tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya mengoperasikan Gedung Merah Putih mulai awal Februari 2017 sebagai kantor bagi sekitar 1.100 pegawai lembaga pemburu koruptor ini.
Gedung 16 lantai dengan corak merah putih itu angkuh berdiri di Jalan Kuningan Persada kavling 4, Setiabudi, Jakarta Selatan. Gedung ini membelah dua bangunan, guna mengingatkan dua fungsi KPK: penindakan dan pencegahan.
"Saat pembangunan gedung ini belum jelas nasibnya, masyarakat mengumpulkan koin ke KPK untuk membantu pembangunan, bahkan ada yang memberikan Rp1.500. Semangat ini yang dipegang KPK untuk memenuhi tanggung jawab kepada masyarakat," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Minggu (19/2/2017), seperti diberitakan Antara.
Hari ini, Minggu (19/2/2017), KPK sengaja mengundang wartawan untuk mengikuti tur keliling gedung seluas 39.299 meter persegi yang pembangunannya sudah dimulai sejak 29 November 2013.
Memang tidak semua lantai dapat diintip wartawan. Wartawan hanya mengunjungi lantai 1, 2, 3, 5 dan 16. Bahkan tidak semua pegawai bisa masuk ke setiap lantai karena masing-masing lantai punya kode tersendiri untuk masuk.
"Di sebelah ada tanah kosong, kalau saya punya uang akan saya beli, sayangnya tidak karena impiannya KPK punya 8.000 orang pegawai, tapi kita mulai dengan jumlah (pegawai) sekarang dan gedung saat ini dan nanti akan ada learning by doing untuk memperbaiki hal yang kurang dari gedung ini," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
Bangunan utama
Bangunan utama gedung KPK memiliki tiga lobi, yaitu lobi utama untuk tamu umum, saksi, tersangka dan terperiksa, lobi kedua untuk tamu yang akan melaporkan ke sejumlah direktorat bagian pencegahan, dan lobi pegawai.
Lobi kedua yang berada di sisi kanan gedung diperuntukkan bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan pelaporan gratifikasi, pengaduan masyarakat (dumas), Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), dan informasi publik.
Ada tiga ruangan untuk pengaduan masyarakat, empat ruangan untuk pelaporan LHKPN, satu ruangan untuk pelaporan gratifikasi, satu ruangan untuk informasi publik, dan lima ruangan untuk verifikasi pelaporan-pelaporan tersebut.
Sedangkan lobi utama berada di tengah gedung. Pengunjung disambut Garuda Pancasila berukuran sekitar 1 x 2 meter. Di bawah sang garuda ada simbol "KPK" besar sebagai identitas sang empunya gedung. Kedua simbol itu dibalut dalam tembok yang ditempel marmer warna cokelat dan lantai warna abu-abu.
Lobi utama juga yang menjadi pintu masuk bagi orang-orang yang menjalani pemeriksaan dalam kasus yang sedang dikerjakan KPK baik pada tahap penyidikan maupun penyelidikan.
Mereka yang diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam tahap penyidikan dan terperiksa dalam tahap penyelidikan akan naik ke lantai dua dari lobi utama untuk masuk ke ruangan pemeriksaan seluas 3,9 x 2,5 meter yang terbagi atas dua ruang.
Saat membuka pintu ada ruangan selebar 1,4 meter yang digunakan untuk penasihat hukum yang menunggu tersangka untuk diperiksa. Sedangkan ruang pemeriksaan inti seluas 2,5 x 2,5 meter terdapat meja, komputer, dua kursi untuk penyidik atau penyelidik, satu kursi untuk saksi, CCTV sebagai alat perekam pemeriksaan serta jam digital yang lengkap dengan penunjuk suhu.
Ada kaca film hitam yang hanya bisa memberikan pandangan dari luar ke dalam yang membatasi ruang pengacara dan ruang pemeriksaan inti tersebut.
"Saksi atau tersangka atau terperiksa hanya bertemu penyidik dan penyelidik di ruangan itu, karena koridor masuk bagi mereka berbeda dengan penyidik dan penyelidik. Kami menjaga sedemikian rupa agar tidak ada komunikasi selain di ruang pemeriksaan," kata Kepala Bagian Pengelola Gedung Sri Sembodo Adi.
Ada 72 ruang pemeriksaan di gedung ini, sangat jauh dibandingkan dengan 19 ruangan di gedung lama KPK.
Sedangkan lobi ketiga yang berada di bagian belakang gedung adalah lobi pegawai, untuk pintu keluar masuk pegawai KPK. Di antara lobi pegawai dan lobi utama ada perpustakaan yang masih belum diisi.
Wartawan kemudian dibawa ke lantai 5 tempat humas KPK berkantor. Ruang ini tipikal kantor pada umumnya dengan ruangan khusus bagi kepala bagian dan kepala biro sedangkan para staf memiliki "cubical" masing-masing, termasuk bagi mereka yang lolos dalam program Indonesia Memanggil 11 akan menempati gedung ini.
Selanjutnya lantai 16 adalah auditorium besar tanpa sekat yang saat ini difungsikan untuk salat Jumat karena masjid KPK belum selesai. Sebagian ruangan itu juga difungsikan untuk tempat berolahraga, tampak 3 meja tenis meja untuk dimainkan. Tapi yang menarik adalah pemandangan Jakarta dari sudut 360 derajat karena seluruh ruangan dilapisi kaca tembus pandang.
Sedangkan lantai 3 terdapat kantin untuk pegawai dan juga ruang klinik. Tidak ketinggalan panggung terbuka dan taman refleksi yang menyediakan batu-batu untuk diinjak dengan kaki telanjang.
Lantai ini juga menjadi penghubung ke rumah tahanan KPK yang berada di bangunan penunjang. Di bangunan penghubung itu juga ada dua ruang serbaguna seluas sekitar 15 x 20 meter yang dapat digunakan untuk sarana olah raga maupun kegiatan KPK.
Rutan KPK
Menyambut di depan rutan adalah ruang kepala rutan KPK. Setelah itu, untuk masuk ke ruang tahanan, seseorang harus melewati tiga pintu berlapis, setelah pagar dan posko penjagaan. Selanjutnya ada ruang terbuka seluas sekitar 5 x 6 meter.
Sementara kamar rutan yang berkapasitas 39 orang tahanan itu terbagi dua: rutan laki-laki dan perempuan. Rutan laki-laki dapat menampung 26 orang.
"Kami mendesain rutan sesuai dengan buku petunjuk dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, jadi ini sudah standar baik ketebalan tembok maupun pintu-pintunya," kata Sri Sembodo.
Udara panas menyeruak saat wartawan memasuki ruangan ini, sebabnya adalah "exhaust" di ruangan belum dinyalakan. Jadi bagi para tahanan yang ditahan di rutan tersebut, jangan harap mendapat udara sejuk dari pendingin ruangan karena hanya ada "exhaust" dan ventilasi.
Di rutan laki-laki ada 3 ruangan isolasi berkapasitas 1 orang, 2 ruang tahanan dengan kapasitas 3 orang dan 4 ruangan dengan kapasitas 5 orang. Luas masing-masing ruang disesuaikan dengan jumlah tahanan yang ada di ruangan itu.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri