tirto.id - Kaka, Atung dan Bhin-Bhin, itulah nama tiga maskot Asian Games 2018. Bhin-Bhin adalah burung cenderawasih berompi suku Asmat dari Papua yang merepresentasikan keindahan. Atung adalah rusa bawean yang melambangkan kecepatan. Sedangkan Kaka adalah badak bercula satu langka yang menggambarkan kekuatan.
Selain jadi gambar yang ditempel di banyak tempat, maskot ini juga dijadikan boneka dan jadi suvenir resmi Asian Games 20018.
Wakil Direktur Unit Merchandise dan Retail Inasgoc (panitia penyelenggara Asian Games 2018), Mochtar Sarman, mengatakan dalam beberapa hari terakhir, penjualan suvenir Asian Games 2018 mencapai angka 1.500 hingga 3.000 item per harinya.
Ramainya permintaan terhadap boneka ketiga maskot tersebut ternyata membuat Inasgoc kelimpungan. Mochtar tidak menyangka hasil penjualan suvenir Asian Games bisa selaris ini, dan bahkan untuk boneka persediaannya sudah habis sama sekali. "Kami setiap hari itu ada re-stock, tapi untuk boneka sudah habis," kata Mochtar pada Tirto, Jumat (31/8/2018).
Ia mengklaim keuntungan dari sini telah mencapai 80 persen. Inasgoc memperkirakan akan mendapatkan duit Rp20 miliar dari penjualan suvenir.
Boneka-boneka ini sudah dijual sejak tahun lalu. Namun baru laris belakangan ini, demikian kata Mochtar. "Dulu tidak laku, sekarang malah habis terus. Mungkin memang orang Indonesia tipikalnya begitu. Enggak apa-apa," aku Mochtar.
Maskot Asian Games 2018 memang lekat dengan predikat yang negatif. Maskot yang disiapkan sebelum trio Kaka-Atung-Bhin-Bhin, Drawa, dikritik karena bentuknya yang buruk, bahkan sebelum bonekanya diproduksi.
Kaka, Atung dan Bhin-Bhin sempat bernasib serupa. Masyarakat menganggap tiga ikon ini kurang publikasi. Inasgoc lantas berusaha payah memperbaiki hal tersebut. Dalam setiap kesempatan, beberapa orang memakai pakaian menyerupai ketiga maskot dan melakukan tari-tarian.
Apa sebab suvenir ini laris? Menurut Sarman, hal ini tidak terlepas dari hasil positif yang diperoleh Indonesia dalam ajang tarung olahraga empat tahunan itu. Hingga berita ini ditulis Indonesia menempati posisi keempat peraih medali terbanyak, dengan 30 emas, 23 perak, dan 38 perunggu, padahal menargetkan cuma dapat 16 emas. Indonesia hanya kalah dari Cina (posisi ke-1, Jepang (peringkat 2) dan Korea Selatan (juara 3).
Tidak Bisa Dicegah
Ada 17 produsen yang mendapat lisensi resmi untuk memproduksi ketiga boneka tersebut. Di luar itu, produk-produk palsu beredar.
Mochtar menegaskan, Inasgoc sudah membuat satuan tugas khusus untuk mencegah aksi pemalsuan ini. Namun untuk sementara, ia hanya menerapkan sistem teguran dan larangan. Perihal sanksi pidana, hal itu masih belum terpikirkan.
"Sekarang di luar itu banyak barang palsu, tapi untungnya sekarang masyarakat masih rela mengantre untuk beli barang yang asli," tegasnya.
Inasgoc hanya bisa mengatasi banyaknya permintaan masyarakat dengan memproduksi lagi produk meski acara Asian Games sudah selesai. Mochtar mengatakan, Inasgoc membuka pendaftaran untuk pemesanan maskot mulai hari ini (31/8/2018) di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Pemesanan ini terbatas maksimal untuk tiga boneka. Selain itu, masyarakat juga bisa memesan replika medali emas, perak dan perunggu. Pemesanan dibatasi dua medali karena produksinya memang cukup lama.
"Nanti dalam enam sampai delapan minggu akan diantar ke tempat pemesan. Memang itu waktu yang diperlukan untuk produksi," jelas Mochtar. Inasgoc belum memutus sampai kapan pre-order dibuka.
Belum Ada Kerugian
Salah satu produsen pemegang lisensi boneka maskot Asian Games adalah PT Madonna Variakreasi. Director Business Development PT Madonna Variakreasi, Jimmy Widjaja, mengatakan mereka belum merugi akibat adanya barang palsu. Ia menegaskan kalau selama ini barang palsu kalah pamor.
"Selama ini belum ada kerugian dari barang palsu itu. Mungkin masyarakat juga tahu kalau ini event bergengsi dan sayang sekali kalau beli yang palsu," tegasnya kepada Tirto, Jumat (31/8/2018).
Meski tidak ada unsur pidana yang diberikan pada pedagang barang palsu, namun Jimmy mengaku Inasgoc telah melakukan tugasnya dengan baik. Dengan pengawasan Inasgoc, Jimmy merasa lebih tenang.
Jimmy mengakui awalnya ia menggandeng sampai empat perusahaan untuk menjadi rekanan dalam produksi maskot tersebut. Mulai dari Desember 2017, ketiganya sudah dijual, tetapi tidak laku. Beberapa malah mengeluhkan harganya terlalu tinggi.
"Padahal membuatnya saja kami mesti handmade," terang Jimmy.
Semua berubah setelah acara pembukaan Asian Games 2018. Permintaan meningkat sedikit demi sedikit. Di GBK, masyarakat harus rela mengantre panjang. Masing-masing hanya diberi waktu maksimal 30 menit untuk berada di dalam toko.
"Kami produksi kira-kira 250 ribu itu mulai bulan Maret. Saat itu toko-toko ada saja yang menolak karena takut tidak laku. Sekarang malah dicari-cari," katanya.
"Tapi tidak masalah, kami masih akan buka pemesanan sampai akhir Desember 2018," aku Jimmy.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino