Menuju konten utama
IPS Sejarah-Kurikulum Merdeka

Macam-macam Bias Sejarah dan Cara Menghindarinya

Macam-macam bias sejarah dalam historiografi dan cara menghindari bias sejarah.

Macam-macam Bias Sejarah dan Cara Menghindarinya
Ilustrasi. foto/Istockphoto

tirto.id - Bias sejarah merupakan peristiwa masa lalu yang ditulis dengan sikap subjektif, memihak salah satu pihak, atau memang dideskripsikan menyimpang (menyeleweng).

Dalam KBBI Daring, kata “bias” mempunyai arti “menyimpang”. Jika diikuti oleh kata “sejarah”, maka pengertiannya adalah sejarah yang ditulis secara menyimpang atau tidak sesuai.

Tulisan atau historiografi sejarah yang menyimpang ini biasa terjadi di dalam peristiwa masa lalu yang bersifat kontroversial (Sari Oktafiana dan kawan-kawan, Ilmu Pengetahuan Sosial, 2021, hlm. 55).

Historiografi memuat tulisan yang sifatnya komplet atau lengkap. Kekompletan ini dilihat dari keberadaan unsur keterangan waktu, tokoh, tempat, dan berbagai latar yang melingkupi sejarah tersebut.

Jika salah satu dituliskan tak lengkap, maka akan memunculkan sejarah yang sifatnya kabur (tak jelas). Misalnya, ada satu tulisan yang mengungkap bahwa Sumpah Pemuda dibuat pada 28 Oktober 1928.

Kemudian, ada tulisan lain yang menyebutkan bahwa naskah tersebut dibuat satu tahun setelahnya. Untuk melihat siapa yang bias, kita dapat mencari sumber-sumber lain yang menerangkan peristiwa tersebut.

Nyatanya, sejarah pertama kali Sumpah Pemuda hadir sebagai poin persatuan disetujui pada 28 Oktober 1928. Dengan begitu, tulisan kedua yang tadi disebutkan merupakan salah satu bentuk bias sejarah.

Lantas, apa saja macam bias sejarah yang berpotensi terjadi?

Macam-Macam Bias Sejarah

Dalam penulisan sejarah (kerap disebut historiografi), unsur-unsur penting yang harus dicantumkan adalah keterangan waktu, tempat, dan tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya.

Selain itu, waktu tersebut juga diurutkan mulai dari pemicu, puncak, hingga penyelesaian.

Kemudian, tempat juga merupakan hal yang penting dalam tulisan sejarah. Dengan begitu, kejelasan lokasi peristiwa bisa ditemukan melalui teks.

Terakhir, tokoh yang terlibat di dalamnya juga mesti diselipkan. Hal ini dilakukan demi menjabarkan pengaruh atau keterlibatan tokoh dalam peristiwa yang terjadi di tempat dan waktu tersebut.

Untuk macam-macam bias sejarah, terdapat dari tiga poin penting di atas. Pertama, penyelewengan bisa saja terjadi pada keterangan waktu.

Kedua, bisa juga terjadi pada penjabaran lokasi. Sementara terakhir, berpotensi juga terjadi pada keterangan tokoh yang terlibat.

1. Bias Waktu Sejarah

Dalam bentuk bias ini, sejarah dituliskan dengan latar waktu yang tak sesuai dengan fakta. Padahal, terdapat data konkret tentang waktu tersebut.

Terkadang, ada penulis yang menulis sejarah hanya dengan satu sumber. Kendati salah, ia tetap menuliskan lantaran tak ingin mencari bahan tulisan yang lebih baik.

2. Bias Tempat Sejarah

Jenis bias kedua berlaku pada tempat peristiwa sejarah. Pencantuman lokasi dalam teks sejarah merupakan komponen penting lantaran bisa menjabarkan kondisi di suatu lingkungan.

Misal, Indonesia pernah menjadi lokasi penjajahan Eropa selama berabad-abad. Dengan begitu, jelas bahwa lokasi kejadiannya adalah Sabang sampai Merauke.

3. Bias Tokoh Sejarah

Selain dua bias di atas, sejarah yang melibatkan tokoh-tokoh tertentu juga berpotensi dibiaskan. Sebut saja ketika ada kelompok yang mencoba memberontak dari sebuah negara beradulat.

Suatu hari di masa depan, ada yang menulis bahwa pemberontakan tersebut terjadi lantaran ulah negara.

Padahal, mereka yang memberontak sudah diberikan fasilitas yang baik di masa lalu. Dengan begitu, tokoh-tokoh ini mengalami bias karakter karena diubah sesuai sudut pandang.

Cara Menghindari Bias Sejarah

Berdasarkan catatan Hansiswany (2017) dalam situs Program Studi Pendidikan Sejarah UPI, bias sejarah yang ditulis berdasarkan unsur subjektif tidak diperbolehkan. Hal ini dapat merusak sejarah yang seharusnya ditulis secara objektif.

Untuk menghindari terjadinya bias sejarah, seorang penulis harus mengadakan analisis terhadap sumber-sumber yang ditemukan. Bukan hanya mengacu pada satu sumber, tapi juga melihat keterangan dari sumber lain.

Setelah menemukan berbagai macam sumber yang bisa dijadikan tulisan, harus dipilah dahulu. Pemilahan ini diadakan demi mengeliminasi sumber-sumber yang dirasa tak sesuai.

Jika sudah selesai menyeleksi, penulis bisa mulai melakukan eksekusi dalam membuat historiografi. Tentunya, dengan menggunakan kosa kata netral dengan tidak memihak sisi manapun.

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Dhita Koesno