tirto.id - Lupakan Miroslav Klose yang sebelumnya tercatat sebagai pencetak gol terbanyak di Piala Dunia dengan torehan 16 gol. Kini, rekor itu direbut oleh Marta Viera da Silva, pesepak bola tim nasional wanita Brasil yang telah membukukan 17 gol. Baik dalam sepak bola pria atau wanita, fakta tersebut jelas sebuah pencapaian luar biasa yang tidak bisa diremehkan.
Marta adalah kapten sekaligus andalan lini depan tim nasional (timnas) wanita Brasil. Ia memecahkan rekor tersebut saat mencetak gol semata wayang Brasil melalui titik putih dalam laga kontra Italia pada lanjutan fase grup Piala Dunia Wanita 2019 di Stade du Hainaut, Perancis, Rabu (19/6/2019) dini hari WIB.
Gol tersebut menjadi gol ke-17 Marta di ajang Piala Dunia dari total 19 laga yang dimainkan. Ia pun mendedikasikan rekor tersebut untuk seluruh wanita di dunia.
"Rasanya sangat menyenangkan, bukan hanya karena bisa mencetak rekor, namun juga karena saya dapat mewakili perempuan ketika memecahkan rekor tersebut," ungkap Marta, sebagaimana dilaporkan BBC. "Kami berusaha mewakili wanita dan menunjukkan bagaimana wanita sesungguhnya dapat memainkan peran apapun."
"Semua tim di sini, kami semua mewakili wanita. Sekali lagi saya perjelas, ini tidak hanya dalam olahraga, ini adalah perjuangan untuk kesetaraan di seluruh dunia."
Adapun rincian 17 gol yang diciptakan Marta adalah sebagai berikut: Tiga pada edisi 2003; tujuh di 2007; empat pada 2011; satu di 2015; dan dua tahun 2019. Ia pun juga menjadi pemain pertama yang bikin gol pada lima edisi Piala Dunia. Torehan tersebut ia bukukan usai mencetak gol saat Brasil dikalahkan Australia 2-3 dalam laga Grup C Piala Dunia yang digelar di Stade de la Mosson, markas klub Montpellier, Kamis pekan lalu (13/6).
Dengan rekor gol tersebut, Marta juga telah melampaui dua legenda Selecao, Ronaldo Luiz Nazario dan Pele, kendatipun ia belum pernah membawa timnas wanita Brasil juara dunia. Dari lima Piala Dunia yang dijalani, prestasi terbaik Marta bersama timnas hanya menjadi runner-up dalam pagelaran tahun 2007.
Kini, kemenangan atas Italia membuat Brasil berhasil lolos ke babak 16 besar. Namun, karena finis hanya di peringkat ketiga, maka Brasil akan mendapat lawan berat di babak perdelapan final, yakni antara Prancis dan Jerman. Tapi Marta, dan tentunya juga para penggawa Brasil lain, tidak lagi mempedulikan siapa lawan yang mereka hadapi, karena target utamanya adalah menjadi juara.
"Kami sebenarnya menargetkan finis di peringkat pertama di grup. Tapi, ini Piala Dunia. Sekarang tak peduli siapa yang akan menghadang kami, kami tidak bisa memilih. Kami punya target jelas, yakni melaju ke babak selanjutnya. Sekarang adalah tentang bersiap dan mencoba terus melaju," ujar pemain klub Orlando Pride yang telah mencetak total 113 gol dari 146 penampilan bersama timnas itu, seperti dilansir CNN.
Sang Pengubah Persepsi
Oleh Pele, Marta dianggap sebagai pesepak bola wanita terbaik sepanjang masa. "Pele in skirt," demikian julukan Pele kepadanya. "Pele yang memakai rok." Sementara oleh mantan pelatih timnas wanita Brasil, Rene Simoes, Marta disandingkan dengan legenda lainnya, Romario.
"Mereka punya kemiripan. Entah bermain domino, kartu, atau sepak bola, sama saja, mereka tak pernah mau kalah," ujar Rene kepada Guardian.
