Menuju konten utama

Mahfud: Penyelesaian Yudisial Kasus HAM Berat Tidak Dihapus

Mahfud menegaskan pemerintah tidak akan menghapus proses yudisial dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Mahfud: Penyelesaian Yudisial Kasus HAM Berat Tidak Dihapus
Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan catatan akhir tahun di Jakarta, Kamis (15/12/2022). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.

tirto.id - Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM) melaporkan perkembangan terakhir kinerjanya ke Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Pekerjaan tim disebut sudah hampir final.

"Tim PPHAM yang dipimpin oleh Prof Makarim Wibisono sudah melaporkan kepada saya selaku penanggung jawab yang ditunjuk oleh presiden untuk mengawal masalah ini, sudah melapor kepada saya perkembangan sementara kerja tim, di mana drafnya sudah siap, tinggal dimatangkan lagi melalui diskusi akhir nanti dengan PBNU di Ponpes milik Kiai Miftachul Akhyar di Surabaya," kata Mahfud melalui keterangan tertulisnya dikutip Selasa (20/12/2022).

"Insyaallah pada awal tahun 2023 sudah selesai dan hasilnya akan diserahkan pada presiden," sambung dia.

Mahfud berujar diskusi akhir penyelesaian kasus HAM berat di Ponpes Kiai Miftach akan diikuti oleh pimpinan wilayah dan cabang Nahdlatul Ulama (NU) se-Jawa Timur.

"Kenapa ke NU? karena yang lain sudah semua. Ke gereja sudah, ke Muhammadiyah, ke Majelis Ulama, ke kampus-kampus, ke civil society sudah semua. Yang terakhir nanti akan ditutup dengan PBNU, sehingga InsyaAllah pekerjaan PPHAM ini akan komprehensif dan selesai tepat waktu," jelas dia.

Mahfud menekankan, tugas PPHAM masih berada pada garis yang benar dalam pandangan pemerintah. Mahfud meminta semua pihak tidak percaya adanya provokasi seakan-akan kehadiran tim akan menghapuskan proses yudisial.

"Jangan percaya kepada provokasi seakan-akan tim ini akan menghapuskan proses yudisial. Proses yudisial itu tidak bisa dihapus. Itu perintah undang-undang, bahwa itu harus diadili dan tidak ada daluwarsanya. Jadi tidak boleh meniadakan proses yudisial," tegasnya.

"Tinggal bagaimana Komnas HAM dan Kejagung melengkapi pembuktiannya, karena sampai sekarang sudah 38 orang dibebaskan. Bukti-buktinya tidak cukup untuk dikatakan sebagai pelanggaran HAM masa lalu. Tapi tidak akan ditutup karena tidak boleh sebelum diadili ditutup. Itu ketentuan undang-undang," jelas Mahfud.

Selanjutnya, Mahfud juga meminta semua pihak tidak percaya adanya provokasi Keppres PPHAM untuk menghidupkan PKI. Mahfud kembali menegaskan, PKI tidak akan hidup dan tidak akan boleh hidup.

"Jangan terprovokasi, ada yang mengatakan, Keppres PPHAM ini untuk menghidupkan lagi PKI. Percaya pada saya PKI enggak bakalan hidup dan enggak akan boleh hidup. Seakan juga PPHAM akan mendorong pemerintah meminta maaf kepada PKI, tidak ada. Di Keppres itu tidak ada satu kata pun kata PKI. Yang ada di situ adalah korban tahun 1965. Korban tahun 1965 itu bisa tentara juga, bisa NU juga, bisa umat Islam juga, bisa juga PKI juga," tambah Mahfud.

Menurut Mahfud, yang dijadikan objek dalam PPHAM sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM ada empat, di antaranya justru korbannya umat Islam.

"Tengku Bantaqiyah di Aceh, dukun santet di Jawa Timur. Kemudian Lampung, dan sebagainya. Itu justru untuk melihat dan menyantuni korban dari kalangan kaum muslimin. Tidak ada itu PKI, yang lain-lain, seperti di Aceh itu ada Jambo Keupok, itu justru umat Islam," pungkas Mahfud.

Baca juga artikel terkait PENYELESAIAN KASUS HAM BERAT atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Fahreza Rizky