Menuju konten utama

Megawati Sindir SBY soal Chaos Politik: Pemilu Bukan Barang Baru

Megawati mengatakan Indonesia telah beberapa kali menggelar pemilu. Sehingga, Megawati menilai pernyataan SBY soal chaos politik tak tepat.

Megawati Sindir SBY soal Chaos Politik: Pemilu Bukan Barang Baru
Presiden kelima Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri berteriak salam Pancasila saat akan memberikan sambutan dalam rangka Hari Jadi ke-58 Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI di Ruang Dwi Warna, Lemhannas RI, Jakarta Pusat, Sabtu (20/5/2023). Pada hari jadinya tersebut, Lemhannas meluncurkan 58 buku dari alumni, tenaga pengkaji, pengajar dan profesional Lemhannas. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.

tirto.id - Ketua Umum Megawati Soekarnoputri menyindir Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengatakan bakal terjadi kekacauan atau chaos politik jika sistem pemilu beralih dari terbuka menjadi tertutup. Menurut Megawati, pemilu bukanlah hal baru di Indonesia.

Hal itu disampaikan Megawati usai acara menerima kunjungan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan rombongan di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat(2/6/2024).

"Janganlah kita melihat pemilu sebagai barang baru. Menurut saya, kan, begini, ada komen-komen menurut saya aneh, yaitu sepertinya akan kalau ndak begini, kalau ndak begitu, bisa terjadi chaos, saya lalu berpikir lah mereka sendiri yang mengatakan begitu bahwa akan bisa terjadi chaos," kata Megawati di Kantor DPP PDIP.

Megawati mengatakan Indonesia telah beberapa kali menggelar pemilu. Sehingga, Megawati menilai pernyataan SBY itu tak tepat.

"Karena bagi kami kami melihat kita ini sudah berapa kali pemilu, dan pemilu pertama perlu diingat itu tahun 1955. Jadi, bukan barang baru," tutur Megawati.

Sebelumnya, SBY mengatakan akan menjadi isu besar dalam dunia politik di Indonesia bila Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan sistem proporsional tertutup. Ihwal perubahan sistem pemilu, menurut SBY, ada tiga pertanyaan besar yang menjadi perhatian publik, mayoritas parpol, dan pemerhati pemilu.

Pertanyaan pertama, menurut Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu terkait ada tidaknya kegentingan dan kedaruratan, sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai. Menurut dia, pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa berujung kacau alias chaos.

Pertanyaan kedua, lanjut SBY, terkait kebenaran sistem pemilu terbuka pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan konstitusi. Sebab, berdasar konstitusi, domain dan wewenang MK adalah menilai apakah sebuah UU bertentangan dengan konstitusi atau tidak.

Ketiga, SBY menilai penetapan sistem pemilu menjadi wewenang pemerintah dan DPR sebagai pembuat undang-undang, bukan di tangan MK.

“Mestinya presiden dan DPR punya suara tentang hal ini. Mayoritas partai politik telah sampaikan sikap menolak pengubahan sistem terbuka menjadi tertutup. Ini mesti didengar,” tutur SBY.

SBY mengatakan dalam menyusun DCS, parpol dan caleg berasumsi sistem pemilu tidak diubah atau tetap menggunakan sistem terbuka.

Pasalnya, perubahan di tengah jalan oleh MK, bisa menimbulkan persoalan serius, terutama KPU dan parpol harus siap kelola “krisis” akibat perubahan tersebut.

Menghindari situasi chaos tersebut, SBY menyarankan untuk pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

Baca juga artikel terkait MEGAWATI atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Reja Hidayat