tirto.id - Tren digital mulai merambah segala bidang, tidak terkecuali perkakas rumah tangga: kunci pintu. Tahukah Anda, saat ini identitas kartu penduduk elektronik sudah dapat menggantikan fungsi kunci rumah Anda?
Teknologi ini kali pertama diperkenalkan Mohammad Adrian Faisal, mahasiswa President University jurusan Teknik Elektro. Pria asal Sulawesi Selatan itu memamerkan hasil temuan tersebut di ajang Edu Fair President University yang dihelat di Auditorium Charles Himawan, Bekasi, April 2015 lalu.
Sebenarnya, alat yang dikembangkan oleh Adrian ini bukan hal baru karena sudah banyak dikembangkan di hotel berbintang. Bedanya adalah memanfaatkan kartu tanda penduduk elektronik (KTP Elektronik) sebagai pengganti kunci konvensional. Lalu, apakah teknologi ini dapat dipakai dengan biaya murah?
Sayangnya belum. Biaya kunci digital berbasis kartu tersebut masih terbilang mahal untuk ukuran pengganti kunci rumah konvensional.
"Pengalaman saya beli smartphone pintu digital saja harganya bisa mencapai Rp 2-3 juta. Itu pun sudah premium dan merek Jerman. Tinggal di tambah perangkat khusus Radio Frequency Identification (RFID) reader dengan biaya Rp200-300 ribu. Jadi itu tergantung bahan dan teknologi yang digunakan. Ada juga harga Rp 1 juta tetapi merek China. Jadi tinggal masalah kualitas saja," kata pakar teknologi informasi Ruby Alamsyah kepada Tirto, Jumat (26/11/2016).
Tirto menilik laman resmi tokoonline88.com yang menawarkan kunci pintu berbasis pin dengan harga Rp2,9 juta. Sedangkan kunci pintu berbasis sidik jari lebih mahal lagi harganya, bisa mencapai Rp 5,7 juta per unit.
Sementara, untuk kunci berbasis kartu dihargai lebih murah yakni Rp975.000. Kunci pintu berbasis kartu ini tak jauh berbeda dengan temuan Adrian yang berbasis KTP Elektronik.
Walaupun biaya mahal, bukan tidak mungkin kunci berbasis kartu itu dibuat secara massal. Peluang itu cukup besar untuk digunakan di masyarakat tetapi pertimbangannya adalah sering tertinggal di rumah. Bahkan kartu itu bisa digunakan sama orang lain. Memang, secara keamanan kunci berbasis kartu masih terdapat kelemahan. Tetapi lebih baik dibandingkan kunci konvensional.
Menurut Ruby, sistem kerja KTP Elektronik ini sangat simpel. KTP Elektronik mengandung data unik yang menjadi indetitas pemiliknya. Tiap data yang terkandung di KTP Elektronik didaftarkan terlebih dulu ke RFID reader. Tujuannya adalah untuk mengautentik bahwa KTP Elektronik tersebut merupakan pemilik rumah sehingga boleh masuk. Itu sama sistem kerjanya tidak jauh berbeda dengan e-toll.
"Prosesnya kerjanya sangat simpel, seperti e-toll. Kalau kita pakai e-toll maka pintunya otomatis terbuka. Itu sama dengan buka pintu pakai KTP Elektronik, bedanya kalau e-toll autotentifikasinya adalah saldo mencukupi. Kalau KTP Elektronik autotentifikasinya adalah data kartu yang ditempelkan itu pemilik rumah asli," ungkap Ruby.
Selain sistem kerja yang simpel, pengoperasian yang mudah digunakan membuat masyarakat awam pun akan cepat belajar menggunakan KTP Elektronik untuk membuka pintu rumah. Masyarakat hanya menempelkan KTP Elektronik pada daun pintu depan yang dipasang RFID Reader dan layar kecil untuk menampilkan teks pintu terkunci. Jika layar teks tersebut berubah menjadi selamat datang maka KTP Elektronik diterima. Artinya data di dalam kartu cocok dengan piranti lunak yang terpasang pada pintu sehingga otomatis pintu akan terbuka kuncinya.
Meskipun mudah dipelajari masyarakat awam, sistem KTP Elektronik ini ada kekurangannya. Masih ada orang yang lupa membawa KTP Elektronik sehingga ketika mau masuk ke rumah tidak bisa karena kartunya tertinggal di rumah. Jadi perlu sistem alternatif ketika seseorang lupa membawa KTP Elektronik, seperti bisa menggunakan pin atau sidik jari pemiliki rumah.
Hal serupa juga diungkapkan Tiara, karyawan PT. Lumba Karya Asia (Lumbatech), salah satu perusahaan distributor produk security system yang berlokasi di Bekasi dan Jakarta. Menurutnya kunci digital ada kelemahannya yaitu bisa tertinggal di rumah. "Kunci digital bisa menggunakan pin, kartu dan sidik jari. Tapi yang pasti ada akses pintunya pakai pin karena katu bisa tertinggal juga," kata Tiara, Jakarta, Sabtu (26/11/2016).
Klaim Tiara, bisa jadi benar, bisa jadi salah. Tergantung siapa yang menggunakannya. Pilihan sistem kunci digital memang beragam, mulai dari kunci pintu menggunakan sidik jari, pin, dan kartu. Bahkan bisa dikombinasikan verifikasi kuncinya. Contoh, sidik jari ditambah kartu atau sidik jari ditambah pin. Jadi, semua kunci digital ini tergantung pemilik rumah. Tetapi bagaimana infrastruktur kita untuk sistem smartphone kunci pintu?
Infrastruktur Teknologi
Bicara soal infrakstruktur, Indonesia masih tertinggal jauh dari negara tetangga. Jika Singapura sudah memperkenalkan broadband fiber untuk rumah yang dapat memberikan internet dengan kecepatan 10Gbps, Indonesia masih dipusingkan dengan akses broadband yang tidak merata di seluruh Indonesia.
"Kelemahan kita adalah Indonesia belum berkembang secara signifikan dari akses internet, sebab terkendala dengan infrastruktur internet. Membuka kunci digital itu tidak hanya dibuka lewat KTP Elektronik, tabi bisa dibuka juga melalui device, internet dll," kata Ruby. "Jadi opsinya tidak hanya pakai KTP Elektronik. Jika opsinya KTP Elektronik saja banyak orang yang tidak mau."
Memang broadband Indonesia belum dinikmati seluruh masyarakat. Yang baru menikmati broadband ini hanya kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Makassar. Sementara Kalimantan ada broadband tapi masih kualitas rendah. Kalau yang bagus itu sudah fiber optik. Zaman semakin canggih, model kunci seperti itu akan berkembang secara masal sehingga manusia akan mengikuti perkembangan teknologi.
"Mau enggak mau, orang akan mengikuti perkembangan teknologi. Apapun yang direplace dengan teknologi baru dan berguna dan bermanfaat untuk masyarakat. Pasti arahnya ke sana," kata Ruby.
Bagaimana dengan masyarakat Indonesia? Rasanya masih butuh waktu sedikit panjang untuk menggunakan smartphone sebagai kunci dan memonitor rumah dari jarak jauh. Kapan kah?
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Zen RS