tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melayangkan surat kepada para menteri Kabinet Indonesia Maju pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin periode 2019-2024 untuk mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
“Nanti kami surati dulu ya. Karena ini, kan, baru dua hari setelah dilantik, batas waktunya tiga bulan," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (24/10/2019) malam.
Namun Febri belum mengetahui kapan KPK akan mengirimkan surat tersebut kepada para menteri yang baru dalam pemerintahan Jokowi-Ma'ruf tersebut.
"Untuk waktunya, nanti KPK akan memberikan informasinya kembali," tutur dia.
Febri menerangkan, terdapat enam orang menteri dalam kabinet Jilid II Jokowi yang belum pernah melaporkan LHKPN. Sebab, sebelumnya mereka tak berstatus sebagai penyelenggara negara atau berasal dari lembaga swasta.
Febri menuturkan terdapat lima orang menteri yang sebelumnya pernah berstatus sebagai penyelenggara negara dan mesti meng-update LHKPN-nya kembali mulai dari hari kerja sampai Januari 2020.
Selanjutnya, menteri lainnya yang sudah menjadi penyelenggara negara, cukup melaporkan LHKPN secara periodik pada Januari sampai dengan 31 Maret 2020.
Mekanisme pelaporan LHKPN secara elektronik dapat melalui website elhkpn.kpk.go.id.
"Jadi ini sudah jauh lebih mempermudah ya, karena kami memang prioritas pada upaya pencegahannya. Ajakan KPK adalah melalui upaya pencegahan ini kita bisa mengurangi tindak pidana korupsi,” kata Febri.
Menurut Febri, imbauan melaporkan LHKPN bagi penyelenggara negara merupakan bentuk upaya pencegahan korupsi sebagaimana termuat dalam tujuh perintah presiden saat pelantikan menteri yang berlangsung pada Rabu (23/10/2019) kemarin di Istana Negara, Jakarta Pusat.
"Kesadaran pucuk pimpinan untuk melaporkan LHKPN merupakan contoh baik yang diharapkan bisa ditiru oleh para pejabat di lingkungannya," kata Febri kepada wartawan, Kamis, (24/10/2019).
Febri menerangkan Dasar hukum kewajiban penyelanggara negara untuk melapor LHKPN termuat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Kemudian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kemudian, termuat juga dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: 07 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara dan peraturan di masing-masing di kementerian atau lembaga.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz