tirto.id - Laboratorium yang diperbolehkan melakukan testing Covid-19 minimal berstandar biosafety level 2 dan sudah memenuhi persyaratan sarana dan prasarana, peralatan, biosafety cabinet, sumberdaya manusia serta good laboratory practices.
Hal ini berdasarkan surat edaran HK.02.01/Menkes/234/2020 tentang Pedoman Pemeriksaan uji RT PCR Covid-19, demikian disampaikan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito
"Jadi tidak sembarangan laboratorium boleh melakukan pemeriksaan Covid-19. Pada intinya penetapan standar dan mekanisme testing, agar hasil testing yang dihasilkan baik dan akurat. Hasil testing dalam konteks Covid-19 yang menjadi penentu awal dimana tracing bisa dilakukan," kata Wiku, sebagaimana dikutip laman resmi #SatgasCovid.
Ia menegaskan, seluruh laboratorium rujukan yang terdaftar di Kementerian Kesehatan telah terintegrasi dalam sistem data nasional.
"Sehingga hasil laboratorium dapat langsung tercatat demi menghasilkan data yang realtime ," katanya.
Dalam kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat dalam pandemi Covid-19, pemerintah terus berupaya meningkatkan kapasitas testing (pemeriksaan). Hal ini bertujuan untuk menjaring kasus lebih banyak dan akan berdampak secara tidak langsung pada angka kesembuhan dan penekanan angka kematian
Pada prinsipnya, tujuan testing itu sendiri untuk menghasilkan screening maupun diagnostik. Jenis tes untuk screening, yaitu berjenis rapid test baik yang berbasis antibodi maupun antigen. Rapid test antibodi mendeteksi antibodi imunoglobulin M dan imunoglobulin G. Yang dihasilkan jika terjadi infeksi dengan sampel, berupa serum darah yang diambil menggunakan jarum.
"Sedangkan rapid test antigen mendeteksi bagian luar virus, dengan sampel berupa mukus yang diambil melalui swab, sama seperti swab PCR (polymerase chain reaction)," lanjut Wiku. Sedangkan, jenis tes untuk tujuan diagnostik sudah menjadi gold standard , ialah dengan PCR, yang secara awam sering disebut dengan nama swab test .
Wiku menjelaskan, sampel pemeriksaan PCR berupa mukus, diambil menggunakan swab, baik menggunakan open system yang paling banyak digunakan di Indonesia, atau close system seperti TCM (tes cepat molekuler).
Selain jenis tesnya, yang perlu dipahami bahwa Covid-19 adalah penyakit menular baru yang penanganannya memerlukan perlakuan khusus. Tujuannya untuk mengurangi risiko tenaga kerja laboratorium terpapar mikroba yang infeksius dan membatasi kontaminasi lingkungan kerja maupun komunitas.
Hal ini telah diatur juga dalam pedoman biosafety level (BSL). Yaitu biosafety level 1, laboratorium untuk menguji mikroba yang umumnya tidak menimbulkan penyakit pada orang dewasa, atau potensi bahanya minim. Contohnya bakteri ecoli penyebab diare dan virus herpes.
Untuk biosafety level 2, menguji mikroba potensi bahaya sedang. Contohnya bakteri stafilokokus, salah satunya stafilokokus aurius yang menyebabkan penyakit yang infeksi kulit, virus campak, dan virus Hepatitis B.
Sedangkan biosafety level 3 adalah laboratorium untuk menguji mikroba yang memiliki potensi bahaya lebih serius, yang mengancam jiwa melalui jalur nafas. Contohnya, bakteri mikobakterium tuberkolosis penyebab TBC, dan virus demam kuning atau yellow fever. Pada biosafety level 4, adalah laboratorium untuk menguji mikroba yang sangat berbahaya dan eksotis ialah virus ebola.
Artikel ini diterbitkan atas kerja sama Tirto.id dan BNPB dalam kampanye pencegahan Covid-19.
Editor: Agung DH