Menuju konten utama

KPI Bersikukuh Larang Iklan Politik di Luar Kampanye

KPI menilai frekuensi publik mesti dimanfaatkan untuk kepentingan publik bukan kelompok politik tertentu.

KPI Bersikukuh Larang Iklan Politik di Luar Kampanye
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad (kiri) bersama Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Juri Ardiantoro (tengah) dan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Yuliandre Darwis (kanan) berjabat tangan bersama usai Penandatanganan keputusan bersama antara Bawaslu, KPU, dan KPI di Jakarta, Jumat (11/11). Keputusan bersama tersebut untuk pembentukan gugus tugas pengawasan dan pemantauan pemberitaan penyiaran dan iklan kampanye Pilkada melalui lembaga penyiaran. ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc/16.

tirto.id - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengajukan banding atas putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menggugurkan Surat Edaran KPI Nomor 225/K/KPI/31.2/04/2017. KPI bersikukuh iklan partai politik di luar masa kampanye merupakan hal terlarang.

“Kami mengajukan banding karena yang dibatalkan adalah surat edaran KPI yang berisi larangan iklan politik di luar masa kampanye,” kata komisioner KPI Mayong Suryolaksono saat dihubungi Tirto, Rabu (5/10/2017).

Mayong menjelaskan Surat Edaran KPI Nomor 225 berpijak pada Pasal 11 ayat 1 Standar Program Siaran (SPS) tentang perlindungan kepentingan publik. Pasal itu menyatakan program siaran wajib dimanfaatkan untuk kepentingan publik, bukan kepentingan kelompok tertentu. Menurutnya regulasi tersebut cukup menjadi alasan bagi KPI menjatuhkan sanksi kepada lembaga penyiaran yang gencar menayangkan iklan politik di luar masa kampanye.

Sanksi, kata Mayong, bisa macam-macam bentuknya. Dari berupa teguran, pengurangan durasi, hingga penghentian sementara. “Untuk pelanggaran berat KPI bisa mengajukan ke proses hukum dan mengusulkan kepada Kominfo untuk mencabut izin siaran,” ujar Mayong.

Menurut Mayong Surat Edaran KPI Nomor 225 dibuat pasca MoU antara KPI, KPU, dan Bawaslu. Surat edaran itu dikeluarkan untuk mengatur iklan politik.

“Tapi disadari juga, SE bukan produk hukum, tidak punya kekuatan mengikat. Makanya waktu dibatalkan kami enggak risau, sanksi tetap turun berdasarkan P3SPS,” kata Mayong.

Baca juga:

Putusan PTUN Buat Iklan Parpol di TV Tak Bisa Dibendung

Menyesalkan Putusan PTUN Soal Iklan Politik di TV

Maulana Bungaran, kuasa hukum Partai Berkarya dan Partai Pengusaha Pekerja Indonesia yang menjadi penggugat surat edaran KPI mempersilakan banding yang diajukan pihak Mayong. Bungaran yakin surat edaran tersebut bertentangan dengan hukum dan melanggar azas-azas umum pemerintahan yang baik.

Putusan PTUN berarti KPI tidak dapat melarang iklan partai politik, mars partai politik, maupun himne partai politik oleh lembaga penyiaran. Sebab, kata Maulana, putusan PTUN mengikat bagi seluruh partai politik dan lembaga penyiaran.

Bungaran menyatakan surat edaran KPI merugikan kliennya. Sebab surat edaran tersebut membatasi partai melakukan pendidikan politik kepada masyarakat. “Klien kami merasa dirugikan,” katanya

Menurut Bungaran KPI hanya berwenang mengatur konten yang berisi SARA, pornografi, kekerasan. Alih-alih melarang iklan partai politik, Bungaran justru berpendapat berita politik lebih berbahaya karena cenderung memiliki tendensi subyektif mempengaruhi opini masyarakat.

Terbitnya surat edaran yang menjadi objek sengketa tersebut juga dinilai melampaui wewenang KPI. Sebab tidak ada koordinasi dengan lembaga penyelenggara pemilu misal KPU atau bawaslu. "Oleh karena itu KPI dalam menerbitkan objek sengketa telah melanggar azas-azas umum pemerintahan yang baik," kata Maulana.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan permohonan gugatan Partai Berkarya dan Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (P3I) atas Surat Edaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor 225/k/kpi/31.2/04/2017. Surat edaran tertanggal 21 April 2017 tersebut berisi larangan media elektronik untuk memuat iklan politik, termasuk lagu himne, dan mars.

Baca juga artikel terkait IKLAN POLITIK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Jay Akbar