Menuju konten utama

Mempertanyakan Langkah Wiranto Mengurus PB PBSI

Kunci kesuksesan Gita Wirjawan di PB PBSI adalah terkait lobi-lobi yang melibatkan uang dengan pihak swasta. Bisakah Wiranto melakukan itu? Atau malah mengembalikan PBSI seperti cabor lain yang bergantung pemerintah?

Mempertanyakan Langkah Wiranto Mengurus PB PBSI
Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) terpilih Wiranto (kedua kanan) bersama mantan Ketua Umum PBSI Gita Wirjawan (kiri) mengacungkan jempol usai mengikuti Musyawarah Nasional PBSI 2016 di Surabaya, Jawa Timur, Senin (31/10). Wiranto yang juga Menkopolhukam resmi menjadi Ketua Umum PBSI masa bakti 2016-2020 secara aklamasi setelah Gita Wirjawan (calon petahana) menyatakan mundur dari pencalonan. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/aww/16.

tirto.id - Trah kekuasaan para jenderal di kepengurusan Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) kembali berlanjut setelah vakum selama empat tahun. Jenderal (Purn) Wiranto didapuk sebagai Ketua Umum PB PBSI baru pada periode 2016-2020.

Wiranto menang secara aklamasi setelah calon lainnya yang merupakan pejawat, Gita Wirjawan mengundurkan diri dari pencalonanan pada Musyawarah Nasional 2016 di Surabaya, yang selesai tadi malam.

Jika mau tetap gigih melawan, Gita sebenarnya punya kans bisa menang. Dari total 34 suara yang diperebutkan, Wiranto memang memperoleh dukungan dari 18 pengprov sementara Gita hanya memperoleh 16 suara saja. Jika saja dia bisa melobi satu swing voters dan merebut dua voters Wiranto kans itu bisa terjadi. Mungkin karena lobi-lobi ini gagal, Gita jadi lebih memilih mundur.

Kedekatan para jenderal dengan PBSI bukan narasi baru. Sepeninggal Rochdi Partaatmadja - pendiri dan ketua umum PB PBSI pertama, jabatan Ketum PB PBSI telah berganti sebanyak 8 kali, mulai dari Try Soetrisno, Suryadi, Subagyo HS, Chairul Tanjung, Sutiyoso,Djoko Santoso, Gita Wirjawan dan kini oleh Wiranto. Dari sembilan nama itu hanya Chairul Tanjung dan Gita Wirjawan yang dari kalangan sipil. Sisanya adalah para jenderal berbintang tiga dan empat.

Uniknya saat pemilihan ketum dilakukan para jenderal ini selalu menang aklamasi: entah karena tidak ada calon lain atau pesaingnya mundur sebelum bertarung. Tri Sutrisno, Suryadi, Subagyo HS menang karena tidak ada lawan. Sedangkan majunya Sutiyoso membuat Dahlan Iskan yang mundur teratur, sama seperti cerita Wiranto dan Gita.

Pencalonan Wiranto di PBSI menuai kritikan. Salah satunya dilontarkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi secara langsung. Imam mengingatkan agar sejumlah pejabat pemerintahan tidak maju di pengurusan induk cabang olahraga di Tanah Air.

Seperti diketahui Wiranto saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinasi Politik, Hukum dan Keamanan (Menko polhukam). Alasan Imam menolak rangkap jabatan adalah karena mengurus cabor dibutuhkan konsentrasi penuh. “Olahraga ini tidak boleh diurus setengah hati. Olahraga harus diurus sepenuh hati dengan waktu yang penuh. Enggak boleh disambi karena tanggung jawabnya berat," kata Imam, di Kantor Kemenpora, Rabu (26/10/2016)

“Sekarang kalau ke depan ada permasalahan, pasti nanti pemerintah yang disorot. Padahal ada organisasi yang bertanggung jawab. Ada Pengurus Besar/Pengurus Pusat, KONI dan sebagainya. Karenanya warning pemerintah harus didengar betul,” katanya lagi.

Jika merujuk pada Undang-undang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN) No. 3 Tahun 2005, larangan Imam ini tidak berdasar karena tidak ada larangan rangkap jabatan ketua cabor dengan jabatan struktural atau jabatan publik. Larangan rangkap jabatan hanya berlaku di kepengurusan KONI Pusat, KONI Provinsi dan KONI Kabupaten/Kota seperti tertuang Pada Bab VIII tentang Pengelolaan Keolahragaan Pasal 40.

Wiranto sebenarnya tidaklah sendirian. Di Dayung, Ketua Umumnya Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (MenPU-Pera), Basuki Hadimuljono. Di Karate dipimpin Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo.

Di Judo Ketumnya juga adalah Kepala staf TNI AD, Jenderal Mulyono, di senam juga ada nama Anggota Dewan Komisioner OJK RI, Ilya Avianti dan di angkat besi muncul nama Ketum KADIN Rosan Perkasa Roeslani. Bahkan bekas Sekretaris Menpora, Alfitra Salamm pun saat masih mendamping Imam Nahrawi statusnya adalah Ketua Umum PB PSI (Squash).

Ini sebenarnya bukan hal baru di pemerintahan SBY, banyak menteri rangkap jabatan dengan Cabor di antaranya adalah Jero Wacik di golf, Dahlan Iskan di bridge, Freddi Numberi di selam, bahkan status Gita Wirjawan saat dilantik jadi ketum PB PBSI pun dia berposisi sebagai Menteri Perdagangan.

