Menuju konten utama

Kevin-Marcus dan Kelahiran "Mourinho" di Bulu Tangkis

Kevin dan Marcus menunjukkan dan membawa cara bermain yang baru di dunia bulu tangkis.

Kevin-Marcus dan Kelahiran
Ekspresi kemenangan pasangan ganda putra Indonesia, Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Sukamuljo menjuarai All England 2017 setelah mengalahkan pasangan ganda China Li Junhui/Liu Yuchen di Birmingham, Minggu (12/3). FOTO/http://badmintonindonesia.org

tirto.id - Siapa bilang bulu tangkis tidak butuh drama?

Tanyakan itu pada Jose Mourinho, dan saya berani jamin pasangan ganda putra terbaik Indonesia saat ini, Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Sukamuljo, pasti akan mengiyakannya. Pasangan muda yang menarik perhatian setelah menjuarai All England Open Super Series Premier 2017 ini mempertahankan gelar di India Open Super Series 2017, dan kini melengkapinya dengan hattrick super series berturut-turut dengan menjuarai Malaysia Open 2017 di Stadion Perpaduan, Sarawak Malaysia, malam lalu (10/4).

Kevin dan Marcus membawa pulang gelar yang dibagi rata antar tiga negara. Tiongkok di ganda campuran dengan pasangan Zheng Siwei dan Chen Qinchen, Jepang dengan ganda putri Yuki Fukushima dan Sayaka Hirota.

Namun, Kevin punya cerita yang lain. Atlet kelahiran 2 Agustus 1995 dalam tiga super series ini hampir selalu meninggalkan kesan tak simpatik dari lawan-lawannya. Gestur yang memancing emosi sampai gerak-gerik yang menyebalkan. Sama seperti yang dilakukan Mourinho pada dunia sepakbola.

Seperti Mourinho, di samping punya kemampuan yang luar biasa, Kevin Sanjaya—harus diakui—memang suka sekali memancing emosi dan memprovokasi lawan. Paling tidak, dalam tahun ini saja, Kevin sudah membuat “masalah” dengan ganda putra Denmark, pasangan Mads Conrad-Mads Kolding, dan ganda putra Tiongkok, Li Junhui dan Liu Yuchen, pada laga final dan semifinal All England bulan Maret lalu.

Dalam tensi pertandingan yang tinggi, permainan yang mengandalkan gerakan refleks secepat kilat ini tentu saja mudah jadi lepas kendali. Kesalahan dalam sepersekian detik maupun kekeliruan akurasi beberapa mili saja bisa menentukan kalah atau menang. Dalam kondisi itulah, Kevin cenderung di atas angin saat harus bermain mental dengan lawan.

Menjadi pemandangan yang lumrah saat Kevin seolah-olah berusaha menyambar shuttlecock dan mendadak melepaskannya begitu saja karena sudah yakin benar bahwa laju shuttlecock pasti akan keluar. Gestur meminta lawan menutup mulut saat mendapatkan poin atau sekadar berjalan sambil menatap tajam mata lawan saat berhasil menyelesaikan permainan dengan smash keras. Kevin memang jagonya untuk urusan ini.

Atlet berusa 21 tahun itu memang terkesan arogan. Conrad, lawan Kevin di final All England, dengan terbuka meminta Kevin lebih bisa menaruh respek kepada lawan. Wajar saja Conrad kesal, karena sekalipun kalah, ia belum pernah dikalahkan dengan bumbu pertarungan mental seperti itu. Terutama oleh bocah yang 8 tahun lebih muda darinya.

Kevin dan Marcus tidak melulu sebagai pihak ofensif dalam pertarungan mental di bulu tangkis. Tidak jarang mereka juga mendapatkan serangan mental—dan sayangnya—Kevin bisa melakukan serangan balik yang malah jauh lebih merugikan lawan. Seperti yang terjadi dengan ganda putra Malaysia, Tan Wee Kiong dan Goh V. Shem.

Bertemu saat India Open 2016 pada babak semifinal. Dalam tensi tinggi, pasangan Malaysia meminta shuttlecock diganti setelah permainan berakhir untuk poin pasangan Indonesia. Saat itu shuttlecock masih di tangan pasangan Malaysia.

Tan dan Goh begitu kesal karena servis Kevin berkali-kali melewati kepala pasangan Malaysia dan selalu berbuah poin untuk Indonesia. Bagi mereka, apa yang dilakukan Kevin illegal karena memukul shuttlecock di atas dada—meskipun wasit tidak merasa ada yang dilanggar dari servis Kevin.

Karena kesal, Tan dan Goh memprotes keputusan wasit sambil tetap membawa shuttlecock. Kevin yang sudah tidak sabar meminta shuttlecock dengan baik-baik. Protes tidak diterima wasit, Tan dan Goh kemudian berusaha mengulur waktu—sambil berusaha memancing emosi Kevin tentu saja—dengan meminta pergantian shuttlecock.

Padahal di permainan sebelumnya, shuttlecock baru saja diganti, dan selama dua kali permainan belum sekalipun pasangan Malaysia mampu memukul kembali servis Kevin. Artinya, keadaan shuttlecock jelas baik-baik saja.

Sesuai peraturan, keputusan mengganti shuttlecock memang ada di tangan wasit. Hanya saja biasanya wasit akan memprioritaskan kepada pemain yang akan melakukan servis. Karena saat itu servis akan dimulai oleh Kevin maka hak Kevin untuk memutuskan shuttlecock diganti atau tidak.

