisa 2 pekan.
Untuk menjamin gelar juara Serie A 1999/2000, Eriksson yang didukung uang melimpah dari presiden Sergio Cragnotti membeli 4 bintang. Mereka adalah Juan Veron dan Nestor Sensini dari Parma, Diego Simeone dari Inter, dan Simone Inzaghi yang baru saja moncer bersama Piacenza.
Perjalanan Lazio untuk juara Liga Italia musim tersebut tergolong sangat dramatis. Pada giornata 26, Juventus sudah memimpin kompetisi dengan 59 angka, sedangkan Biancocelesti baru 50 poin. Beda 9 angka, seharusnya itu tidak mungkin dikejar dalam 8 laga sisa.
Namun, itu tidak berlaku untuk Lazio. Mereka bisa memburu Juventus hingga pekan 33. Ketika itulah terjadi kontroversi. Bianconeri bisa mengalahkan Parma 1-0. Namun, wasit Massimo de Santis tidak mengesahkan gol penyama kedudukan Fabio Cannavaro di ujung laga.
Juve mendapatkan 71 poin, sedangkan Lazio 69. Protes langsung mengemuka dari Laziale. Mereka menyerukan agar kemenangan Juve dianulir. Pilihannya, playoff atau perang terbuka. Bahkan, di laga pemungkas kompetisi, penggemar Lazio membawa peti mati ke Stadion Olimpico sebagai tanda kematian sepak bola.
Namun, hari yang awalnya dianggap sebagai hari kematian sepak bola Italia, justru jadi hari gelar Serie A kedua bagi Lazio. Juventus yang tinggal membutuhkan hasil seri di kandang Perugia, tewas 1-0 oleh gol Alessandro Calori. Laga yang dipimpin wasit Pierluigi Collina itu sempat ditunda usai hujan deras yang mengguyur Stadion Mario Rigamonti.
Akhirnya, keadilan berbicara. Lazio yang menang 3-0 atas Reggina berhak mengklaim gelar juara Liga Italia. Sebaliknya, Juve tersungkur dengan 71 poin saja. Akhir kompetisi yang dramatis tersebut, barangkali hanya bisa disaingi oleh kejadian ketika Manchester City melakukan comeback gila untuk gelar Liga Inggris 2012.
Bersama Lazio, Sven Goran Eriksson mendapatkan segalanya. Bukan cuma gelar Serie A, tetapi juga 6 gelar lainnya: 2 trofi Coppa Italia (1998 dan 2000), 2 gelar Supercoppa Italiana (1998 dan 2000), Winner Cup (1999), dan Piala Super Eropa (1999).
Namun, akhir Eriksson di Lazio tidaklah seindah prestasinya. Ia sudah bersepakat untuk menangani Timnas Inggris pada Juni 2001. Namun, Sergio Cragnotti sang presiden Lazio memaksa Eriksson mundur dari Biancocelesti lebih awal, yaitu pada Januari 2001. Laga pemungkas sang pelatih di Lazio adalah kekalahan tragis 2-1 dari Napoli.
Masa awal Sven Goran Eriksson di Timnas Inggris terlihat indah. Ia membantu The Three Lions menciptakan sejarah dengan menghancurkan Jerman 1-5 di Munich. Itu adalah kekalahan pertama Jerman di kandang dalam kualifikasi Piala Dunia sepanjang sejarah.
Akan tetapi, Eriksson tidak pernah berhasil sepenuhnya untuk Inggris. Memiliki talenta-talenta terbaik negeri tersebut, tuah sang juru taktik tak cukup membantu The Three Lions meraih gelar pertama sejak Piala Dunia 1966. Dengan catatan 59,70 persen kemenangan dari 67 laga, Eriksson tetap tak bisa membawa timnya melewati kutukan adu penalti lawan Portugal di perempat final Piala Dunia 2006.
Usai menangani Inggris, Sven Goran Eriksson masih berkarier dengan melatih Manchester City, Leicester City, lalu Guangzhou R&F dan Shanghai SIPG. Ia juga menukangi Meksiko, Pantai Gading, lantas terakhir Filipina pada 2018 hingga 2019.
Kini, Sven Goran Eriksson sang pencipta keajaiban telah berpulang. Menjelang akhir hidup, ia tuntaskan perjalanan kariernya dengan melatih Liverpool Legends, klub yang diidolakannya. Menjelang akhir hidup pula, ia menyaksikan pemain yang pernah ditukanginya jadi pelatih luar biasa: mulai dari Diego Simeone (Atletico) hingga Simone Inzaghi (Inter) yang kini berjaya di Italia.
"Sven adalah pria hebat, contoh bagi semua orang. Dia mengajari kita untuk hidup saat dia sekarat," kata Inzaghi mengenang pelatih kebanggaannya.
Berikut ini daftar prestasi Sven Goran Eriksson dalam 42 tahun karier kepelatihannya.
Klub | Prestasi |
IFK Goteborg | 1 kali Liga Swedia (1982) 2 kali Piala Swedia (1979 dan 1982) 1 kali UEFA Cup (1982) |
Benfica | 3 kali Liga Portugal (1983, 1984, 1991) 1 kali Piala Portugal (1983) 1 kali Piala Super Portugal (1989) |
AS Roma | 1 kali Coppa Italia (1986) |
Sampdoria | 1 kali Coppa Italia (1994) |
Lazio | 1 kali Liga Italia (2000) 2 kali Coppa Italia (1998 dan 2000) 1 kali Piala Super Italia (2000) 1 kali Piala Winners (1999) 1 kali Piala Super Eropa (1999) |
Editor: Iswara N Raditya