Meski begitu, larangan Imam ini ada benarnya karena menyangkut dengan kepatutan dan etika. Posisi pejabat-pejabat publik ini di cabor hanya sebatas struktural belaka. Karena pekerjaan fungsional dan teknis pengurusan program organisasi biasa diserahkan penuh pada bawahannya.

Keterikatan ini memang saling menguntungkan antara si pejabat dengan pengurus cabor. Di saat si pejabat butuh panggung, para pengurus cabor butuh mencatut nama si pejabat untuk memudahkan lobi-lobi yang menyangkut program ataupun anggaran. Tapi lobi-lobi ini tergantung seberapa serius si pejabat itu ingin membantu. Dalam beberapa kasus simbiosis ini tak maksimal.

Namun dalam konteks PB PBSI, bagaimanapun juga Gita Wirjawan punya peran besar terhadap reformasi di dalam tubuh PB PBSI. Di dalam tubuh Gita mengalir jiwa kewirausahaan yang kental, saat dilantik jadi ketum PB PBSI diapun berposisi sebagai Menteri Perdagangan. Dua hal ini dimanfaatkan betul dalam pengurusan bulutangkis di Indonesia.

Pada tahun pertama menjabat sebagai Ketum dia berhasil mendobrak kontrak individu yang selama ini “diharamkan” di pemusatan latihan nasional. Sebelumnya dari era Tri Sutrisno hingga Djoko Santoso sistem kontrak sponsor dan PBSI biasa dilakukan secara kolektif.

Gita mendobrak itu dengan alasan malah memotivasi dan menambah semangat para pemain untuk lebih berprestasi dan berdisiplin. Di era Gita, pemain bisa memilih sponsor yang dikehendaki. Agar diperebutkan sponsor otomatis prestasi pun harus bagus. Sponsor tinggi otomatis pundi-pundi pun semakin banyak. Di era Gita, atlet pemula di Pelatnas dikontrak berkisar 250 juta per tahun, sedang atlet papan atas seperti Hendra Setiawan, Muhammad Ahsan, Tontowi Ahmad atau Liliyana Natsir bisa mencapai lebih dari 1 miliar.

Dalam kontrak ini, si pemain akan terikat dengan satu produk yang selain memberikan dana pembinaan, bonus dan segala peralatan tanding. Selain itu PB PBSI di kepemimpinan Gita pun mengikat kontrak dengan sponsor tanpa melibatkan pemain, sponsor bersifat kolektif untuk PB PBSI.

Infografik Jenderal di Tubuh PBSI

Di era kepemimpinan Gita, PB PBSI jadi satu-satunya cabor yang tidak bergantung pada bantuan pemerintah, BUMN ataupun KONI. Mayoritas uang didapat dari pihak sponsor. Pada 2013, Gita sukses menggaet 7 sponsor besar dengan nilai kontrak lebih dari Rp 33,3 miliar, lalu naik menjadi Rp90 miliar dan pada 2015 dikabarkan naik jadi Rp120 miliar.

Anggaran bulutangkis memang lebih besar ketimbang olahraga lain. PBSI adalah cabor yang aktif dalam agenda internasional, mereka rutin mengirimkan puluhan atlet untuk turun di BWF Super Series dan Grand Prix Series yang digelar setiap bulan pada berbagai negara.

Salah satu kunci kesuksesan Gita adalah pengelolaan anggaran yang akuntabel. Sebagai seorang pengusaha wajar jika sifat ini melekat pada dirinya. Kesejahteraan dan Keterbukaan jadi sebab banyak pelatih-pelatih terbaik di Indonesia yang kabur ke luar negeri akhirnya kembali pulang, di antaranya adalah Rexy Mainaky, Eng Hian, Imam Tohari dan Edwin Iriawan.

Tiga kombinasi ini sukses membuat bulutangkis bertaji kembali di kancah internasional. Empat tahun kepemimpinan Gita, tiga tahun di antaranya Indonesia sukses meraih All England. Dia pun sukses membawa Tim Thomas jadi runner-up Mei lalu di Kunshan, Cina. Dan terpenting Gita berhasil berhasil mengembalikan tradisi emas di Olimpiade 2016 yang sempat lepas di era kepempinan Djoko Santoso.

Setelah Wiranto naik, apakah dia mampu untuk melanjutkan estafet dari Gita? Jika merujuk kepemimpinan Wiranto saat memimpin GABSI 1992-1996 dan terus dilanjutkan di FORKI periode 1997-2001 tidak terdengar prestasi atau reformasi apa yang dia lakukan. Lagipula kita tidak tahu program, visi dan misi Wiranto ke depan. Dia terpilih jadi Ketum PBSI sebelum memaparkan visi misinya akibat mundur Gita.

Kepada wartawan Wiranto berjanji: "Saya punya konsep soal pembinaan dan beberapa program kepengurusan lama yang akan kami teruskan. Kami akan meneruskan program apa saja yang baik dan membenahi apa saja yang kurang.”

Apakah janji itu terealisasi?

Baca juga artikel terkait KETUA PBSI atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Olahraga
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Maulida Sri Handayani