Menuju konten utama

Mengapa Terawan Masih Diam meski Pemecatan IDI Menuai Polemik?

Nama Terawan Agus Putranto masih belum habis dalam perbincangan publik.

Mengapa Terawan Masih Diam meski Pemecatan IDI Menuai Polemik?
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/12/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/ama.

tirto.id - Nama Terawan Agus Putranto masih menjadi bahan perbincangan publik setelah dia dipecat dari keanggotaan IDI yang diputuskan dalam Muktamar XXXI di Banda Aceh pada Jumat (25/3/2022).

Setelah pemberhentian tersebut, ternyata masih banyak orang yang secara pro bono membelanya. Ada yang melalui media arus utama, media sosial, hingga dalam forum resmi di parlemen. Namun, reaksi mantan Menteri Kesehatan ini masih sama: Terawan masih bungkam.

Dari beberapa pihak yang membela Terawan, salah satunya Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly. Bukan hanya sekedar membela, bahkan Yasonna dalam tulisannya di Facebook juga meminta kepada Kementerian Kesehatan untuk merevisi Undang-Undang Praktik Kedokteran, agar sepenuhnya dikelola dan ditangani oleh pemerintah.

"Saya sangat menyesalkan putusan IDI tersebut, apalagi sampai memvonis tidak diizinkan melakukan praktik untuk melayani pasien. Posisi IDI harus dievaluasi! Kita harus membuat undang-undang yang menegaskan izin praktik dokter adalah domain Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan," kata Yasonna dalam unggahan Facebook pada Kamis (31/3/2022).

Masih dalam tulisannya, Yasonna juga menjadi salah satu orang yang menerima Vaksin Nusantara, sebagaimana diketahui vaksin ini hasil gagasan dari Terawan.

"Saya sangat beruntung mendapat treatment vaksin nusantara (Vaknus) dari Dr Terawan. Oleh karena kredibilitas dan keahlian Dr Terawan yang tidak saya ragukan, sejak lama saya sangat berminat untuk vaksin nusantara," jelasnya.

Meski belum pernah mencoba langsung terapi cuci otak atau DSA. Namun, secara yakin Yasonna memuji praktik yang juga menjadi alasan pemecatan Terawan tersebut karena seorang kawannya memberikan testimoni memuaskan atas hasil kinerja Terawan. Yasonna pun menyematkan hasil temuan Terawan sudah teruji secara empirik.

"Itu adalah pengalaman empirik mereka! Fakta! Saya kira ribuan pasien yang mendapat treatment DSA dari Dr. Terawan mengatakan hal yang sama. Secara science, itu adalah bukti empirik," terangnya.

Selain Yasonna, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy juga angkat suara terkait pemberhentian Terawan dari IDI. Dirinya tidak setuju atas putusan tersebut dan menganggap IDI terlalu berlebihan.

"Jadi dua-duanya ini [IDI dan dr Terawan] tujuannya sama-sama baik. IDI punya tanggung jawab menegakkan kode etik profesi, pak Terawan memiliki panggilan jiwa yang untuk melakukan terobosan dan inovasi. Hanya, mungkin tingkat pertemuannya yang tidak intens saja kemudian menjadi masalah yang berkepanjangan," ujarnya.

Muhajir berharap IDI tidak hanya menegakkan disiplin, akan tetapi juga memberi ruang bagi anggotanya dalam penerapan inovasi dan terobosan terutama dalam teknologi kesehatan.

"Terobosan dan inovasi itu kan sangat penting, sehingga ilmu kedokteran Indonesia tidak mandek. Kalau tidak ada yang melakukan terobosan inovasi kita khawatir program percepatan transformasi di bidang kesehatan akan mandek. Perkembangan ilmu dan praktik kedokteran Indonesia bisa jauh tertinggal” jelasnya.

Muhajir mengaku sudah mendapat laporan dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengenai permasalahan antara IDI dan Terawan.

"Pak Menkes sudah berbicara dengan saya mengenai langkah yang akan dilakukan. Nanti akan kita tindak lanjuti," terangnya.

Dipecat dari IDI, Mengapa Terawan Masih Diam?