Jika tidak sedang beraksi di lapangan hijau, Marta tak ada beda dengan wanita pada umumnya. Tubuhnya cukup kecil, hanya 163 sentimeter. Rambutnya tergerai panjang, dengan perpaduan warna pirang dan hitam. Kadang ia tampil feminin, kadang ia berdandan cuek selayaknya wanita Brasil yang tengah menikmati suasana di pantai Copacabana.
Marta lahir di Dois Riachos, Alagoas, sebelah timur Brasil, pada 19 Februari 1986. Ia tinggal bersama ibunya, Tereza da Silva, dan tiga saudaranya. Ayahnya, Aldario da Silva, adalah seorang tukang potong rambut yang meninggalkan mereka sejak Marta masih bayi.
Bakat Marta ditemukan oleh Helena Pacheco, seorang pelatih kawakan dalam sepak bola wanita Brasil, ketika usianya 14 tahun dan masih memperkuat tim junior Centro Sportivo Alagoano. Oleh Helena, Marta kemudian diajak berlatih dan tinggal di fasilitas sepak bola wanita milik klub Vasco da Gama di Rio de Janeiro.
Ketika kemudian fasilitas tersebut belakangan ditutup, Marta harus pindah ke sebuah klub kecil, Santa Cruz. Kendati demikian, bakat Marta tetap menarik minat timnas Brasil untuk merekrutnya. Pada usia 17, sebagaimana Pele, Marta untuk pertama kali memperkuat timnas menjelang Piala Dunia 2004.
Hingga kini, tercatat sudah 10 klub pernah diperkuat Marta: Vasco da Gama (2000-2002), Santa Cruz (2002–2004), Umeå IK (2004–2008), Los Angeles Sol (2009), Santos (status pinjaman, 2009–2010), FC Gold Pride (2010), Santos (2011), Western New York Flash (2011), Tyresö FF (2012–2014), FC Rosengård (2014–2017), dan terakhir, Orlando Pride, di mana ia masih bermain.
Puncak kesuksesan Marta terjadi ketika ia memperkuat Umeå IK, salah satu klub besar di Damallsvenskan, divisi teratas Liga Swedia Wanita. Bakatnya membuat Roland Arnqvist, manajer Umeå IK kala itu, tertarik mendatangkannya.
Di klub itulah Marta meraih berbagai gelar bergengsi: Gelar liga empat kali (2005, 2006, 2007, 2008, satu Svenska Cupen/Piala Swedia (2007), UEFA Women's Cup/Liga Champions Wanita musim 2003-2004, lalu runner-up di edisi 2006-2007, dan 2007-2008.
Nama Marta makin melambung ketika ia memperkuat Brasil di Olimpiade Athena 2004. Sayangnya, kala itu Selecao menelan kekalahan di partai final.
Kontribusi Marta kembali mencuat tatkala ia membawa timnasnya menjadi finalis Piala Dunia Wanita 2007. Selain berhasil melesakkan tujuh gol, Marta juga kemudian terpilih sebagai pemain terbaik turnamen tersebut. Ironisnya, Brasil kembali gagal di partai puncak.
Kehebatan Marta tentunya juga membuat ia dilimpahi gelar individu. Enam gelar Pemain Terbaik Wanita, yang sempat ia dapat selama lima tahun berturut-turut, "hanyalah" salah satunya. Namun, yang terbaik dari Marta bukan sekadar gelar, atraksi di lapangan, piala, atau torehan gol. Menurut Milena Bertolini, pelatih timnas Italia di Piala Dunia Wanita 2019, Marta telah meningkatkan mutu sepak bola wanita secara global, termasuk dalam konteks tayangan televisi.
Kepada BBC, Bertolini mengatakan, "[Marta] telah mengubah pikiran mereka yang telah menontonnya selama beberapa tahun, khususnya terkait pandangan apakah wanita memang mampu bermain sepak bola atau tidak."
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara