tirto.id - Sebuah antrean panjang menggular di depan Masjid Hirka-i-Serif yang masuk area Istana Topkapi, Istanbul, Turki pada Jumat, 2 Juni 2017. Barisan laki-laki dan perempuan dipisah. Sesuai nama masjid yang berarti “Jubah Suci”, para pengunjung terlihat tak sabar untuk melihat dengan mata kepala sendiri: jubah peninggalan Nabi Muhammad SAW.
Ritual ini juga jadi bagian dalam perjalanan spiritual mereka dalam rangka menyambut bulan suci Ramadan. Masjid Hirka-i-Serif selalu ramai terutama tiap bulan suci, jumlah pengunjungnya ditaksir mencapai ratusan ribu. Para pengunjung datang dari seluruh penjuru dunia. Hindustan Times melaporkan, rata-rata pengunjung mengaku ingin lebih dekat dengan Rasul terakhir Allah.
Ada sejumlah versi tentang perjalanan jubah Muhammad ini, dari yang berpindah tangan ke sejumlah pihak, hingga kini tersimpan rapi di Istana Topkapi.
Versi pertama, sebagaimana disampaikan oleh mufti Istanmbul Kamil Yilmaz pada AFP, berawal dari seorang sosok bernama Uwais al-Qarni dari Yaman yang pada abad ke-7 pergi ke Madinah untuk menemui Muhammad. Pertemuan itu gagal sebab ibunya jatuh sakit sehingga Uwais harus kembali ke kampungnya.
Muhammad tertarik dengan perjuangan Uwais. Saat kembali dari Madinah, Muhammad menyampaikan kepada para sahabatnya agar jubahnya akan diwariskan kepada Uwais usai dirinya meninggal. Beberapa saat setelah Muhammad meninggal pada tanggal 8 Juni 632, jubah tersebut dikirimkan oleh dua orang sahabat nabi langsung ke rumah Uwais di Yaman.
Dalam Perang Siffin yang terjadi di Suriah pada tahun 657, Uwais turut mengangkat senjata untuk membela Kekalifahan Ali bin Abi Thalib melawan Muawiyah ibnu Abu Sufyan. Sebagaimana dilaporkan Ibnu Batuta, Uwais tewas dalam pertempuran tersebut. Ia tak punya anak, sehingga jubah warisan Muhammad dijaga oleh anggota keluarganya yang lain secara turun-temurun.
Pada tahun 1611 penguasa Kesultanan Utsmaniyyah Sultan Ahmed I membawa jubah tersebut ke Istanbul dari Kuasadasi, sebuah wilayah di bagian barat Turki di mana keturunan Uwais al-Qarni menjaganya dengan baik. Pada 1851 Sultan Abdul Majid membangun Masjid Hirka-i-Serif di distrik Fatih agar jubah berharga tersebut bisa tersimpan dalam kondisi yang lebih baik dan aman.
Menurut Kamil Yilmaz, ada dua kunci menuju ruangan penyimpanan jubah. Satu dipegang oleh pendiri masjid alias yayasan pengurus situs tersebut sementara yang satu dipegang oleh keluarga keturunan Uwais. Kepala penjaga jubah Muhammad kini ada di tangah Basir Samir, keturunan Uwais ke-59.
Kisah perjalanan jubah Muhammad versi kedua dicatat oleh Norman Mosley Panzer dalam bukunya yang berjudul panjang, The Harem: an Account of the Institution as It Existed in the Palace of the Turkish Sultans, With a History of the Grand Seraglio From Its Foundation to the Present Time. Di bab ke-11 disebutkan bahwa jubah tersebut, usai sang nabi meninggal, diberikan kepada seorang sahabat bernama Ka'ab ibu Zuhair.
Ka'ab ibu Zuhair dikenal reputasinya sebagai penyair Arab. Ia menulis kasidah berisi pujian pada sang nabi bertajuk Banat Su'ad dan tercatat sebagai puisi pujaan kepada Rasullluah yang pertama. Ia membacakannya di depan Muhammad usai masuk Islam. Dikisahkan Muhammad amat tersentuh dengan karya dan pujian Ka'ab, sehingga ia menghadiahkan jubahnya kepada Ka'ab.