Setelah berdebat cukup panas akhirnya pasangan Malaysia memberikan shuttlecock kepada Kevin, namun caranya tidak cukup simpatik. Yakni sengaja melempar ke arah yang jauh saat tangan Kevin memintanya. Merasa lawan sedang memancing emosinya, Kevin mengambil shuttlecock dengan santai lalu menghampiri asisten wasit untuk minta pergantian shuttlecock —hal yang dari tadi diminta oleh pasangan Malaysia tapi ditolak oleh Kevin. Sementara saat Kevin meminta pergantian, wasit langsung mengizinkannya.

Tak pelak Tan maupun Goh tambah kesal melihat hal tersebut. Bahkan mungkin, jauh lebih kesal daripada sebelumnya.

Kevin tidak hanya jago untuk urusan pertarungan mental. Permainannya di depan net juga mengundang decak kagum. Pergerakan engkel tangannya luar biasa dalam pertarungan jarak dekat. Saat menghadapi Fu Haifeng dan Zhang Siwei di final Malaysia Open, Kevin beberapa kali mampu mengubah keputusan arah pukulan pada detik-detik terakhir raketnya mengenai shuttlecock.

Menghadapi Fu Haifeng, Kevin-Marcus tentu tidak bisa sembarangan mempermainkan mental lawannya ini. Maklum, Haifeng adalah salah satu legenda hidup bagi ganda putra Cina. Atlet ini sangat berpengalaman. Dia adalah lawan seimbang bagi senior Kevin-Marcus, seperti Markis Kido, Hendra Setiawan, atau Mohammad Ahsan.

Pertarungan pun jauh dari intrik dan benar-benar permainan adu taktik maupun strategi. Tidak sampai 20 menit pertama saja, keadaan sudah 8-8. Artinya sudah ada 16 kali poin yang dibagi rata untuk keduanya. Kevin bukannya tidak berusaha memancing emosi Haifeng. Beberapa kali Kevin kedapatan melakukan pukulan yang mengarah kepada tubuh lawan. Sayangnya, hal itu tidak berarti sama sekali. Walau bagaimanapun juga pengalaman yang kemudian bicara, Haifeng yang sudah jadi atlet saat Kevin masih bocah, sama sekali tidak terpengaruh.

Di game pertama, kombinasi kekuatan Marcus dengan trik-trik Kevin berhasil mengalahkan Haifeng-Zhang. Smash keras Marcus yang selalu bisa dikembalikan akan diselesaikan dengan tipuan kecil Kevin. Tontonan yang mengingatkan kita akan gaya main Ahsan-Hendra. Pasangan yang saling melengkapi satu sama lain. Yang satu punya kemampuan smash yang mumpuni, yang satu ahli dalam permainan di depan net. Kemenangan 21-14 di game pertama seolah jadi tanda hetrik super series ganda putra nomor satu dunia ini akan berjalan lancar.

Infografik Ganda Putra

Di game kedua, tanda-tanda itu malah tidak terlihat. Arah permain berbalik. Sekalipun Haifeng dan Zhang adalah pasangan yang baru beberapa bulan main bersama, namun keduanya membuktikan bahwa bulu tangkis bagi Tiongkok sama seperti sepakbola bagi Brazil. Ada bakat alami dari mereka untuk tidak begitu saja mudah dikalahkan.

“Kami sedikit terkejut di game kedua pasangan Tiongkok mulai bertahan,” kata Marcus.

Dengan pertahanan yang luar biasa, Haifeng-Zhang segera merebut game kedua dengan perolehan angka sama persis dengan game pertama. Bahkan di poin penentuan terakhir, terlihat benar Kevin sudah menyerah dan lebih memilih mempertahankan stamina untuk babak penentuan. “Kami juga sudah lelah dan memutuskan untuk habis-habisan di game ketiga,” jelas Marcus.

Di babak rubber game, Kevin-Marcus lalu bermain habis-habisan. Memainkan kombinasi smash dengan drop shoot, pasangan Indonesia ini begitu dominan. Keadaan jadi sangat menyulitkan langkah-langkah Haifeng-Zhang karena kadang harus mengejar pukulan di dekat net, kadang harus berlari mundur bersiap di garis belakang menerima pukulan smash.

Di momen inilah—untuk ke sekian kalinya—Kevin mengeluarkan pukulan yang lekat sekali dengan citra Taufik Hidayat, yakni backhand smash. Setidaknya dua kali Kevin melakukannya dan menghasilkan poin-poin krusial di game kedua dan di rubber game. Atraksi yang membawa Kevin-Marcus meraih juara di Malaysia Open 2017.

Gelar juara ketiga berturut-turut dan peringkat satu dunia tentu saja adalah prestasi besar bagi Kevin. Usianya yang masih muda dengan bimbingan Marcus yang lebih berpengalaman, tentu jadi harapan besar bagi pecinta bulu tangkis tanah air.

Harapannya agar Kevin-Marcus tidak hanya dikenal karena prestasi tapi juga akan terus diingat karena punya citra lain yang melekat. Citra yang tidak melulu soal teknik di atas lapangan, tapi narasi-narasi yang akan jadi dongeng dalam dunia bulu tangkis. Hal baru agar bulu tangkis bisa jadi drama tidak hanya bagi orang-orang Asia dan beberapa orang Denmark saja, melainkan juga untuk seluruh dunia.

Dan dalam kisah drama, selalu saja dibutuhkan tokoh antagonis seperti Mourinho agar membuatnya seru. Iya kan, Kevin-Marcus?

Baca juga artikel terkait BULUTANGKIS atau tulisan lainnya dari Ahmad Khadafi

tirto.id - Olahraga
Reporter: Ahmad Khadafi
Penulis: Ahmad Khadafi
Editor: Ahmad Khadafi