tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Dedi Risdiyanto sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan pembangunan Stadion Mandala Krida Yogyakarta (Jogja). KPK langsung menahan Dedi yang merupakan Ketua Kelompok Kerja Pengadaan Stadion Mandala Krida periode 2016-2017.
"Penahanan dilakukan untuk 20 hari pertama mulai dari hari ini sampai 8 November 2023 di Rutan KPK," ujar Plt Deputi Penindakan Asep Guntur dalam konferensi pers, Jumat (20/10/2023).
Menurut Asep, tersangka Dedi berperan membantu pengaturan tender untuk proyek pembangunan stadion tersebut. Dedi melakukan hal itu dengan sepengetahuan dan persetujuan tersangka Edy Wahyudi.
Dedi menyusun dan membuat tambahan persyaratan teknis dengan mencantumkan tipe mesin yang hanya dimiliki satu perusahaan tertentu. Kendati demikian, data RAB sepenuhnya dari peserta lelang.
"Terjadi beberapa kali pertemuan antara DR dengan para calon peserta lelang sebelum pengumuman untuk mengondisikan beberapa syarat tambahan dalam rangka menggugurkan calon peserta tender lainnya," kata Asep.
KPK sebelumnya menetapkan tiga tersangka, yakni Edy Wahyudi selaku Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sugiharto selaku Dirut PT Arsigraphi, dan Heri Sukamto selaku Dirut PT Permata Nirwana Nusantara.
Dalam konstruksi perkara, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan pada 2012, Balai Pemuda dan Olahraga (BPO) di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY mengusulkan renovasi Stadion Mandala Krida. Usulan tersebut kemudian disetujui serta anggarannya dimasukkan dalam alokasi anggaran BPO untuk program peningkatan sarana dan prasarana olahraga.
Kemudian, kata Alex, EW selaku PPK pada BPO di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY diduga secara sepihak menunjuk langsung PT AG dengan SGH. Penunjukkan ini untuk menyusun tahapan perencanaan pengadaannya yang salah satunya terkait nilai anggaran proyek renovasi Stadion Mandala Krida.
Dari hasil penyusunan anggaran di tahap perencanaan yang disusun SGH tersebut dibutuhkan anggaran senilai Rp135 miliar untuk masa 5 tahun. KPK menduga ada beberapa poin pekerjaan yang nilainya di-mark up dan hal ini langsung disetujui EW tanpa melakukan kajian terlebih dulu.
"Khusus untuk di tahun 2016, disiapkan anggaran senilai Rp41,8 miliar dan di tahun 2017 disiapkan anggaran senilai Rp45,4 miliar," kata Alex.
Salah satu pekerjaan dalam proyek pengadaan tersebut, yaitu penggunaan dan pemasangan bahan penutup atap stadion yang diduga menggunakan merek dan perusahaan yang ditentukan sepihak oleh EW.
"Pada pengadaan di tahun 2016, HS selaku Direktur PT PNN dan PT DMI diduga melakukan pertemuan dengan beberapa anggota panitia lelang dan meminta agar bisa dibantu dan dimenangkan dalam proses lelang," kata Alex.
Selanjutnya, anggota panitia lelang menyampaikan keinginan HS tersebut pada EW dan diduga langsung disetujui untuk dimenangkan tanpa dilakukannya evaluasi penelitian kelengkapan dokumen persyaratan mengikuti lelang.
"Selain itu, saat proses pelaksanaan pekerjaan diduga beberapa pekerja tidak memiliki sertifikat keahlian dan tidak termasuk pegawai resmi dari PT DMI," ucap Alex.
KPK menduga rangkaian perbuatan para tersangka itu melanggar ketentuan diantaranya Pasal 5 huruf f, Pasal 6 huruf c, g dan h, Pasal 89 ayat 2 Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang Jasa dan perubahannya.
KPK menduga rangkaian perbuatan para tersangka itu melanggar ketentuan diantaranya Pasal 5 huruf f, Pasal 6 huruf c, g dan h, Pasal 89 ayat 2 Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang Jasa dan perubahannya.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Gilang Ramadhan