Menuju konten utama

KPAI Minta Permendikbud Full Day School Dikaji Ulang

KPAI meminta Kemendikbud mencabut atau melakukan peninjauan ulang Permendikbud Nomor 23 tahun 2017 tentang Hari Sekolah. Jika tidak KPAI akan mengajukan permohonan uji materiil peraturan tersebut ke MA.

KPAI Minta Permendikbud Full Day School Dikaji Ulang
Siswa kelas I mengikuti kegiatan belajar di Ruang kelas Sekolah Dasar Negeri (SDN) Galunggung I, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu (10/8). Sekolah tersebut sudah menerapkan program sekolah sepanjang hari (full day school) sejak 2007 meneruskan program sekolah berbasis Internasional dengan mengisi berbagai kegiatan belajar keagamaan. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi.

tirto.id - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencabut atau melakukan peninjauan ulang Permendikbud Nomor 23 tahun 2017 tentang Hari Sekolah atau full day school.

Jika tidak, kata Asrorun, KPAI akan mengajukan permohonan uji materiil peraturan tersebut ke Mahkamah Agung. Hal itu dilakukan setelah penjelasan yang diterima KPAI dari Mendikbud terkait implementasi kebijakan lima hari di sekolah dirasa tidak memiliki korelasi dengan program Penguatan Pendidikan Karakter (P2K).

"KPAI menginginkan adanya telaah ulang, revisi, atau kalau tidak dicabut. Kalau tidak itu semua, kami akan mempertimbangkan langkah-langkah hukum salah satunya dengan cara apa? Uji materiil dan uji formil ke Mahkamah Agung," ungkapnya usai mengisi diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/6/2017).

Asrorun menegaskan, kebijakan lima hari sekolah yang tertuang dalam Permen tersebut melanggar ketentuan perundang-undangan dan hak dasar anak. Sebab, dalam kondisi tertentu, anak-anak tidak bisa terus menerus berada di sekolah untuk mengikuti pelajaran intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.

Terlebih, kondisi sosial dan ekonomi keluarga tiap anak di Indonesia sangat beragam, baik itu di daerah-daerah maupun di kota-kota besar.

"Potensial melanggar ketentuan perundang-undangan dan hak dasar anak. Mulai dari hak berinteraksi dengan orang tua, hak untuk diakui dalam kondisi keberagamannya. Kondisi yang beragam, tentu tidak tepat diatur dengan peraturan yang seragam," kata dia.

Selain kondisi sosial ekonomi keluarga, kebutuhan siswa di sekolah juga berbeda-beda sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditempuh.

Ia mencontohkan, di beberapa Sekolah Dasar Negeri misalnya, siswa kelas 1 sampai 3 dipulangkan lebih awal agar dapat berinteraksi lebih banyak bersama kedua orang tuanya. Sebab itulah, dibutuhkan berbagai pertimbangan untuk mengimplementasikan peraturan tersebut.

"Makanya kemudian di beberapa SD negeri dia pulang jam 10 jam 11. Maksudnya agar intensitas pertemuan dengan orang tua lebih tinggi sehingga orang tua lebih memberikan pengaruh positif, hubungan pengasuhan dan psikologis dalam pendidikan dan pengawasan," tuturnya.

Seperti diketahui, sebelumnya, peraturan tersebut diteken oleh Mendikbud Muhadjir Effendy pada Selasa (13/6/2017). Dalam pasal 2 Permendikbud tersebut tertuang bahwa "Hari Sekolah dilaksanakan 8 jam dalam 1 hari atau 40 jam selama 5 hari dalam 1 minggu."

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menegah Hamid Muhammad mengatakan, penambahan 2 jam di sekolah tersebut ditujukan sebagaj program P2K. Selain P2K, tujuan penambahan jam juga dilakukan untuk mendorong para siswa dalam kegiatan-kegiatan positif di luar jam belajar formal hingga bertemu dengan orang tuanya di rumah.

"Ya kita ingin energi anak itu dioptimalkan dengan pendidikan yang lebih berguna. Daripada mereka nongkrong-nongkrong di berbagai tempat. Walaupun ini nuansa kota besar ya, tapi tidak mungkin di pedesaan pun juga sama," tuturnya di gedung Kemendikbud, Kamis (15/6/2017).

Baca juga artikel terkait FULL DAY SCHOOL atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto