tirto.id - Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman memastikan tak ada petugas Pemilu 2019 yang meninggal karena keracunan. Arief menyesalkan banyaknya isu yang ramai berkembang di media sosial yang mengatakan bahwa penyebab banyaknya petugas Pemilu meinggal dunia karena diracun.
"Tidak ada sampai saat ini, tidak ada laporan yang menyatakan bahwa yang meninggal ini karena keracunan, itu tidak ada," kata Arief di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/5/2019).
Berdasarkan laporan yang didapat Arief, para petugas Pemilu 2019 yang meninggal dunia kebanyakan sudah mempunyai riwayat penyakit sebelumnya. Hal ini diperparah dengan banyaknya pekerjaan yang diharuskan selesai dalam waktu yang sempit sehingga mengakibatkan mereka kelelahan.
"Justru laporannya masuk yang ke kita itu memang mereka sudah sakit. Ada yang jantung, hipertensi," ucap Arief.
KPU, kata Arief, sudah mengurangi jumlah pemilih di tiap TPS dari semula 500 menjadi 300. Pengurangan ini dilakukan karena melihat simulasi sebelum hari pencoblosan di mana petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) harus memakan waktu yang sangat lama untuk menyelesaikan pekerjaannya.
"KPU melakukan simulasi dan KPU melihat ada kemungkinan itu. Jadi kami antisipasi," katanya.
Senada dengan Arief, Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin mengutuk keras munculnya informasi hoaks penyebab petugas Pemilu meninggal dunia salah satunya adalah karena diracun.
"Kita sangat menyesal, sangat sedih kalau ada pihak memberitakan bohong atau fitnah, dipolitisasi seakan-akan korban meninggal akibat itu. Padahal faktornya sudah jelas karena kelelahan," kata Afif di kantor KPU RI, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Sabtu (11/5/2019).
Jumlah penyelenggara pemilu yang meninggal dunia hingga Jumat (10/5/2019) mencapai 469 orang. Selain itu, sebanyak 4.602 lainnya dilaporkan sakit.
Petugas Pemilu yang dimaksud meliputi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Alexander Haryanto