Menuju konten utama

KPAI Nilai Full Day School Bisa Picu Kekerasan di Sekolah

Penambahan jam sekolah atau full day school dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 tahun 2017 dianggap berpotensi meningkatkan tindak kekerasan anak di sekolah.

KPAI Nilai Full Day School Bisa Picu Kekerasan di Sekolah
Mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berorasi dan membentangkan spanduk saat berunjuk rasa menolak rencana Kemendikbud menerapkan kebijakan "full day school", di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (14/6). ANTARA FOTO/R. Rekotomo.

tirto.id - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni'am Soleh mengatakan kekerasan yang dipicu oleh full day school dapat berupa bullying maupun kekerasan guru terhadap peserta didik.

Menurut dia, kekerasan antar siswa dapat disebabkan oleh fasilitas sekolah yang belum memadai sehingga siswa mengisi waktu luangnya dengan kegiatan-kegiatan kurang bermanfaat seperti saling ejek hingga bullying.

"Karena banyak sekolah yang tidak memiliki fasilitas memadai akhirnya mereka (siswa) berinteraksi dengan sesama. Terjadilah bullying, terjadilah kekerasan. Nah dengan dipanjangkan waktu, potensi terjadinya tindak kekerasan akan lebih tinggi," ungkapnya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/6/2017).

Sementara kekerasan guru terhadap siswa, kata dia, bisa terjadi karena kejenuhan guru yang disebabkan bertambah panjangnya jam tatap muka dengan siswa.

"Kasus-kasus yang terjadi itu karena guru un-profesional. Akhirnya apa? Melakukan tindak kekerasan. Dengan penambahan jam sekolah tanpa disertai penguatan karakter guru dan kompetensi, baik itu kompetensi yang berkaitan dengan personalnya, sosialnya, profesionalnya, maka akan berpeluang besar terjadinya peningkatan kekerasan terhadap anak," tambahnya.

Asrorun menyebutkan, kekerasan anak di sekolah menempati posisi ke-3 dari 9 cluster mekanisme pendataan kasus di KPAI. Dua kasus yang sering terjadi di luar kekerasan anak di sekolah hanya kasus anak berhadapan dengan hukum serta kasus pengasuhan.

Bahkan, ketika kekerasan anak bisa berhasil diturunkan melalui revisi UU Perlindungan anak tahun 2014, tren kekerasan anak di sekolah justru mengalami peningkatan.

"Tahun 2015, angka kekerasan turun secara kumulatif tapi ada anomali, sementara yang lain turun tapi bullying meningkat. Karenanya tahun 2015 Mendikbud mengeluarkan Permendikbud untuk melakukan langkah pencegahan dan juga penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan," tuturnya.

Untuk itu, KPAI menilai, penambahan jam pelajaran tak memiliki korelasi dengan pembangunan karakter siswa di sekolah. Menurutnya, yang lebih penting untuk dilakukan pemerintah saat ini adalah perbaikan fasilitas serta peningkatan kualitas guru.

Apalagi, setiap siswa memiliki tingkat kejenuhan yang berbeda-beda selama berada di sekolah. Penambahan jam belajar bagi para siswa di sekolah, lanjut Asrorun, merupakan kebijakan yang menjadikan siswa sebagai objek, bukan subjek yang kepentingannya harus diakomodasi.

"Problem utama di satuan pendidikan yang terkait dengan pembangunan karakter adalah awareness [kesadaran] guru dan rendahnya lingkungan satuan pendidik yang ramah untuk anak," ungkapnya.

"Harusnya sistem pendidikan anak di sekolah porosnya adalah anak sebagai subjek, kepentingannya bermuara kepada anak, seluruh instrumen itu tersedia untuk kepentingan kompabilitas dan peningkatan harkat dan martabat anak sesuai dengan potensinya," kata dia.

Baca juga artikel terkait FULL DAY SCHOOL atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto

Artikel Terkait