tirto.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan menilai penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional XX di Papua merupakan kegiatan yang dipaksakan dan tidak dapat menjadi dasar untuk menutupi permasalahan sistemik di Bumi Cenderawasih.
“Kami melihat pemerintah seharusnya memprioritaskan permasalahan yang lebih mendesak ketimbang menyelenggarakan PON Papua. Terlebih situasi COVID-19 di Papua semakin memburuk. Saat ini penanganan pandemi di Papua tidak menunjukan perbaikan,” ujar Staf Divisi Riset dan Pemantauan Kontras Rozy Brilian, dalam diskusi daring, Rabu (29/9/2021).
Apalagi empat daerah yang menjadi lokasi pertandingan yakni Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Merauke, masih zona merah COVID-19. Permasalahan darurat yang harus diselesaikan dan menjadi fokus utama pemerintah saat ini seperti: penyakit endemik yang ada sebelum virus corona, yaitu malaria, TBC, HIV/AIDS dan kekurangan gizi.
Selain itu, terdapat darurat kesehatan karena wabah Corona sejak ditetapkan oleh pemerintah Indonesia secara nasional; serta konflik berkepanjangan sejak 1960-an, terutama konflik bersenjata khususnya di wilayah Pegunungan Tengah. Penolakan penyelenggaraan PON juga muncul dari kalangan masyarakat dan mahasiswa di provinsi tersebut. Mereka beranggapan pesta olahraga ini dilaksanakan di atas penderitaan dan duka rakyat Papua.
“Di tengah situasi krisis kesehatan saat ini, PON bukanlah solusi bagi rakyat Papua. Sebaliknya, PON justru akan memperburuk dan meningkatkan penderitaan, serta kematian warga,” kata Rozi.
Selanjutnya, pemerintah segera mengubah pendekatan yang selama ini dilakukan di Papua. Penyelenggaraan PON tidak bisa melegitimasi pertambahan aparat keamanan di luar urusan olahraga tersebut. Pendekatan berbasis keamanan tak berhasil menyelesaikan masalah.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali