Menuju konten utama

Masa Depan Politik Belanda Pasca Keoknya Wilders

Geert Wilders gagal memenangkan partainya, PVV. Isu pengungsi menjadi pertanyaan.

Masa Depan Politik Belanda Pasca Keoknya Wilders
Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte menggunakan hak suaranya pada Pemilihan Umum di Belanda. FOTO/Getty Images

tirto.id - Inilah hasil Pemilu Belanda para Rabu kemarin (15/04/17): Wilders keok, Mark Rutte dipastikan mempertahankan kursi perdana menteri, dan beberapa partai baru menyusul di belakang menggembosi partai-partai tradisional.

Menurut laporan Deutsch-Welle, dari proses penghitungan suara yang masih berlangsung kamis ini, partai kanan-tengah yang kini berkuasa, Volkspartij voor Vrijheid en Democratie (VVD), diprediksi meraup perwakilan mayoritas di parlemen (33 kursi), disusul partainya Wilders, Partij voor de Vrijheid (PVV) dengan 20 kursi. Partai Kristen Demokrat (CDA) dan partai liberal hinggap di posisi ketiga dengan perolehan masing-masing 19 kursi. Sementara partai kiri-hijau GroenLinks melesat dari empat kursi pada pemilu tahun lalu menjadi 14 kursi. Partai Buruh (PvdA) mendapat sembilan kursi, anjlok dari 38 kursi tahun lalu.

Agar bisa memerintah, Rutte butuh berkoalisi dengan tiga partai lainnya untuk memenangkan mayoritas 76 kursi di parlemen. Jumlah total kursi parlemen Belanda (Tweede Kamer) sendiri totalnya sebanyak 150 kursi.

Ketegangan diplomatik antara Belanda dan Turki dikabarkan menyelamatkan perolehan suara Rutte, setelah diprediksi menyusut beberapa minggu belakangan. Ketegangan ini dilatarbelakangi referendum di Turki yang di antaranya akan memutuskan pergantian sistem parlementer dengan suatu sistem yang memberikan kekuasaan lebih banyak kepada Presiden Erdogan serta peniadaan jabatan perdana menteri.

Tentang pandangan politik rasialis Geert Wilders, yang punya darah Indonesia ini, baca selengkapnya:

Politikus Rasis Belanda Keturunan Sukabumi.

Belanda menolak kunjungan dua menteri Turki yang sedianya akan berkampanye mendukung Erdogan di komunitas diaspora Turki di Belanda. Tindakan otoritas Belanda menuai reaksi keras Erdogan yang menuduh Belanda sebagai fasis.

Namun demikian, banyak pihak menilai Rutte mampu dengan mulus mengatasi insiden tersebut. Ketika didesak Wilders untuk mengusir duta besar Turki, Rutte merespons: “Ini bedanya memerintah dengan twitter-an.” Jawaban singkat ini, oleh banyak kalangan, dianggap berandil menyebabkan suara yang tadinya diprediksi bakal memenangkan Wilders beralih ke partainya Rutte.

Banyak kalangan menilai pemilu Belanda kali ini sebagai ujian penting. Dengan kebijakan yang tergolong ramah pada imigran, Belanda selama ini dipandang sebagai salah satu tolok ukur liberalisme dan multikulturalisme Eropa. Partai Wilders, PVV, adalah satu dari sekian partai-partai ultra-kanan di seluruh Eropa yang mengkampanyekan kebijakan anti-imigrasi. Di Prancis, Front National yang mencalonkan Marie Le Pen berpotensi memenangkan pemilu pada April mendatang. Di Jerman, perolehan suara AfD (Allianz fur Deutschland, Aliansi untuk Jerman) mulai membesar pada pemilu di sejumlah negara bagian, kendati jumlahnya masih di bawah 10 persen dari keseluruhan suara.

Beberapa tahun belakangan, popularitas partai-partai ini meroket seiring membanjirnya pengungsi Suriah. Jika terpilih, Wilders berjanji mengusir para pendatang dari Maroko yang ia sebut “sampah Maroko”. Wacana keluar dari Uni Eropa pun menjadi agenda umum partai-partai ultra-kanan ini, khususnya semenjak referendum Brexit di Britania Raya tahun lalu.

Infografik Pemilu Belanda

Di sisi lain, kekalahan politik dan kebijakan anti-imigrasi mulai mengakar kuat. Pemerintahan Angela May di Britania Raya telah membatalkan kesepakatan mengadopsi 3000 anak pengungsi. Kanselir Jerman Angela Merkel tengah merancang kebijakan untuk merepatriasi pencari suaka agar pendatang yang gagal mendapatkan suaka cepat-cepat keluar dari Jerman. Sementara itu di Hungaria, salah satu pintu masuk imigran ke Eropa Tengah, memutuskan untuk mengirim tentara ke perbatasan untuk mencegah masuknya pengungsi.

Selain gagal memperoleh kursi mayoritas, PVV juga dibayang-bayangi oleh menanjaknya partai kiri baru. GroenLinks tanpa diduga-duga melesat dan mengambilalih segmen pemilih tradisional Partai Buruh. Partai yang didirikan pada 1989 dari gabungan empat partai kiri—Partai Komunis Belanda, Partai Sosialis Pasifis, Partai Politik Radikal, dan Partai Rakyat Evangelis—dipimpin oleh Jesse Klaver, seorang pemuda berusia 30 tahun yang berayah Maroko dan beribu Indonesia-Belanda. Karena kemiripan fisik dan sama-sama menjanjikan kebijakan yang ramah pada imigran, media-media Eropa menjuluki Jesse “Trudeau dari Belanda.”

Bertambahnya kursi GroenLinks di parlemen, di sisi lain, tidak bisa menjamin pemerintahan Rutte selanjutkan akan meneruskan kebijakan yang sama terhadap imigrasi. Bagaimanapun, dalam kemenangannya, partai Rutte kehilangan 8 kursi, sementara dalam kekalahannya, partai Wilders menambah 5 kursi. Kebijakan-kebijakan mendatang yang bakal diambil pemerintah akan bergantung pada pemembentukan koalisi yang bisa memakan waktu berbulan-bulan.

Baca juga artikel terkait GEERT WILDERS atau tulisan lainnya dari Windu Jusuf

tirto.id - Politik
Reporter: Windu Jusuf
Penulis: Windu Jusuf
Editor: Zen RS