Anak Ka'ab, yang diwarisi jubah tersebut, menjualnya pada Muawiyah pertama, sang pendiri Dinasti Umayyah. Jubah berpindah tangan tiap pergantian dinasti. Usai Umayyah runtuh, jubah pindah ke Baghdad, Irak, diamankan oleh kekuasaan Dinasti Abbasiah. Kemudian jubah berganti kepemilikan ke Dinasti Mamluk di Kairo, Mesir. Perjalanan terakhir jubah diinisiasi oleh Sultan Selim I, penguasa Dinasti Utsmaniyah, yang pada 1595 memindahkannya ke Istana Topkapi.
Sebuah puisi berjudul “Qasida al-Burda” atau Puisi Jubah” pernah dikomposisikan Imam al-Busiri, penyair yang selama hidupnya tinggal di Mesir pada periode 1211-1294. Jean-Baptiste Tavernier, pedagang permata dan penjelajah asal Perancis yang hidup di abad ke-17, membahas kembali puisi al-Busiri dalam bukunya, sekaligus memberi sedikit deskripsi jubah Muhammad yang disebutnya berwarna putih krim dengan garis wol hitam. Isi puisi al-Busiri adalah narasi tentang betapa agungnya jubah Muhammad.
Peninggalan Muhammad lain juga ada di Istana Topkopi. Dalam pameran yang digelar di Masjid Hirka-i-Serif pada Ramadan tahun ini, jubah Muhammad diletakkan di sebuah kaca pengaman kotak dan di sisi kirinya dipamerkan pula sehelai rambut janggut Muhammad. Peninggalan tersebut diceritakan sebagai hasil cukuran Salman dari Persia, sahabat dan tukang cukur favorit Muhammad.
Ada cerita menarik yang terjadi pada bulan Juni 1999. Sebagaimana dilaporkan media-media Turki, sehelai rambut janggut Muhammad dicuri seorang kriminal yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya. Saat itu penjagaan sedang lengah sebab orang-orang sedang melaksanakan salat Jumat. Lucunya, barang berharga itu kembali lagi ke tempat asalnya sehari selang pencurian, yakni diletakkan begitu saja di pelataran Masjid Gazi Ahmed Pasha, tempat pameran berlangsung.
Sejak hari itu penjagaan diperketat dua kali lipat dan ada ibadah khusus untuk melindungi sehelai rambut berharga yang dianggap sebagai jembatan menuju masa lalu dari sosok nan gemilang tersebut. Rupanya kondisi ini sukses menarik lebih banyak pengunjung tiap tahunnya. Kecurigaan muncul, jangan-jangan pencurian tersebut hanya kerjaan orang dalam. Namun narasi tandingan juga dimunculkan, dikatakan pelakunya adalah Zionis, atau kadang-kadang orang asing lain.
Panji suci Muhammad juga disimpan di Istana Topkapi. Merujuk kembali ke catatan Norman Mosley Panzer, ada dua versi asal-usul panji ini. Pertama, diyakini berasal dari kain yang dipasang di pintu masuk tenda Aisyah. Kedua, panji itu berasal dari sorban Buraydag ibnu a-Khasib. Ia adalah musuh yang diperintahkan untuk membunuh Muhammad. Namun, di hadapan sang nabi ia justru melepas surbannya, dibalutkan ke ujung tombaknya, dan mendedikasikan diri untuk melayani Muhammad.
Usai memperolehnya, Sultan Selim I membawanya ke Masjidil Haram bersamaan dengan ziarahnya ke Mekah. Namun kemudian dipindahkan ke Hungaria oleh Murad III sebagai insentif bagi tentaranya yang memenangkan pertempuran. Oleh Sultan Mehmed III panji ini diamankan di Istana Topkapi sejak 1595, disimpan di dalam kotak rosewood bertahta permata dan mutiara.
Peningalan lain dari Muhammad antara lain stempel berbentuk cincin dengan stempel bertuliskan “Muhammad Rasul Allah” yang terbungkus kristal berukuran 3x4 inci dengan batas gading dan disimpan di dalam kotak kayu hitam kecil. Ada juga gigi yang copot akibat pukulan kapak musuh saat Muhammad bertempur di Perang Uhud dan sandal yang modelnya kini diproduksi secara massal dan dipasarkan di banyak negara.
Salah satu peninggalan Muhammad yang tak disimpan di Istana Topkapi adalah sebuah cawan yang diwariskan ke Fatimah dan Ali, lalu ke Hassan dan Husein, dan wariskan secara turun-temurun. Cawan ini sempat berada di Inggris dan pada 21 September 2011 dikirim ke Chechnya, Rusia, dan kini tersimpan di Masjid Heart of Chechnya.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti