tirto.id - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memperkirakan keuntungan yang diraih oleh kartel komoditas bawang putih bisa mencapai Rp12 triliun setahun. Nilai itu muncul dengan asumsi kartel bawang putih bisa mengerek harga jual komoditas ini di pasaran sampai Rp40.000 per-kilogram saja.
Ketua KPPU Syarkawi Rauf menduga nilai keuntungan sebenarnya yang diraup oleh para kartel bawang putih bisa melebihi Rp12 triliun setahun karena harga komoditas ini sempat melambung tinggi hingga mencapai Rp60.000 perkilogram.
Menurut Syarkawi, KPPU memiliki dugaan kuat kenaikan harga bawang putih selama ini merupakan akibat dari permainan para importir yang menahan stok dari tingkat distributor hingga pedagang eceran.
"Kebutuhan bawang putih dalam negeri kita 480 ribu ton setahun. Kalau mereka jual Rp40 ribu kurang lebih totalnya Rp19,2 triliun, kalau beli dari Cina harganya Rp15 ribu totalnya Rp7,2 triliun. Jadi pendapatan mereka kurang lebih ada Rp12 triliun," kata Syarkawi dalam konferensi pers di Gedung KPPU Jakarta pada Selasa (6/6/2017) seperti dilansir Antara.
Syarkawi mengatakan saat ini 97 persen dari kebutuhan bawang putih dalam negeri masih harus dipenuhi impor. Jika importir bawang putih menjual dengan harga tinggi Rp60 ribu, pendapatan importir tentunya akan lebih besar lagi.
Dia membandingkan harga bawang putih di Malaysia, yang selama ini juga mengimpor dari Cina dan India, hanya dijual Rp23-23 ribu perkilogram. Sementara di sejumlah pasar Indonesia, KPPU masih menemukan harga bawang putih bervariasi dengan nilai rata-rata Rp40-50 ribu perkilogram.
Dari hasil temuan di pasar tersebut, KPPU menduga ada satu kelompok importir yang menguasai 50 persen impor bawang putih dari Cina ke Indonesia. Karena itu mereka bisa menjadi kartel yang mengendalikan harga komoditas ini di pasaran.
Selain itu, dia melanjutkan, para pelaku usaha yang mendominasi pasar bawang putih tersebut sengaja mengurangi pasokan ke pasar lewat distributor, agen hingga ritel. Akibatnya, suplai bawang putih di pedagang eceran menjadi minim dan kemudian harga melambung tinggi.
"Temuan kita dari puluhan importir bawang putih, kalau dikelompokkan paling tidak mereka tergabung dalam 6 kelompok pelaku usaha, di mana satu kelompok pelaku usaha itu menguasai 50 persen impor bawang putih dari Cina ke Indonesia," kata Syarkawi.
Hingga kini, kasus kartel bawang putih hasil temuan KPPU sudah masuk ke tahap penyidikan. Sayangnya, Syarkawi masih enggan mengungkap nama-nama pelaku kartel itu.
Syarkawi mengaku, pada 2014 lalu, KPPU juga pernah mengusut keterlibatan 19 importir bawang putih dalam permainan kartel. Tapi dia belum bisa memastikan pelaku praktik kartel bawang putih tahun ini sama dengan kasus 2014 atau tidak.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sudah menyatakan cara paling efektif menghapus praktik kartel komoditas ini ialah dengan mencapai swasembada bawang putih. Amran optimistis Indonesia bisa mencapai swasembada bawang putih karena hanya memerlukan lahan penanaman seluas 60 ribu hektar.
"Bawang putih ini sekarang kita pun sebenarnya impor hanya 500.000 ton. Itu butuh (untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri) lahan 60.000 hektare," kata Amran di Kompleks Istana Kepresidenan RI, Jakarta, pada Senin kemarin.
Sejumlah daerah yang disiapkan menjadi lumbung bawang putih ialah Temanggung (Jawa Tengah), sejumlah daerah di Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sumatera Barat. Daerah-daerah itu, menurut Amran memiliki iklim mirip yang cocok bagi budidaya bawang putih.
Hingga akhir 2016, ia mengemukakan, jumlah seluruh lahan yang ditanami bawang putih hanya seluas 150 hektare. "Sekarang sudah naik 1.000 hektare lebih. Mungkin tahun depan kami naikkan sampai 5.000 atau 10.000 hektare. Jadi, potensi Indonesia ini kita gali karena agro climate-nya cocok," ujarnya.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom