tirto.id - Dalam film Joker (2019), ada sebuah adegan di mana Arthur Fleck, yang mencoba mengejar segerombolan anak-anak nakal yang mencuri papan promosinya saat ia sedang bekerja.
Ada banyak orang yang mereka lewati sepanjang pengejaran, namun tidak satupun menolong, meskipun Arthur berkali-kali berteriak meminta tolong agar papannya dikembalikan.
Cukup familiar dengan adegan ini? Ya, setidaknya ada lusinan film yang menampilkan ketidak-empati-an masyarakat terhadap suatu kejadian darurat. Sayangnya, contoh itu tidak hanya tertuang di dalam film, tetapi juga kehidupan nyata.
Fenomena yang dijelaskan di atas adalah Bystander effect atau efek pengamat. Para ahli mengklaim bahwa efek ini adalah penghambat orang-orang untuk membantu orang yang sedang kesulitan.
Dikutip dari Phsycology Today, jumlah ‘saksi’ dalam sebuah peristiwa berpengaruh besar terhadap kemunculan efek bystander.
Semakin besar jumlah saksi mata, semakin kecil kemungkinan salah satu dari mereka untuk memberikan bantuan pada orang yang kesusahan.
Kasus Kitty Genovese 1964 berakhir tragis
Salah satu contoh kasus yang paling terkenal adalah pembunuhan Kitty Genovese pada tahun 1964.
Kasus ini menjadi salah satu pemicu berbagai gagasan dan penelitian mengenai efek bystander. Dilansir dari The Guardian, kasus ini pertama kali mencuat setelah The New York Times melaporkan adanya tindak kekerasan serta pembunuhan yang dilakukan seorang pria kepada Genovese di apartemennya.
Genovese, yang pada saat itu dianiaya dengan cara ditusuk, beberapa kali berteriak dan meminta tolong namun tidak ada satupun yang menolongnya atau berusaha memanggil polisi. Padahal, ada 38 saksi yang mendengar teriakannya dan bahkan tiga di antaranya melihat kejadian Genovese ditusuk.
Seseorang baru memanggil polisi ketika Genovese tewas. Kasus Genovese bisa dibilang tragis, karena andai saja salah satu dari 38 saksi melakukan tindakan pencegahan, besar kemungkinan nyawa wanita 28 tahun itu bisa diselamatkan.
Peristiwa di depan publik berisiko lebih tinggi terkena bystander effect
Mengutip artikel ilmiah Ruud Hortensius dan Beatrice de Gelder, setidaknya ada tiga faktor psikologi penyebab perilaku apatis dalam efek bystander.
Faktor pertama adalah merasa diri kurang bertanggung jawab atas sebuah kejadian.
Faktor kedua, kekhawatiran dengan penilaian publik ketika menolong seseorang. Faktor terakhir yaitu timbul anggapan bahwa sebuah situasi tidaklah darurat ketika tidak ada satupun orang yang menolong.
Dilansir dalam laman Greatergood.berkeley.edu, hal ini sejalan dengan penelitian terkenal yang dilakukan oleh ahli psikologi John Darley dan Bibb Latane dari New York.
Sepuluh hari setelah kematian Genovese, Darley dan Latane melakukan penelitian untuk mencari tahu apa yang menyebabkan perilaku pasif 38 tetangga wanita itu.
Mereka merancang sebuah eksperimen yang melibatkan sejumlah mahasiswa. Para partisipan duduk di sebuah bilik dan mereka bisa berkomunikasi satu sama lain menggunakan interkom.
Mereka diberitahu bahwa mereka akan berbicara satu sama lain dan hanya satu orang yang dapat menggunakan interkom dalam satu waktu.
Dari para partisipan, disisipkan satu orang yang menjadi sekutu para peneliti. Ia diharuskan berpura-pura menderita kejang, tersedak, dan membutuhkan pertolongan darurat.
Ketika para partisipan diatur berpasangan, 85 persen dari mereka pergi meninggalkan bilik untuk menolong si aktor.
Dalam situasi ini, para partisipan menganggap bahwa hanya mereka satu-satunya saksi mata yang dapat menolong. Sayangnya, skor yang sangat kontras terjadi ketika mereka dikumpulkan dalam satu kelompok yang berisi tiga dan enam orang.
Dalam pengelompokkan tiga orang, hanya 62 persen partisipan yang datang menolong. Sementara pada pengelompokkan enam orang, skor menurun menjadi hanya 31 persen yang datang menolong.
Darley dan Latane menyimpulkan peristiwa ini sebagai “difusi tanggung jawab”, di mana partisipan merasa kurang bertanggung jawab atas sebuah keadaan darurat ketika mereka menyadari bahwa ada saksi lainnya.
Kasus Genovese merupakan satu dari banyaknya kasus efek pengamat. Dilansir dari Greater Good, para ahli bahkan mengaitkan efek bystander dengan sesuatu yang lebih besar lagi, seperti masalah gerakan lingkungan hingga genosida, seperti Holocaust.
Dilansir dari Healthline, hal ini membuktikan bahwa ada beberapa faktor lain yang mendukung adanya efek bystander, seperti ketakutan risiko bahaya yang akan dialami diri dan perasaan bahwa diri kurang mampu untuk menolong orang lain.
Tidak dipungkiri memang setiap orang memiliki keahlian untuk sekedar ‘mengamati.’ Namun, memberikan pertolongan sesegera mungkin pada orang yang membutuhkan dapat mengurangi risiko jatuhnya korban hingga penyesalan.
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Yandri Daniel Damaledo