Pemecatan Terawan dari keanggotaan IDI membuat banyak pihak angkat bicara. Selain dua menteri Jokowi tersebut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin langsung menggelar konferensi pers pada Senin (28/3/2022). Berselang dua hari setelah Terawan resmi diberhentikan.

"Kementerian Kesehatan akan membantu proses mediasi dengan anggota-anggotanya agar komunikasi menjadi lebih baik, dan situasinya kembali baik dan kondusif," kata Budi.

Budi tidak ingin ikut campur urusan internal IDI dan berusaha menghargai AD/ART yang ada dalam organisasi profesi tersebut.

"Kami memahami bahwa masing-masing organisasi profesi memiliki AD/ART untuk mengatur anggotanya. Selain itu, Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 telah memberikan amanah besar kepada IDI sebagai salah satu organisasi profesi untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada anggota dan dokter," jelasnya.

Hingga kini, belum ada putusan tegas dari Menkes Budi mengenai masa depan Terawan pada keanggotaan IDI. Bahkan dari pihak Terawan masih bungkam. Andi, staf ahli saat Terawan menjabat Menkes yang mewakili Terawan.

"Biarkanlah saudara-saudara saya yang memutuskan. Apakah saya masih boleh nginep dirumah atau diusir ke jalan" terangnya.

“Sampai hari ini saya masih sangat bangga dan merasa terhormat berhimpun di sana [IDI],” katanya.

Kalimat-kalimat pernyataan yang disampaikan Terawan tersebut sangat disayangkan oleh epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono. Dirinya berharap Terawan bersikap lebih dewasa saat dihadapkan pada masalah pemberhentian dari IDI.

"Jangan playing victim, dia sudah gede, sudah tua, sudah profesor, sudah doktor, selalu bersikap tidak berdaya," kata Pandu saat dihubungi Tirto pada Jumat (1/4/2022).

Pandu menegaskan seharusnya Terawan membela dirinya dengan sepenuh tenaga dan jangan mengandalkan mulut orang lain untuk mendapat dukungan.

"Ini yang sibuk orang lain dari DPR, sampai menteri tapi Terawan sendiri cuma diam," terangnya.

Pandu mengungkapkan bahwa orang yang membela Terawan sebagian besar pernah mendapat jasanya dengan terapi DSA atau cuci otak.

"Mereka bisa memberi testimoni karena kebetulan berhasil, dan kalau gagal tidak ada yang berbicara karena kemungkinan orangnya meninggal atau memilih diam," ungkapnya.

Baginya itu berbahaya dalam ilmu kesehatan, karena terapi DSA sendiri tidak bisa digunakan kepada sembarang orang. Lebih ditujukan kepada pasien stroke yang diakibatkan penyumbatan.

"Yang menjadi masalah setiap konsultasi ke dia dari sakit kepala, vertigo dan bukan berkenaan dengan stroke selalu direkomendasikan untuk DSA," ujarnya.

Bahkan, Pandu menyebutkan bahwa pihak Kementerian Kesehatan sudah memberikan catatan bahwa pengobatan DSA tidak boleh dipakai untuk pelayanan.

"Menteri Kesehatan Nila Moeloek sudah memberikan kesempatan dan mengirim surat ke RSPAD Gatot Subroto untuk menjadi penelitian hingga tahun 2018," terangnya.

Namun, yang terjadi tidak ada tindak lanjut dari Terawan hingga akhirnya dalam laporan Satgas Kemenkes 2018 merekomendasikan untuk menghentikan segala prakik DSA atau Intra Arterial Heparin Flushing (IAHF) yang ada di seluruh Indonesia.

"Sehingga yang dilakukan IDI bukan semata urusan organisasi, namun masalah pelayanan kesehatan. Bahkan sudah berulang kali diberikan kesempatan untuk memaparkan hasil riset namun tidak pernah dilakukan," ungkapnya.

Oleh karenanya, Pandu menyebut apa yang dilakukan oleh Menkes Budi saat ini sudah tepat dan menyayangkan ucapan Menkumham Yasonna Laoly karena tidak tepat menyebut IDI sebagai organisasi pemberi izin praktik dokter.

"Dari dulu praktik kedokteran selalu diberikan oleh Kementerian Kesehatan, dan IDI hanya memberi rekomendasi," ujarnya.

Baca juga artikel terkait PEMECATAN TERAWAN atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Maya Saputri