Menuju konten utama

Masyarakat Literasi Yogyakarta Tolak Pelarangan Buku

Sejumlah pegiat buku Yogyakarta menyatakan penolakan atas pelarangan penerbitan buku. Mereka menyampaikan tujuh maklumat yang berisi dukungan terhadap budaya literasi serta mengecam tindakan sewenang-wenang terhadap produk literasi.

MLY juga mendorong pemerintah untuk melindungi kerja penerbitan buku, diskusi buku, dan gerakan literasi yang inovatif. Ada juga tuntutan kepada pemerintah untuk menggodok dan mengesahkan UU Sistem Perbukuan Nasional yang demokratis.

Masyarakat Literasi Yogyakarta Tolak Pelarangan Buku
Seniman film dan calon walikota Yogyakarta Garin Nugroho (dua dari kiri) didampingi ketua LBH Yogyakarta Hamdan Wahyudin (tengah), Tri Guntur Narwaya dari Pusham UII (paling kanan) dan pegiat Indonesia Boekoe Muhidin M Dahlan (paling kiri) menyampaikan pendapatnya terkait razia beberapa penerbit di Yogyakarta dalam acara "Orasi Maklumat Buku" yang diadakan oleh Masyarakat Literasi Yogyakarta (MLY) di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Selasa (17/5/2016). TIRTO/Awal.

tirto.id - Sejumlah pegiat buku yang berkonsolidasi dalam wadah Masyarakat Literasi Yogyakarta (MLY) menyatakan penolakan atas pelarangan penerbitan dan pengedaran buku demi amanat reformasi dan konstitusi yang mesti dijaga dan dirawat bersama.

Komitmen tersebut masuk dalam tujuh maklumat yang diorasikan oleh pegiat Indonesia Boekoe Muhidin M. Dahlan mewakili MLY dan didampingi oleh seniman film dan calon walikota Yogyakarta Garin Nugroho, Ketua LBH Hamzal Wahyuddin, Tri Guntur Narwaya dari Pusham UII, dan para anggota MLY lain di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Selasa (17/5/2016).

Ketujuh poin maklumat dari MLY antara lain menyinggung hak kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat termasuk hak penerbitan buku atau penyelenggaraan kegiatan seni-budaya.

Maklumat tersebut muncul sebagai tanggapan atas maraknya sweeping dan larangan pengedaran buku di Yogyakarta yang sedang marak dilakukan oleh beberapa pihak tak bertanggung jawab kepada beberapa penerbit buku.

MLY mengecam tindakan tersebut sebab jika terjadi perselisihan pendapat atas pikiran yang berbeda mestinya diselesaikan dengan mimbar dialog atau perdebatan yang sehat.

MLY juga mendorong pemerintah untuk melindungi kerja penerbitan buku, diskusi buku, dan gerakan literasi yang inovatif. Ada juga tuntutan kepada pemerintah untuk menggodok dan mengesahkan UU Sistem Perbukuan Nasional yang demokratis.

Pada acara yang bertepatan dengan Hari Buku Nasional tersebut, Garin Nugroho menyesalkan sikap pembiaran dari para elit politik atas kejadian-kejadian yang memundurkan pertumbuhan literasi masyarakat Indonesia itu. Ia menyoroti Yogyakarta sebagai daerah sumber inspirasi kebangsaan dan dihuni oleh orang-orang besar yang cinta akan buku.

Jogja menyumbang 40% buku di negeri ini. Lahirnya pemimpin-pemimpin kita dari masyarakat literasi Jogja. Jika pemberangusan ini dibiarkan oleh negara, maka pada dasarnya mereka berkhianat terhadap dasar tumbuh kepemimpinan era pasca Reformasi. Mereka yang melakukan pemberangusan sesungguhnya membunuh manusia-manusia yang memberi inspirasi kebangsaan,” tegas Garin.

Sedangkan Hamzal melansir isi Pasal 28 F UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

“Artinya, teman-teman penulis, penerbit, dan pemilik toko buku sebenarnya secara hukum terlindungi. Negara wajib melindungi, memenuhi, dan menghormati hak-hak teman-teman yang saat ini sedang resah. Ini merupakan bagian dari dukungan lembaga (LBH Yogyakarta) apabila teman-teman ke depannya mendapat ancaman, kami berkomitmen untuk mendampingi,” jelasnya.

Baca juga artikel terkait MASYARAKAT LITERASI YOGYAKARTA atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Agung DH